Apa saja teori pengangguran?

pengangguran

Pengangguran adalah suatu keadaan di mana seseorang yang tergolong dalam angkatan kerja ingin mendapatkan pekerjaan tetapi belum dapat memerolehnya.

Apa saja teori pengangguran ?

Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang teori-teori pengangguran di Indonesia yaitu :

  1. Teori Klasik
    Teori Klasik menjelaskan pandangan bahwa pengangguran dapat dicegah melalui sisi penawaran dan mekanisme harga di pasar bebas supaya menjamin terciptanya permintaan yang akan menyerap semua penawaran. Menurut pandangan klasik, pengangguran terjadi karena mis-alokasi sumber daya yang bersifat sementara karena kemudian dapat diatasi dengan mekanisme harga (Gilarso: 2004).

    Jadi dalam teori klasik jika terjadi kelebihan penawaran tenaga kerja maka upah akan turun dan hal tersebut mengakibatkan produksi perusahaan menjadi turun. Sehingga permintaan tenaga akan terus meningkat karena perusahaan mampu melakukan perluasan produksi akibat keuntungan yang diperoleh dari rendahnya biaya tadi. Peningkatan tenaga kerja selanjutnya mampu menyerap kelebihan tenaga kerja yang ada di pasar, apabila harga relatif stabil (Tohar: 2000).

  2. Teori Keynes
    Dalam menanggapi masalah pengangguran teori keynes mengatakan hal yang berlawanan dengan teori klasik, menurut teori keynes sesungguhnya masalah pengangguran terjadi akibat permintaan agregat yang rendah. Sehingga terhambatnya pertumbuhan ekonomi bukan disebabkan oleh rendahnya produksi akan tetapi rendahnya konsumsi. Menurut Keynes, hal ini tidak dapat dilimpahkan ke mekanisme pasar bebas. Ketika tenaga kerja meningkat, upah akan turun hal ini akan merugikan bukan menguntungkan karena penurunan upah berarti menurunkan daya beli masyarakat terhadap barang-barang. Akhirnya produsen akan mengalami kerugian dan tidak dapat menyerap tenaga kerja.

    Keynes menganjurkan adanya campur tangan pemerintah dalam mempertahankan tingkat permintaan agregat agar sektor pariwisata dapat menciptakan lapangan pekerjaan (Soesastro, dkk, 2005). Perlu dicermati bahwa pemerintah hanya bertugas untuk menjaga tingkat permintaan agregat, sementara penyedia lapangan kerja adalah sektor wisata. Hal ini memiliki tujuan memertahankan pendapatan masyarakat agar daya beli masyarakat terjaga sehingga tidak memperparah resesi serta diharapkan mampu mengatasi pengangguran akibat resesi.

  3. Teori Kependudukan dari Malthus
    Teori Malthus menjelaskan bahwa pertumbuhan penduduk cenderung melampaui pertumbuhan persediaan makanan. Dalam dia punya esai yang orisinal, Malthus menyuguhkan idenya dalam bentuk yang cukup kaku. Dia mengatakan penduduk cenderung tumbuh secara “deret ukur” (misalnya, dalam lambang 1, 2, 4, 8, 16 dan seterusnya) sedangkan persediaan makanan cenderug tumbuh secara “deret hitung” (misalnya, dalam deret 1,2 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan seterusnya). Dalam karyanya yang terbit belakangan, Malthus menekankan lagi tesisnya, namun tidak sekaku semula, hanya saja dia berkata bahwa penduduk cenderung tumbuh secata tidak terbatas hingga mencapai bata persediaan makanan.

    Dari kedua uraian tersebut Malthus menyimpulkan bahwa kuantitas manusia akan terjerumus ke dalam kemiskinan kelaparan. Dalam janngka panjang tidak ada kemajuann teknologi yang mampuu mengalihkan keadaan karena kenaikan supply makanan terbatas sedangkan “pertumbuhan penduduk tak terbatas, dan bumi tak mampu memprodusir makanan untung menjaga kelangsungan hidup manusia”.

    Apabila ditelaah lebih dalam teori Malthus ini yang menyatakan penduduk cederung bertumbuh secara tak terbatas hingga mencapai batas persediaan makanan, dalam hal ini menimbulkan manusia saling bersaing dalam menjamin kelangsungan hidupnya dengan cara mencari sumber makanan, dengan persaingan ini maka akan ada sebagian manusia yang tersisih serta tidak mampu lagi memeroleh bahan makanan. Pada masyarakat modern diartikan bahwa semakin pesatnya jumlah penduduk akan menghassilkan tenaga kerja yang semakin banyak pula namun hal ini tidak diimbangi dengan kesempatan kerja yang ada. Karena jumlah kesempatan yang sedikit itulah maka manussia saling bersaing dalam memperoleh pekerjaan dan yang tersisih dalam persaingan tersebut menjadi golongan penganggur.

  4. Teori Sosiologi Ekonomi No-Marxian
    Berawal dari analisis Marx pada awal abad 20 tentang struktur dan proses ekonomi yang dapat dibayangkan sebagai sistem kapitalisme kompetitif. Industri kapitalis yang ada pada zaman itu tergolong masih kecil dan belum ada satupun yang memegang perekonomian dan mengendalikan pasar. Namun Marx yakin pada suatu saat apabila kapitalisme sudah muncul dengan demikian pesatnya maka akan memunculkan kompetisi antar industri yang menjadi semakin pesat dan kemudian menghasilkan sistem monopoli dari industri yang paling kuat dalam persaingan tersebut. Dengan munculnya monopoli modal ini maka akan ada satu perusahaaan besar yang akan mengendalikan perusahaan-perusahaan lain dalam perekonomian kapitalis.

    Dalam pengembangan analisis Marx yang dianut oleh para penganut Marxian yang baru ini konsep “kelas buruh “ tidak mendeskripsikan sekelompok orang atau sekelompok pekerjaan tertentu, tetapi lebih merupakan pembelian dan penjualan tenaga kerja. Para tenaga kerja tidak mempunyai alat produksi sama sekali sehingga segolongan orang terpaksa menjual tenaga mereka kepada sebagian kecil orang yang mempunyai alat produksi.