Apa yang anda ketahui tentang ashabul a'raf?

Apa yang anda ketahui tentang ashabul a’raf?

“Dan di antara keduanya (penghuni surga dan neraka) ada batas; dan di atas A’raaf itu ada orang-orang yang mengenal masing-masing dari dua golongan itu dengan tanda-tanda mereka. dan mereka menyeru penduduk surga: “Salaamun ‘alaikum[Mudah-mudahan Allah melimpahkan kesejahteraan atas kalian]”. mereka belum lagi memasukinya, sedang mereka ingin segera (memasukinya). Dan apabila pandangan mereka dialihkan ke arah penghuni neraka, mereka berkata: “Ya Tuhan kami, janganlah Engkau tempatkan kami bersama-sama orang-orang yang zalim itu. Dan orang-orang yang di atas A’raaf memanggil beberapa orang (pemuka-pemuka orang kafir) yang mereka mengenalnya dengan tanda-tandanya dengan mengatakan: “Harta yang kamu kumpulkan dan apa yang selalu kamu sombongkan itu, tidaklah memberi manfaat kepadamu.” (QS. Al A’raf 46-48)

Orang-Orang yang Timbangan Kebaikan dan Keburukannya Seimbang (Sama)

Pengertian Al A’raf

A’raf adalah jama’ dari urf yang artinya pagar yang tinggi yang diletakkan antara penduduk surga dan penduduk neraka. Adapun secara bahasa makna urf yaitu tempat yang tinggi. (Fathul Qadir, Juz III hal 39)

Ibnu Jarir berkata bahwa yang dimaksud disini adalah dinding sebagaimana yang disebutkan oleh Allah dalam firman Allah,

“Lalu diadakan di antara mereka dinding yang mempunyai pintu. di sebelah dalamnya ada rahmat dan di sebelah luarnya dari situ ada siksa”. (Qs. Al Hadid 13)

Mujahid berkata : “Yang dimaksud a’raf adalah pembatas antara surga dan neraka.”

Ibnu Abbas berkata : “Ia adalah sebuah pagar “.

As-Sudi berkata : “Dinamakan a’raf karena penghuninya mengetahui keadaan manusia (yang ada di surga dan di neraka).” (Tafsir Ibnu Katsir, 3/119)

Siapakah Ashabul A’raf?

Jumhur Ulama mengatakan bahwa ashabul a’raf adalah dari Bani Adam semuanya. Namun Muqatil berkata bahwa ini khusus ummat Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam. Wallahu A’lam.

Adapun jika melihat berdasarkan amalan yang mereka perbuat maka dalam hal ini ada beberapa pendapat diantaranya:

  • Kaum yang mati berperang di jalan Allah dalam keadaan bermaksiat kepada orang tuanya. Maksiatnya kepada orang tua menjadikan ia terhalang dari surga, jihadnya di jalan Allah menjadikan ia terhalang untuk memasuki neraka. Pendapat ini dikuatkan dengan sebuah riwayat dari Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. (HR. Tabrani, Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini adalah hadits munkar (lihat As-Silsilah Ad-Da’ifah- Mukhtasharah 6/ 292, no 2791)

  • Kaum yang mana antara kebaikan dan keburukan yang mereka lakukan seimbang, kebaikan mereka tidak bisa menjadikan mereka sampai kesurga, sementara keburukan mereka tidak bisa menjadikan mereka sampai keneraka. Ini adalah pendapat yang dikemukakan oleh Ibnu Mas’ud, Ibnu Abbas, Abu Hurairah, Huzaifah Asy-Sya’bi dan Qatadah.

  • Anak zina. Ini adalah diriwayatkan dari Shalih maula At-Tuamah dari Ibnu Abbas.

  • Kaum yang shalih, yang ahli ilmu fiqih dan ulama, keberadaan mereka di sana adalah dalam rangka menghibur diri mereka saja. Ini adalah diriwayatkan dari Al-Hasan dan Mujahid.

  • Kaum yang mana ayah mereka meridhai sementara ibunya tidak, begitu juga sebaliknya. Ini adalah diriwayatkan oleh Abdul Wahab bin Mujahid dari Ibrahim.

  • Orang yang mati pada zaman fatroh (zaman kekosongan Nabi). Dan mereka tetap dalam agama mereka, ini diriwayatkan dari Abdul Aziz bin Yahya

  • Para Nabi, pendapat ini diriwayat dari Ibnu Al-Anbari.

  • Anak orang-orang musyrik, ini disebutkan oleh Al-Manjufi dalam tafsirnya.

  • Kaum yang beramal karena Allah tetapi mereka riya dalam amalnya. (Zadul Masiir, juz 2/484)

  • Suatu kaum yang melakukan dosa kecil, akan tetapi dosa itu tidak terhapus dengan sakit dan musibah ketika mereka di dunia. Dan mereka juga tidak melakukan dosa-dosa besar. Maka dosa-dosa kecil itu menghalangi mereka untuk masuk surga.

  • Para malaikat yang bertugas memilah-milah siapa yang mu`min dan yang kafir sebelum mereka dimasukkan kedalam surga atau neraka. Namun pendapat ini perlu diteliti karena yang disebutkan dalam ayat Al-Quran adalah seorang laki-laki Ar Rijal). (Tafsir Al-Qurtubi, 7/212)

Ibnu Katsir berkata: “Semua pendapat ini adalah saling berdekatan, yang kembali kepada satu makna yaitu mereka adalah kaum yang kebaikan dan keburukannya sama”. (Tafsir Ibnu Katsir, 3/121)

Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di berkata: “Pendapat yang shahih yaitu mereka (ashabul a’raf) adalah orang yang kebaikan dan keburukannya seimbang (sama)”. (Taisiriul Karimir Rahman fi Tafsiri Kalamil Manaan, 1/290)

Beberapa atsar sahabat yang berkenaan dengan hal ini diantaranya yaitu :

  • Huzaifah berkata: “Ashabul A’raf adalah kaum yang mana antara kebaikan dan keburukan mereka seimbang, kemudian Allah berfirman kepada mereka: “Masuklah surga dengan anugerah dan ampunanKu, pada hari ini janganlah kalian takut dan janganlah kalian bersedih hati”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dalam Tafsirnya, 12/453, no 14688. Atsar yang serupa dengan ini juga diriwayatkan oleh Al-Jama’ah.)

  • Ibnu Mas’ud berkata: “Pada hari kiamat manusia dihisab, barang siapa yang kebaikannya sedikit lebih banyak dari keburukannya maka ia masuk surga, barang siapa yang keburukannya sedikit lebih banyak dari kebaikannya maka ia masuk neraka”. Kemudian beliau membaca firman Allah pada surat Al-A’raf 8-9. Kemudian ia berkata: “Sesungguhnya timbangan akan menjadi ringan dengan amal meskipun sekecil zarrah, begitu juga sebaliknya, ia bisa menjadi berat dengannya.” Kemudian beliau berkata lagi : “Barang siapa yang kebaikan dan keburukannya seimbang (sama) maka ia adalah ashabul A’raf,…”. (Tafsir Ath-Thabari, 12/454)

Keadaan Ashabul A’raf dan Perbuatan yang Bisa Mereka Lakukan

Orang yang berada pada tempat ini bisa melihat keadaan orang-orang yang ada di surga dan orang-orang yang ada di neraka.

Asy-Syaukani mengatakan dalam tafsirnya: “Ashabul A’raf mengenali setiap penduduk surga dan penduduk neraka dengan beberapa tanda-tanda yang ada pada mereka, seperti penduduk surga wajahnya memutih sementara penduduk neraka wajahnya menghitam (Ali Imran 106), atau tanda-tanda bekas wudhu yang tampak pada anggota wudhu orang-orang mukmin, atau tanda-tanda lain yang Allah jadikan bagi setiap golongan yang mana dengan tanda-tanda itu ashabul A’raf mengetahui mana orang yang sedang berbahagia dan mana yang sengsara. (Fathul Qadir, 3/40)

Ibnu Mas’ud berkata : “Ketika mereka (ashabul a’raf ) berada di atas Shirath, mereka bisa mengetahui keadaan penduduk surga dan penduduk neraka. Maka apabila mereka melihat keadaan penduduk surga mereka berkata: “Keselamatan bagi kalian”, dan ketika mereka mengalihkan pandangan mereka kesebelah kiri mereka bisa melihat penduduk neraka, mereka berkata : “Ya Allah jangan jadikan kami bersama orang-orng dhalim”. Mereka berlindung kepada Allah dari neraka yang mereka lihat itu. Adapun orang yang banyak berbuat kebaikan, maka mereka diberi cahaya, yang mana cahaya itu berada didepan mereka dan samping kanan mereka dan mereka berjalan dengannya. Pada hari itu setiap hamba dan ummat diberi cahaya. Maka ketika mereka semua sampai di atas Sirath¸ Allah mencabut cahaya orang-orang munafik, ketika ahli surga melihat apa yang terjadi pada orang munafik maka mereka berkata : “Ya Tuhan kami sempurnakanlah cahaya kami”. Adapun ashabul a’raf cahaya mereka hanya ada di arah depan saja. Itulah yang difirmankan oleh Allah : “mereka belum lagi memasukinya, sedang mereka ingin segera (memsukinya).” Kemudian Ibnu Mas’ud berkata lagi : “Bagi seorang hamba apabila ia mengerjakan amal kebaikan maka ditulis baginya sepuluh, dan jika ia melakukan keburukan maka tidaklah ditulis baginya kecuali satu keburukan saja. Maka celakalah orang yang satu amalnya mengalahkan sepuluh amalnya”. (Tafsir Ath-Thabari 12/454, juga disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, 3/419)

Adh-Dhahak mengatakan dari Ibnu Abbas: “Penghuni A’raf itu jika mereka memandang kearah penghuni neraka yang mereka kenal, mereka mengatakan : ‘Ya Rabb kami, janganlah engkau tempatkan kami bersama orang-orang dhalim’“. (Tafsir Ibnu Katsir 3/422)

Akhir Perjalanan Ashabul A’raf

Ibnu Abbas berkata : “Sesungguhnya Allah memasukkan Ashabul A’raf kedalam surga, yaitu Allah berfirman yang artinya: “Masuklah kalian kedalam surga, tidak ada ketakutan bagi kalian, dan janganlah kalian bersedih hati”.”

Adh-Dhahak berkata : “Sesungguhnya Allah memasukkan ashabul a’raf kedalam surga setelah ahli surga memasukinya, yaitu firmanNya yang artinya : “Masuklah kalian kedalam surga, tidak ada ketakutan bagi kalian dan janganlah kalian bersedih hati”.” Seperti hal ini juga dikatakan oleh As-Sudi.

Ashabul A’raf merupakan salah satu golongan yang akan mendapat syafa’at dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam.

Imam Ath-Thabarani meriwayatkan, bahwa Ibnu Abbas berkata:

“Orang-orang yang berlomba-lomba dalam kebajikan memasuki surga dengan tanpa hisab, orang yang pertengahan memasuki surga dengan rahmat Allah, dan orang yang menzalimi diri mereka sendiri dan ashabul a’raf mereka masuk surga dengan syafa’at dari Nabi Muhammad shalallahu alaihi wa sallam.” (Al-Mu’jam Al-Kabir Lith-Thabrani, 9/391, no 11292)