Apa tafsiran atas redaksi ayat, “tanah yang subur” yang disebutkan pada surah al-A’raf ayat 58 ?

Apa tafsiran atas redaksi ayat, “tanah yang subur” yang disebutkan pada surah al-A’raf ayat 58?

Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman-tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami menjelaskan tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur”

Tanpa memperhatkan hubungannya dengan ayat-ayat sebelumnya, dalam sebuah contoh universal yang menyatakan amalan-amalan baik dan pengaruhnya yang positif bersumber dari mutiara suci. Sementara amalan-amalan buruk bertitik tolak dari batin yang kotor dan penuh noda.

Namun apabila ayat di atas kita cermati dengan memperhatikan ayat sebelumnya sebagai satu kesatuan ayat di atas pada tataran menjelaskan makna bahwa manusia meski berbeda dalam menerima emanasi Ilahi, namun perbedaan ini bersumber dari diri manusia sendiri, kalau tidak demikian rahmat Ilahi bersifat umum dan mutlak.

Dengan kata lain, ayat ini pada hakikatnya tengah menyinggung sebuah masalah penting yang menjelma di seluruh tempat, baik di dunia atau di dunia lainnya dan masalah penting itu adalah kepelakuan pelaku (fâ’iliyat fâ’il) tidak mencukupi untuk terealisirnya satu persoalan, melainkan potensi, kapabilitas dan penerimaan penerima (qâbiliyat qabil) juga mutlak diperlukan. Sebagai contoh, tidak ada yang lebih subtil melebihi butiran-butiran air hujan yang dapat digambarkan di sini, namun titik-titik hujan ini, yang memang secara natural bersifat subtil, pada satu tempat dapat menumbuhkan bunga dan pohon sementara di tempat lain kering dan mengeringkan.

Pada ayat ini, dengan menyebutkan tumbuhnya buah-buahan berkat curahan hujan sejatinya ingin menyampaikan bahwa tanah-tanah terdiri dari dua jenis: tanah yang suci (baik lagi subur) dan siap menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dengan turunnya hujan sesuai dengan perintah Allah Swt dan tanah yang kotor (tidak baik dan kering) yang bahkan dengan turunnya hujan tidak akan menumbuhkan sesuatu kecuali ilalang saja.

Hujan rahmat Ilahi turun tercurah di seluruh tempat, namun tanah-tanah yang subur yang siap mengeksplorasi curahan hujan tersebut dan bunga-bunga, tumbuh-tumbuhan dan pepohonan tumbuh di atasnya. Adapun tanah-tanah yang tidak siap dan tidak mendapatkan manfaat dari curahan hujan tidak mengalami pertumbuhan dan perkembangan di atasnya.
Karena itu, dapat dikatakan bahwa ayat ini merupakan sebuah perumpamaan bagi orang-orang beriman dan orang-orang kafir.

Penyerupaan tanah suci untuk orang yang baik dan tanah nakid (merana) bagi orang kafir disebabkan oleh karena orang-orang beriman memiliki kesiapan untuk menerima pesan Ilahi; mereka akan tumbuh berkembang dan bersemi dengan perantara al-Quran. Namun orang-orang kafir disebabkan oleh jauhnya mereka dari Tuhan, membenci kebenaran dan melakukan dosa dan maksiat, tidak memiliki kesiapan ini dan tidak mampu memperoleh manfaat dari petunjuk al-Quran sebagai media baginya untuk tumbuh berkembang.

Sebagaimana tanah yang baik tanaman-tanamannya tumbuh subur, maka orang beriman pada hari kiamat akan berpindah dari padang barzakh ke padang masyhar dengan cahaya iman, yakin, amalan-amalan saleh dan terpuji. Sementara orang-orang kafir akan keluar dari bumi dengan wajah pucat pasi, legam yang tidak nampak padanya sifat-sifat baik juga amalan-amalan saleh; hasil wujudnya tidak lain kecuali penderitaan, kehinaan, dan kerendahan.

Referensi :

Menurut ayat ini, tanah di muka bumi ini ada yang baik dan subur, dan ada pula yang tidak baik.Tanah yang baik dan subur apabila disirami hujan sedikit saja, dapat menumbuhkan berbagai macam tanaman. Sedangkan tanah yang tidak baik atau tandus meskipun disirami hujan yang lebat, namun tumbuhan-tumbuhannya merana tidak menghasilkan apa-apa.

Tanaman-tanaman tumbuh subur di tanah subur tersebut karena mendapat anugerah khusus dari Allah SWT dan diizinkan untuk menjadi yang terbaik.Berbeda dengan tanaman yang tidak subur di tanah tandus yang mana tidak mandapatkan anugerah dan izin Allah SWT sehingga tidak bisa menjadi yang terbaik.

Hal tersebut kemudian dijadikan perumpamaan bagi sifat manusia, yaitu ada yang baik dan buruk. Manusia yang baik mendapat perlakuan khusus dari Allah SWT, yaitu manusia yang hatinya bersih, berusaha mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui kewajiban agama dan sunnah-sunnahnya. Hal ini berarti bahwa mereka telah mendapatkan izin dari Allah SWT untuk menggunakan anugerah dari Allah SWT dengan baik. Namun sebaliknya, orang yang memiliki sifat buruk tidak mendapat anugerah dari Allah SWT, tetapi mereka mendapatkan bencana dan siksa dari-Nya.