Apa Saja Tipe-Tipe Kelompok Sosial?


Kelompok sosial memiliki beberapa tipe yang membedakan antar satu sama lain.

Apa saja tipe-tipe kelompok sosial?

1. Gemeinschaft dan Gesellschaft Ferdinand Tonnies

seorang sosiolog klasik dari Jerman, mengulas secara rinci perbedaan pengelompokan dalam masyarakat. Dalam bukunya, Gemeinschaft und Gesellschaft, ia mengadakan pembedaan antara dua jenis kelompok, yang dinamakannya Gemeinschaft dan Gesellschaft. Menurut Tonies:

“All intimate, private, and exclusive living together…is understood as life in Gemeinschaft (community). Gesellschatt (society) is public life—it is the world itself. In Gemeinschaft with one’s family, one lives from birth on, bound to it in weal and woe. One goes into Gesellschaft as on goes into a strange country.”

Di sini Gemeinschaft digambarkannya sebagai kehidupan bersama yang intim, pribadi, dan eksklusif—suatu keterikatan yang dibawa sejak lahir. Tonnies, misalnya, menggambarkan ikatan pernikahan sebagai suatu Gemeinschaft of life. Ia berbicara mengenai suatu Gemeinschaft di bidang rumah tangga, agama, bahasa, dan adat yang dipertentangkannya dengan Gesellschaft di bidang ilmu atau perdagangan.

Tonnies membedakan antara tiga jenis Gemeinschaft:

  • Gemeinschaft by blood, mengacu pada ikatan-ikatan kekerabatan;
  • Gemeinschaft of place, pada dasarnya merupakan ikatan yang berlandaskan kedekatan letak tempat tinggal serta tempat bekerja yang mendorong orang untuk berhubungan secara intim satu dengan yang lain, dan mengacu pada kehidupan bersama di daerah pedesaan; dan
  • Gemeinschaft of mind, mengacu pada hubungan persahabatan, yang disebabkan oleh persamaan keahlian atau pekerjaan serta pandangan yang mendorong orang untuk saling berhubungan secara teratur.

Menurut Tonnies, Gesellschaft merupakan suatu nama dan gejala baru. Gesellschaft dilukiskannya sebagai kehidupan publik— sebagai orang yang kebetulan hadir bersama, tetapi masing-masing tetap mandiri. Gesellschaft bersifat sementara dan semu. Menurut Tonnies, perbedaan yang dijumpai antara kedua macam kelompok ini ialah dalam Gemeinschaft , individu tetap bersatu meskipun terdapat berbagai faktor yang memisahkan mereka. Sedangkan, dalam Gesellschaft, individu pada dasarnya terpisah kendatipun terdapat banyak faktor pemersatu.

Tonnies mengemukakan bahwa Gemeinschatt ditandai oleh kehidupan organis, sedangkan Gesellschaft ditandai oleh struktur mekanis. Pendapat ini menarik, mengingat bahwa, sebagaimana telah kita lihat di atas, Durkheim menggunakan konsep yang sama untuk menggambarkan ciri kelompok yang berlawanan. Menurut Durkheim, kelompok segmental justru bersifat mekanis, sedangkan solidaritas pada kelompok terdiferensiasi justru bersifat organis.

Kelompok Sosial Primer dan Sekunder

Charles Horton Cooley dalam bukunya, Social Organization, menggambarkan distingsi antara dua jenis kelompok sosial, yakni kelompok sosial primer dan sekunder:

  • Kelompok sosial primer (primary group), yang ciri-cirinya antara lain:
  1. Memiliki hubungan yang bersifat personal dan akrab antara anggotanya;
  2. Dalam kelompok ini orang melakukan aktivitas dan memiliki waktu secara bersama sehingga mereka dapat saling mengenal antara satu sama lain secara personal dan akrab; 􀂾 Mereka saling memerhatikan kesejahteraan satu sama lainnya
  3. Selain karena relasi yang akrab di antara anggota, kelompok sosial primer merupakan tempat seorang individu berjumpa dengan pengalaman-pengalaman sosial yang pertama; 􀂾 Dalam kelompok sosial primer ini, seorang individu mengalami hidup untuk pertama kalinya. Kekuatan dan hubungan utama ini memberikan individu-individu rasa aman dan damai; dan
  4. Anggota-anggota dalam kelompok utama ini menyediakan pendapatan pribadi bagi yang lainnya, termasuk keuangan dan dukungan emosional.
  • Kelompok sosial sekunder (secondary group), yang ciri-cirinya antara lain:
  1. Kelompok sosial sekunder didefi nisikan sebagai kelompok sosial yang bersifat impersonal dan besar;
  2. Kelompok sosial sekunder didasarkan atas minat, kepentingan atau aktivitas-aktivitas khusus;
  3. Organisasi-organisasi politik biasanya disebut kelompok sosial sekunder;
  4. Dalam kelompok sosial sekunder ini setiap anggota tidak saling mengenal secara lebih baik dan hubungan di antara mereka sangat longgar;
  5. Kelompok sosial sekunder sering dipakai sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan khusus; dan
  6. Kelompok sosial sekunder biasanya selalu bersifat formal dan tidak emosional dan memiliki orientasi cita-cita (goal oreintation), bukan personal.

Kelompok In-Group dan Out-Group

Kelompok sosial merupakan tempat individu mengidentifi kasikan dirinya sebagai “kami” atau “kamu”, “kita” atau “mereka”. “In-Group” adalah kelompok sosial tempat seorang individu mengidentifi kasikan dirinya sebagai “kita” atau “kami”. Sedangkan, “Out-Group” adalah kelompok sosial di luar “in group”, atau di luar “kita”, di luar “kami”. Kelompok di luar itu adalah “mereka”. Misalnya, “kami” adalah mahasiswa Marketing Komunikasi, sedangkan “mereka” adalah mahasiswa teknik komputer, “kami” adalah mahasiswa Bina Nusantara, “mereka” adalah mahasiswa Atma Jaya.

Anggota-anggota suatu kelompok sosial tertentu sedikit banyak akan mempunyai kecenderungan menganggap bahwa segala sesuatu yang termasuk dalam kebiasaan-kebiasaan dengan kelompoknya sendiri sebagai sesuatu yang terbaik apabila dibandingkan dengan kebiasaan-kebiasaan kelompok-kelompok lainnya. Kecenderungan ini biasa disebut dengan etnosentrisme.

Etnosentrisme adalah suatu sikap yang menilai unsurunsur kebudayaan lain dengan mempergunakan ukuran-ukuran kebudayaan sendiri. Etnosentrisme disosialisasikan atau diajarkan kepada setiap anggota kelompok sosial, sadar maupun tidak sadar, serentak dengan nilai-nilai kebudayaan lain.

Kelompok Formal dan Kelompok Informal

Kelompok formal adalah kelompok-kelompok yang mempunyai peraturan yang tegas dan dengan sengaja diciptakan oleh anggotaanggotanya untuk mengatur hubungan antara anggota-anggotanya. Contoh kelompok formal adalah organisasi. Menurut Max Weber, salah satu bentuk organisasi formal itu adalah birokrasi. Ciri-ciri birokrasi adalah:

  1. Tugas-tugas organisasi didistribusikan dalam beberapa tugas jabatan. Atau, dapat dikatakan adanya pembagian kerja berdasarkan spesialisasi;
  2. Posisi-posisi dalam organisasi terdiri hierarki struktur wewenang. Hierarki berwujud piramida, yaitu setiap jabatan bertanggung jawab terhadap bawahan mengenai keputusan dan pelaksanaan;
  3. Suatu sistem peraturan menguasai keputusan-keputusan dan pelaksanan;
  4. Unsur staf yang merupakan pejabat bertugas memelihara organisasi dan khususnya keteraturan komunikasi ;
  5. Para pejabat berharap bahwa hubungan dengan bawahan dan pihak lain bersifat orientasi impersonal; dan f. Penyelenggaraan kepegawaian didasarkan pada karier.

Kelompok informal tidak mempunyai struktur dan organisasi tertentu dan pasti. Kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk karena pertemuan-pertemuan yang berulang-ulang dan itu menjadi dasar bagi bertemunya kepentingan-kepentingan dan pengalaman yang sama.

Kelompok-Kelompok Sosial yang Tidak Teratur

Kelompok-kelompok yang tidak teratur tampak dalam kerumunan masa. Kerumunan merupakan suatu kelompok sosial yang bersifat sementara. Kerumunan tidak terorganisasi. Kerumunan dapat saja memiliki pemimpin, namun tidak mempunyai sistem pembagian kerja maupun sistem pelapisan sosial. Interaksinya bersifat spontan dan tidak terduga. Individu-individu yang merupakan kerumunan, berkumpul secara kebetulan di suatu tempat, dan juga pada waktu yang bersamaan.

Kelompok teratur merupakan kelompok yang mempunyai peraturan tegas dan sengaja diciptakan anggota-anggotanya untuk mengatur hubungan antarmereka. Ciri-ciri kelompok teratur, antara lain:

  1. Memiliki identitas kolektif yang tegas (misalnya, tampak pada nama kelompok, simbol kelompok, dan lain-lain);
  2. Memiliki daftar anggota yang rinci;
  3. Memiliki program kegiatan yang terus-menerus diarahkan kepada pencapaian tujuan yang jelas; dan
  4. Memiliki prosedur keanggotaan.

Sedangkan, contoh kelompok teratur antara lain berbagai perkumpulan pelajar atau mahasiswa, instansi pemerintahan, parpol, organisasi massa, perusahaan, dan lain-lain. Kelompok-kelompok sosial yang tidak teratur terdiri dari berbagai macam, antara lain:

1. Kerumunan (Crowd)
Kerumunan adalah individu yang berkumpul secara bersamaan serta kebetulan di suatu tempat dan juga pada waktu yang bersamaan. Bentuk-bentuk kerumunan antara lain:

  • Khalayak penonton atau pendengar yang formal (formal audiences) merupakan kerumunan-kerumunan yang mempunyai pusat perhatian dan persamaan tujuan, tetapi sifatnya pasif, contohnya menonton film; dan
  • Kelompok ekspresif yang telah direncanakan (planned expressive group), yaitu kerumunan yang pusat perhatiannya tidak begitu penting, tetapi mempunyai persamaan tujuan yang tersimpul dalam aktivitas kerumunan tersebut serta kepuasan yang dihasilkannya. Fungsinya adalah sebagai penyalur ketegangan-ketegangan yang dialami orang karena pekerjaan sehari-hari, contoh orang yang berpesta, berdansa, dan sebagainya.

2. Kerumunan yang bersifat sementara (Casual crowds)

  • Kumpulan yang kurang menyenangkan (inconvenient aggregations);
  • Dalam kerumunan itu, kehadiran orang-orang lain merupakan halangan terhadap tercapainya maksud seseorang. Contoh: orang-orang yang antre karcis, orang-orang yang menunggu bis, dan sebagainya;
  • Kerumunan orang yang sedang dalam keadaan panik (panic crowd), yaitu orang-orang yang bersama-sama menyelamatkan diri dari suatu bahaya; dan
  • Kerumunan penonton (spectator crowd) karena ingin melihat suatu kejadian tertentu. Kerumunan semacam ini hampir sama dengan khalayak penonton, tetapi bedanya adalah bahwa kerumunan penonton tidak direncanakan, sedangkan kegiatan-kegiatan juga pada umumnya belum tak terkendalikan.

3. Kerumunan yang berlawanan dengan norma-norma hukum:

  • Kerumunan yang bertindak emosional;
  • Kerumunan yang bersifat imoral.

Membership Group dan Reference Group

Pembedaan ini dilakukan oleh Robert K. Merton . Ia memusatkan perhatiannya pada kenyataan bahwa keanggotaan dalam suatu kelompok tidak berarti bahwa seseorang akan menjadikan kelompoknya menjadi acuan bagi cara bersikap, menilai, maupun bertindak. Kadang-kadang, perilaku seseorang tidak mengacu pada kelompok yang di dalamnya ia menjadi anggota, tetapi pada kelompok lain. Pandangan Merton tecermin dalam kalimat berikut ini,

“Reference groups are, in principle, almost innumerable: any of the groups of which one is a member, and these are comparatively few, as well as groups of which one is not a member, and these are, of course, legion, can become points of reference for shaping one’s attitudes, evaluations and behavior.”

Dari pernyataan Merton ini, tampak bahwa kelompok acuan berjumlah sangat banyak, dan mencakup bukan hanya kelompok yang di dalamnya orang menjadi anggota, melainkan juga sejumlah besar kelompok yang di dalamnya seseorang tidak menjadi anggota. Kelompok acuan yang berjumlah banyak tersebut menjadi acuan bagi sikap, penilaian, dan perilaku seseorang.

Merton menekankan bahwa dalam berperilaku dan bersikap seseorang dapat menunjukkan konformitas pada kelompok luar (out-group)—pada aturan dan nilai kelompok lain. Ini berarti bahwa orang tersebut tidak mengikuti aturan kelompok dalamnya *(nonconformity to the norms of the in-group). Merton pun membahas perubahan kelompok acuan manakala keanggotaan kelompok seseorang berubah.

Menurut Merton, gejala ini menarik karena kedua peristiwa tersebut tidak berlangsung pada saat yang bersamaan. Perubahan kelompok acuan sering mendahului perubahan keanggotaan kelompok. Seorang siswa kelas 3 SMU, misalnya, dalam berperilaku dan bersikap sering sudah berorientasi pada aturan dan nilai yang berlaku di kalangan perguruan tinggi meskipun secara resmi ia belum berstatus mahasiswa (belum berstatus anggota) dan masih menjadi siswa SMU. Perubahan orientasi yang mendahului perubahan keanggotaan kelompok seperti ini oleh Merton diberi nama “sosialisasi antisipatoris” (anticipatory socialization). Menurut Merton, proses sosialisasi antisipatoris ini mempunyai dua fungsi: membantu diterimanya seseorang dalam kelompok baru, dan membantu penyesuaian anggota baru dalam kelompok yang baru itu.

Kelompok Okupasional dan Volunteer

Kelompok okupasional adalah kelompok yang muncul karena semakin memudarnya fungsi kekerabatan. Kelompok ini timbul karena anggotanya memiliki pekerjaan yang sejenis. Contohnya kelompok profesi, seperti Asosiasi Sarjana Farmasi, Ikatan Dokter Indonesia, dan lain-lain.

Okupasional diambil dari kata okupasi yang berarti menempati tempat atau objek kosong yang tidak mempunyai penguasa. Dalam hal ini, dicontohkan kelompok tersebut adalah orang-orang yang dapat memonopoli suatu teknologi tertentu yang mempunyai patokan dan aturan tertentu, seperti halnya etika profesi, sedangkan volunteer adalah orang yang mempunyai kepentingan yang sama, namun tidak mendapat perhatian dari masyarakat.

Kelompok ini dapat memenuhi kepentingan-kepentingan anggotanya secara individual tanpa mengganggu kepentingan masyarakat secara umum. Adanya kelompok volunteer karena beberapa hal antara lain:

  • kebutuhan sandang dan pangan;
  • kebutuhan keselamatan jiwa dan raga;
  • kebutuhan akan harga diri;
  • kebutuhan untuk dapat mengembangkan potensi diri; dan
  • kebutuhan akan kasih sayang.

Masyarakat Pedesaan dan Masyarakat Perkotaan

1. Masyarakat Pedesaan

  • Warga pedesaan mempunyai hubungan erat dan mendalam ketimbang hubungan mereka dengan warga pedesaan lainnya;
  • Sistem kehidupan biasanya berkelompok berdasar kekeluargaan;
  • Warga pedesaan umumnya mengandalkan hidupnya dari pertanian;
  • Sistem gotong royong, pembagian kerja tidak berdasarkan keahlian;
  • Cara bertani sangat tradisional dan tidak efi sien karena belum mengenal mekanisasi dalam pertanian. Mereka bertani semata-mata untuk memenuhi kebutuhan hidup, bukan untuk bisnis; dan
  • Golongan orang tua dalam masyarakat pedesaan memegang peranan penting.

2. Masyarakat Perkotaan

  • Kehidupan keagamaan berkurang dibandingkan kehidupan agama di desa;
  • Orang kota lebih individual, dan kurang bergantung pada orang lain.
  • Pembagian kerja lebih tegas dan ada batas-batasnya;
  • Kemungkinan untuk mendapatkan pekerjaan lebih banyak;
  • Interaksi-interaksi berjalan berdasarkan kepentingan dan lebih rasional;
  • Jalan kehidupan yang cepat di kota mengakibatkan pentingnya faktor waktu; dan
  • Perubahan-perubahan sosial tampak dengan nyata di kotakota karena kota biasanya terbuka dalam menerima pengaruh dari luar.