Apa saja teori gaya kepemimpinan?

teori gaya kepemimpinan

Para pemimpin dalam menjalankan tugasnya tidak hanya bertanggungjawab kepada atasannya, pemilik, dan tercapainya tujuan organisasi, mereka juga bertanggungjawab terhadap masalah-masalah internal organisasi termasuk didalamnya tanggungjawab terhadap pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia. Secara eksternal, para pemimpin memiliki tanggungjawab sosial kemasyarakatan atau akuntabilitas publik.

Apa saja teori gaya kepemimpinan ?

pada dasarnya teori-teori kepemimpinan mencoba menerangkan dua hal yaitu, faktor-faktor yang terlibat dalam pemunculan kepemimpinan dan sifat dasar dari kepemimpinan. Penelitian tentang dua masalah ini lebih memuaskan daripada teorinya itu sendiri. teori kepemimpinan banyak dipengaruhi oleh penelitian Galton tentang latar belakang dari orang- orang terkemuka yang mencoba menerangkan kepemimpinan berdasarkan warisan. Beberapa penelitian lanjutan, mengemukakan individu-individu dalam setiap masyarakat memiliki tingkatan yang berbeda dalam inteligensi, energi, dan kekuatan moral serta mereka selalu dipimpin oleh individu yang benar-benar superior.

teori kepemimpinan dengan sudut pandang “Personal-Situasional”. Hal ini disebabkan, pandangannya tidak hanya pada masalah situasi yang ada, tetapi juga dilihat interaksi antar individu maupun antar pimpinan dengan kelompoknya. Teori kepemimpinan yang dikembangkan mengikuti tiga teori diatas, adalah Teori Interaksi Harapan. Teori ini mengembangkan tentang peran kepemimpinan dengan menggunakan tiga variabel dasar yaitu; tindakan, interaksi, dan sentimen. Asumsinya, bahwa peningkatan frekuensi interaksi dan partisipasi sangat berkaitan dengan peningkatan sentimen atau perasaan senang dan kejelasan dari norma kelompok. Semakin tinggi kedudukan individu dalam kelompok, maka aktivitasnya semakin sesuai dengan norma kelompok, interaksinya semakin meluas, dan banyak anggota kelompok yang berhasil diajak berinteraksi.

House pada tahun 1970 mengembangkan Teori Kepemimpinan yang Motivasional. Fungsi motivasi menurut teori ini untuk meningkatkan asosiasi antara cara-cara tertentu yang bernilai positif dalam mencapai tujuan dengan tingkahlaku yang diharapkan dan meningkatkan penghargaan bawahan akan pekerjaan yang mengarah pada tujuan. Pada tahun yang sama Fiedler mengembangkan Teori Kepemimpinan yang Efektif. Dikemukakan, efektivitas pola tingkahlaku pemimpin tergantung dari hasil yang ditentukan oleh situasi tertentu. Pemimpin yang memiliki orientasi kerja cenderung lebih efektif dalam berbagai situasi. Semakin sosiabel interaksi kesesuaian pemimpin, tingkat efektivitas kepemim-pinan makin tinggi.

Teori kepemimpinan berikutnya adalah Teori Humanistik dengan para pelopor Argryris, Blake dan Mouton, Rensis Likert, dan Douglas McGregor. Teori ini secara umum berpendapat, secara alamiah manusia merupakan “motivated organism”. Organisasi memiliki struktur dan sistem kontrol tertentu.

Teori kepemimpinan lain adalah Teori Perilaku Kepemimpinan. Teori ini menekankan pada apa yang dilakukan oleh seorang pemimpin. Dikemukakan, terdapat perilaku yang membedakan pemimpin dari yang bukan pemimpin. Jika suatu penelitian berhasil menemukan perilaku khas yang menunjukkan keberhasilan seorang pemimpin, maka implikasinya ialah seseorang pada dasarnya dapat dididik dan dilatih untuk menjadi seorang pemimpin yang efektif. Teori ini sekaligus menjawab pendapat, pemimpin itu ada bukan hanya dilahirkan untuk menjadi pemimpin tetapi juga dapat muncul sebagai hasil dari suatu proses belajar.

Teori Gaya Kepemimpinan

Menurut Istijanto (2006), gaya kepemimpinan seseorang umumnya berdasarkan dua pertimbangan, yaitu:

  1. Kepemimpinan atas dasar struktur . Kepemimpinan yang menekankan struktur tugas dan tanggung jawab yang harus dijalankan dimana meliputi tugas pokok, fungsi, tanggung jawab, prestasi kerja dan ide (gagasan).

  2. Kepemimpinan berdasarkan pertimbangan . Kepemimpinan yang menekankan gaya kepemimpinan yang memberikan perhatian atas dukungan terhadap bawahan dimana meliputi peraturan, hubungan kerja dan etika.

Sedangkan menurut Purnomo dan Wijayanti (2013), gaya kepemimpinan bersumber dari beberapa teori, yaitu:

  1. Teori Bakat (traits) . Teori yang mencari karakter atau kepribadian, sosial, fisik, atau intelektual yang membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Bakat (traits) di-definisikan sebagai kecenderungan yang dapat diduga, yang mengarahkan perilaku individu berbuat dengan cara yang konsisten dan khas.

  2. Teori Perilaku . Teori perilaku kepemimpinan, yaitu teori-teori yang mengemukakan bahwa perilaku spesifik membedakan pemimpin dari bukan pemimpin. Kebanyakan perilaku kepemimpinan yang digambarkan oleh bawahan sebagai struktur prakarsa (initiating structure) dan pertimbangan (consideration), yaitu mempertimbangkan perasaan dan kesejahteraan para bawahan.

  3. Teori Situasional . Gaya situasional yang dikaitkan dengan tugas dan hubungan. Yang dimaksud dengan gaya situasional dikaitkan dengan tugas dan hubungan, yaitu bahwa seorang manajer atau pemimpin akan menggunakan gaya tertentu, tergantung pada apa yang menonjol, tugas atau hubungan.

Teori Kepemimpinan


Menurut Vietzal Rivai dalam buku Kepemimpinan Dan Prilaku Organisasi mengatakan ada beberapa teori yang mendukung dari diri seorang pemimpin, teori tersebut antara lain adalah;

  • Teori Sifat
    Teori sifat merupakan teori yang menjelaskan Sifat-sifat yang melekat dalam diri seorang pemimpin yang akan mewarnai tingkah laku, perbuatan, tindakan dan keputusan-keputusan yang diambilnya. Sifat merupakan tumpuan dan modal dasar untuk memberikan energi dalam kepemimpinannya. Pemimpin dapat mencapai efektifitas dengan mengembangkan sifat- sifat yang dimiliki.

  • Teori Perilaku
    Di akhir tahun 1940-an para peneliti mulai mengeksplorasi pemikiran bahwa bagaimana perilaku seseorang dapat menentukan keefektifan kepemimpinan seseorang. Dan mereka menemukan sifat-sifat, mereka meneliti pengaruhnya pada prestasi dan kepuasan dari pengikut-pengikutnya.

  • Teori kepemimpinan situasional
    Suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin memahami perilakunya, sifat-sifat bawahannya, dan situasi sebelum menggunakan gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini mensyaratkan pemimpin untuk memiliki keterampilan diagnostik dalam perilaku manusia.

Teori Kelahiran Pemimpin


Menurut Djanalis Djanaid dalam buku Prilaku Dalam Organisasi mengatakan ada tiga teori tentang lahirnya pemimpin yaitu sebagai berikut;

  • Teori keturunan adalah bahwa pemimpin itu muncul karena sifat yang dibawanya sejak lahir. Ini berarti seseorang akan menjadi pemimpin karena ia telah dilahirkan dengan bakat kepemimpinannya.

  • Teori pengaruh lingkungan adalah teori ini menyebutkan bahwa pemimpin dibentuk karena lingkungan hidupnya bukan karena keturunan. Ini berarti seseorang mampu menjadi pemimpin apabila diberi kesempatan.

  • Teori kelompok campuran adalah pemimpin itu memiliki bakat sejak lahir kemudian berkembang melalui pendidikan dan pengalaman terutama dalam berinteraksi kepada orang lain

Seorang pemimpin dapat melakukan berbagai cara dalam kegiatan mempengaruhi orang lain atau bawahan agar mau melakukan apa yang diperintahnya. Hal ini penting karena bagaimanapun seorang pemimpin mempunyai peran sebagai figur yang dapat dijadikan contoh oleh para bawahannya.

Selain itu, Pemimpin juga disebut-sebut sebagai leader yang berfungsi melakukan hubungan interpersonal dengan bawahannya dengan cara memimpin, memotivasi, mengembangkan, dan mengendalikan para bawahannya supaya bekerja sesuai dengan wewenang dan tanggungjawabnya masing-masing.

Menurut Nawiwi (2006) teori kepemimpinan dapat dibedakan menjadi empat yaitu teori sifat, teori perilaku, teori situasional dan teori atribusi. Adapun penjelasan beberapa poin diatas, akan diuraikan dibawah ini.

  1. Teori Sifat
    Studi awal tentang kepemimpinan dilakukan pada tahun 1940an - 1950an, memusatkan perhatian pada sifat-sifat dari pemimpin. Para peneliti mencoba menemukan karakteristik-karakteristik individual yang membedakan pemimpin yang berhasil dan karakteristik-karakteristik seperti kepribadian, emosional, fisik, intelektual dan akhirnya mencoba mengaitkan karakteristik-karakteristik individual lainnya dari pemimpin yang berhasil dimasa lampau.

    Ralph Stogdill mengidentifikasi enam klasifikasi dari system kepemimpinan, yaitu:

  • Karakteristik fisik diantaranya seperti umur, penampilan, tinggi dan berat badan, telah dipelajari pada berbagai penelitian awal tentang kepemimpinan.

  • Latar belakang sosial ekonomi dari pemimpin telah memfokuskan pada faktor-faktor seperti pendidikan, status sosial, dan mobilitas

  • Intelegensia yakni pemimpin memiliki kemampuan lebih tinggi dalam memutuskan, lebih tegas, pengetahuannya lebih luas dan berbicara lebih fasih.

  • Kepribadian yakni kepemimpinan menyarankan bahwa pemimpin yang efektif berkaitan dengan faktor-faktor kepribadian seperti kewaspadaan, kepercayaan diri, dan integritas pribadi.

  • Karakteristik hubungan tugas yaitu pemimpin memiliki ciri-ciri seperti kebutuhan akan prestasi yang tinggi, inisiatif, dan orientasi tugas yang tinggi. pemimpin yang gagal.

  • Karakteristik sosial yakni pemimpin umumnya aktif terlibat dalam berbagai aktifitas, bergaul secara luas dengan semua orang, dan bekerja sama dengan orang lain.

  1. Teori Perilaku
    Berbeda dengan teori sifat, pendekatan perilaku dipusatkan pada efektifitas pemimpin, bukan pada penampilan dari pemimpin tersebut. Teori perilaku menekankan pada dua gaya kepemimpinan yaitu gaya kepemimpinan berorientasi tugas (task orientation) dan orientasi pada karyawan (employ orientation).

    Orientasi tugas adalah perilaku pimpinan yang menekankan bahwa tugas-tugas dilaksanakan dengan baik dengan cara mengarahkan dan mengendalikan secara ketat bawahannya. Orientasi karyawan adalah perilaku pimpinan yang menekankan kepada bawahan dalam melaksanakan tugasnya dengan melibatkan bawahan dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan tugasnya, dan mengembangkan hubungan yang bersahabat saling percaya mempercayai dan saling menghormati diantara anggota kelompok.

  2. Teori Situasional
    Salah satu tujuan manajer yang penting adalah mendiagnose dan menilai factor-faktor yang mempengaruhi efektifitas kepemimpinannya. Mendiagnose meliputi identifikasi dan memahami faktor-faktor yang berpengaruh. Situasi yang perlu didiagnose oleh manajer meliputi empat bidang yaitu:

  • Karakteristik manajerial yang terdiri dari kepribadian, kebutuhan dan motivasi, serta pengalaman masa lampau dan penguatan

  • Faktor bawahan yang terdiri dari kepribadian, kebutuhan dan motivasi, serta pengalaman masa lampau dan penguatan

  • Faktor kelompok yang terdiri dari tingkat perkembangan kelompok, struktur kelompok, dan tugas kelompok

  • Faktor organisasi yang terdiri dari basis kekuasaan, aturan dan prosedur, profesionalisme, dan desakan waktu.

  1. Model Keatribusian
    Pemimpin pada dasarnya adalah pengolah informasi, dengan demikian pemimpin akan mencari berbagai informasi tentang mengapa sesuatu ini terjadi, dan mencoba mencari penyebabnya yang akan dipergunakan sebagai pedoman perilaku pemimpin.
Referensi

http://digilib.uinsby.ac.id/14173/29/Bab%202.pdf

Macam-macam teori dan pendekatan dalam organisasi tercermin dalam munculnya beragam teori dan pendekatan, Studi kepemimpinan menurut Robbins (2003) dibagi dalam tiga kelompok teori atau pendekatan yaitu teori sifat, teori perilaku, teori kemungkinan.

1. Teori Sifat

Salah satu kepemimpinan yang pertama adalah teori sifat atau teori pembawaan Stogdill yang memaparkan intelegensia, kepribadian serta kemampuan seseorang. Teori sifat ini yang membedakan ciri pembawaan (trait) atau sifat antara pemimpin dan seorang yang bukan pemimpin. Serta memiliki asumsi bahwa seorang pemimpin dan sifat kepemimpinannya itu dibawa sejak lahir dan bukan dipelajari.

2. Teori Perilaku ( Behavior )

Teori Perilaku ( Behavior ) adalah teori kepemimpinan yang menjelaskan ciri-ciri perilaku seorang pemimpin dan seorang yang bukan pemimpin. Menurut Robbins (2003) ada berbagai aliran dan teori perilaku :

  • Studi Ohio State University

Mengemukakan mengenai dua kategori atau dimensi perilaku kepemimpinan yaitu struktur evaluasi atau sejauh mana seorang pemimpin memiliki kemungkinan untuk mendefinisikan dan menstruktur peran mereka dan peran bawahan dalam upaya mencapai tujuan dan pertimbangan sejauh mana pemimpin berkemungkinan mempunyai hubungan pekerjaan yang dicirikan dengan saling percaya,menghargai gagasan bawahan dan memperhatikan perasaan mereka.

  • Studi University of Michigan

Studi ini membedakan antara pemimpin yang berorientasi pada karyawan atau berorientasi pada hubungan antar pribadi dan pemimpin yang berorientasi pada produksi dan tugas.

  • The Managerial Grid

Teori kepemimpinan yang dikenal dengan kisi-kisi manajerial atau the managerial grid yang merupakan tulisan dari Black dan Mouton membagi kepemimpinan dalam sebuah matrik dimana garis vertical dan ordinat melihat pada pertumbuhan manusia dan horizontal serta absis melihat pada produksi.

3. Teori Kemungkinan

Meliputi beberapa teori antara lain :

  • Teori Kontingensi Model Fiedler yang dikemukakan oleh Fred Fiedler (dalam Nugraheni, 2005) menyatakan bahwa kelompok efektif tergantung pada padanan yang tepat antara gaya interaksi dari si pemimpin dengan sampai tingkat mana situasi itu memberikan kendali dan pengaruh pada pemimpin.
  • Teori Situasional Hersey and Blanchard (dalam Akhirudin, 2005) yang menekankan pada gaya kepemimpinan dan kesiapan para bawahan yang harus cocok. Teori ini juga disarankan pada tinggi rendahnya perilaku hubungan dan perilaku tugas menuju efektivitas.
  • Teori Pertukaran Pemimpin – Anggota ( Leader Member Exchange / LME) Dikemukakan oleh Graen (dalam Nugraheni 2005) bahwa pemimpin menciptakan kelompok dalam dan luar.
  • Teori Jalur Tujuan ( Path Goal theory ) yang dikemukakan oleh house (dalam Robbins, 2003) menjelaskan bahwa kepemimpinan sebagai keefektifan pemimpin yang tergantung dari bagaimana pemimpin memberi pengarahan, motivasi dan bantuan untuk menggapai tujuan para pengikutnya.
  • Model Partisipasi Pemimpin ( Leader Participation Model ) yang dikembangkan oleh Victor Vroom dan Philip Yetton merupakan suatu teori kepemimpinan yang memberi seperangkat aturan untuk menentukan ragam dan banyaknya pengambilan keputusan partisipatif dalam situasi yang berlainan.

Konsep seorang pemimpin pendidikan tentang kepemimpinan dan kekuasan
yang memproyeksikan diri dalam bentuk sikap, tingkah laku dan sifat.
Kegiatan kepemimpinan yang dikembangkan dalam lembaga pendidikan
atau unit administrasi pendidikan yang dipimpinnya akan mempengaruhi situasi kerja, mempengaruhi kerja anggota staf, sifat, hubungan-hubungan kemanusian diantara sesama, dan akan mempengaruhi kualitas hasil kerja yang mungkin dapat dicapai oleh lembaga atau unit administrasi pendidikan tersebut.
Setiap pemimpin dalam menjalankan kepemimpinannya mempunyai cara
dan gaya. Pemimpin itu mempunyai sifat, kebiasaan, temperamen, watak dan
kepribadian sendiri yang khas, sehingga tingkah laku dan gayanya yang
membedakan dirinya dari orang lain. Gaya hidupnya ini pasti akan mewarnai
perilaku dan tipe kepemimpinannya. Ada pemimpin yang keras dan represif,
tidak persuasif, sehingga bawahan bekerja disertai rasa ketakutan, ada pula
pemimpin yang bergaya lemah lembut dan biasanya disenangi oleh bawahan.

Kegagalan atau keberhasilan yang dipimpin dalam melaksanakan tugastugas perkerjaannya menunjukkan kegagalan atau keberhasilan pemimpin itu sendiri. Raph White dan Ronald Lippitt menyatakan bahwa gaya kepemimpinan adalah suatu gaya yang digunakan oleh seorang pemimpin untuk mempengaruhi bawahan. Adapun gaya kepemimpinan tersebut adalah: Gaya pemimpin yang otokratis yang didasarkan atas kekuatan pada tangan seseorang, gaya
kepemimpinan demokratis hanya memberi perintah setelah mengadakan
konsultasi terlebih dahulu dengan bawahan, gaya kepemimpinan laissez faire
tidak pernah mengendalikan bawahaannya sepenuhnya. Istilah gaya secara kasar
adalah sama dengan cara yang dipergunakan pemimpin didalam mempengaruhi
para pengikutnya. Kepemimpinan suatu organisasi perlu mengembangkan staf
dan membangun iklim motivasi yang menghasilkan tingkat produktifitas yang
tinggi, maka pemimpin perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. “Gaya kepemimpinan merupakan norma perilaku yang digunakan oleh seseorang pada
saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku orang lain”.

Menurut Robbins dalam buku Management Seven Edition yang dialih bahasa oleh T Hermaya ada beberapa gaya atau Style kepemimpinan yang banyak mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin dalam mempengaruhi perilaku pengikut-pengikutnya, diantaranya:

  1. Tipe Otokrasi/ Otoriter
    Otokrasi berasal dari kata oto yang berarti sendiri dan kratos berarti
    pemerintah. Jadi otokrasi adalah mempunyai pemerintah dan menentukan
    sendiri.13 Otokrasi merupakan Pemerintahan atau kekuasaan yang dipegang
    oleh seseorang yang berkuasa secara penuh dan tidak terbatas masanya.
    Sedangkan yang memegang kekuasaan disebut otokrat yang biasanya dijabat
    oleh pemimpin yang berstatus sebagai raja atau yang menggunakan sistem
    kerajaan.
    Sedangkan di lingkungan sekolah bukan raja yang menjadi pemimpin
    akan tetapi kepala sekolah yang memiliki gaya seperti raja yang berkuasa
    mutlak dan sentral dalam menentukan kebijaksanaan sekolah. Adapun
    Secara sederhana, gaya kepemimpinan kepala sekolah yang bertipe otokrasi
    mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
    a. Pemimpin (kepala sekolah) mempunyai wewenang penuh terhadap
    kebijakan dan penetapan peraturan sekolah/Sekolah
    b. Teknik dan langkah-langkah aktivitas ditentukan oleh pemimpin sehingga membatasi kreativitas.
    c. Pemimpin biasanya mendikte tugas pekerjaan khusus dan teman sekerja
    setiap anggota.
    d. Pemimpin cenderung bersikap pribadi atau tidak mau menerima kritikan
    dari bawahannya.
    Jadi gaya otoriter, semua kebijaksanaan ditetapkan pemimpin,
    sedangkan bawahan tinggal melaksanakan tugas. Semua perintah, pemberian
    dan pembagian tugas dilakukan tanpa ada konsultasi dan musyawarah dengan
    orang-orang yang dipimpin. Pemimpin juga membatasi hubungan dengan
    stafnya dalam situasi formal dan tidak menginginkan hubungannya yang
    penuh keakraban, keintiman serta ramah tamah. “Kepemimpinan otokrasi ini
    mendasarkan diri pada kekuasaan dan paksaan yang selalu harus dipatuhi.
    Pemimpin selalu mau berperan sebagai pemain tunggal pada “one an show”.16
    Pemimpin otokrasi, dalam membawa pengikutnya ketujuan dan cita-cita
    bersama, memegang kekuasaan yang ada pada gaya secara mutlak. Dalam
    gaya ini pemimpin sebagai penguasa dan yang dipimpin sebagai yang
    dikuasai. Termasuk dalam gaya ini adalah pemimpin yang mengatakan
    segala sesuatu harus dikerjakan oleh pengikutnya.
    Yang dilakukan oleh pemimpin model ini, hanyalah memberi perintah,
    aturan, dan larangan. Para pengikutnya harus tunduk, taat dan melaksanakan
    tampa banyak pertanyaan. Dalam gaya ini, mereka yang dipimpin dibiasakan
    setia kepada perintah dan dengan betul-betul kritis, dimana kesempatan mereka yang dipimpin dibawah kekuasaan orang yang memimpin.

  2. Tipe Laissez-Faire
    Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan
    kepemimpinannya, dia membiarkan bawahannya berbuat sekehendaknya.
    Pemimpin sama sekali tidak member control dan koreksi terhadap pekerjaan
    bawahannya. Pembagian tugas dan kerjasama diserahkan sepenuhnya kepada
    bawahannya tanpa petunjuk dan saran-saran dari pemimpin.20
    Kepala sekolah sebagai pemimpin bertipe laissez faire menghendaki
    semua komponen pelaku pendidikan menjalankan tugasnya dengan bebas.
    Oleh karena itu tipe kepemimpinan bebas merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang
    telah ditetapkan dengan cara berbagai kegiatan diserahkan pada bawahan.
    Karena arti lassez sendiri secara harfiah adalah mengizinkan dan faire adalah
    bebas. Jadi pengertian laissez-faire adalah memberikan kepada orang lain
    dengan indikator kebebasan, termasuk bawahan untuk melaksanakan tugasnya
    dengan bebas sesuai dengan kehendak bawahan dan tipe ini dapat dilaksanakan di sekolah yang memang benar–benar mempunyai sumber daya
    manusia maupun alamnya dengan baik dan mampu merancang semua
    kebutuhan sekolah dengan mandiri.
    Pada gaya kepemimpinan laissez faire ini sang pemimpin praktis tidak
    memimpin, sebab ia membiarkan kelompoknya berbuat semau sendiri. Dalam
    rapat sekolah, kepala sekolah menyerahkan segala sesuatu kepada para tenaga
    kependidikan, baik penentuan tujuan, prosedur pelaksanaan, kegiatan-kegiatan
    yang akan dilakukan, serta sarana dan prasarana yang akan digunakan. Kepala
    sekolah bersifat pasif, tidak ikut terlibat langsung dengan tenaga pendidikan,
    dan tidak mengambil inisiatif apapun

  3. Tipe Demokratis
    Kepemimpinan demokratis adalah kepemimpinan berdasarkan
    demokrasi yang pelaksanaannya disebut pemimpin partisipasi (partisipative
    leadership). “Kepemimpinan partisipasi adalah suatu cara pemimpin yang
    kekuatannya terletak pada partisipasi aktif dari setiap warga kelompok “. Bentuk kepemimpinan ini menempatkan manusia sebagai faktor utama
    dan terpenting. Setiap orang akan dihargai dan dihormati sebagai manusia
    yang memiliki kemampuan, kemauan, pikiran, minat, perhatian dan
    pendapat yang berbeda antarsatu dengan yang lainnya. Oleh karena itu setiap
    orang harus dimanfaatkan dengan mengikutsertakannya dalam semua kegiatan
    organisasi. Keikutsertaan itu disesuaikan dengan posisinya yang masingmasing memiliki wewenang dan tanggung jawab bagi tercapaianya tujuan
    bersama. Dalam suasana kerja kepemimpinan yang demokratis sebagian besar
    atau hampir seluruh kebijakan dan keputusan-keputusan penting berasal dan
    disesuaikan dengan tuntutan-tuntutan situasi kelompok, dimana pemimpin
    bersama-sama dengan anggota kelompok ambil bagian secara aktif di dalam
    perumusan kebijakan umum, keputusn-keputusan penting dan program
    lembaga kerja itu.

  4. Gaya Kepemimpinan Situasional
    Gaya kepemimpinan, Secara langsung maupun tidak langsung
    mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan produktivitas kerja
    karyawan atau pegawai. Hal ini didukung oleh Sinungan (1987) yang
    menyatakan bahwa gaya kepemimpinan yang termasuk di dalam lingkungan
    organisasi merupakan faktor potensi dalam meningkatkan produktivitas kerja.
    Dewasa ini, banyak para ahli yang menawarkan gaya Kepemimpinan yang
    dapat meningkatkan produktivitas kerja karyawan, dimulai dari yang paling
    klasik yaitu teori sifat sampai kepada teori situasional. Dari beberapa gaya
    yang di tawarkan para ahli di atas, maka gaya kepemimpinan situasionallah
    yang paling baru dan sering di gunakan pemimpin saat ini. Gaya
    kepemimpinan situasional dianggap para ahli manajemen sebagai gaya yang
    sangat cocok untuk diterapkan saat ini. Sedangkan untuk bawahan yang
    tergolong pada tingkat kematangan yaitu bawahan yang tidak mampu tetapi
    berkemauan, maka gaya kepemimpinan yang seperti ini masih pengarahan. arena kurang mampu, juga memberikan perilaku yang mendukung. Dalam hal
    ini pimpinan atau pemimpin perlu membuka komunikasi dua arah (two way
    communications), yaitu untuk membantu bawahan dalam meningkatkan
    motivasi kerjanya. Selanjutnya, yang mampu tetapi tidak mau melaksanakan
    tugas atau tangung jawabnya. Bawahan seperti ini sebenarnya memiliki
    kemampuan untuk melakukan pekerjaan, akan tetapi kurang memiliki kemauan
    dalam melaksanakan tugas. Untuk meningkatkan produktivitas kerjanya, dalam
    hal ini pemimpin harus aktif membuka komunikasi dua arah dan
    mendengarkan apa yang diinginkan oleh bawahan. Sedangkan gaya delegasi
    adalah gaya yang cocok diterapkan pada bawahan yang memiliki kemauan juga
    kemampuan dalam bekerja. Dalam hal ini pemimpin tidak perlu banyak
    memberikan dukungan maupun pengarahan, karena dianggap bawahan sudah
    mengetahui bagaimana, kapan dan dimana mereka barus melaksanakan tugas
    atau tangung jawabnya. Dengan penerapan gaya kepemimpinan situasional ini,
    maka bawahan atau pegawai merasa diperhatikan oleh pemimpin, sehingga
    diharapkan produktivitas kerjanya akan meningkat.
    Situational Laedership is base on an interplay among (I) the amount of
    guidance and direction (task behavior) a leader give; (2) the amount of
    socioemotional support (relation behavior) a leader provides; and (3) the
    readiness (maturity) level that followers exhibit in performing a specific task,
    function or objective. Kepemimpinan situasional didasarkan pada saling
    pengaruh antara (1) sejumlah petunjuk dan pengarahan (perilaku tugas) yang
    pemimpin berikan; (2) sejumlah dukungan emosional (perilaku hubungan)
    yang pemimpin berikan; dan (3) tingkat kesiapsiagaan (kematangan) yang para
    bawahan tunjukkan dalam melaksanakan tugas khusus, fungsi atau sasaran.
    Model Kepemimpinan Situasional oleh Hersey-Blanchard, yaitu, Suatu
    pendekatan terhadap kepemimpinan yang menyatakan bahwa pemimpin
    memahami perilaku, sifat-sifat dan situasi bawahannya sebelum ia
    menggunakan suatu gaya kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini mensyaratkan
    pemimpin untuk memiliki keterampilan mendiagnostik perilaku manusia.
    Hersey dan Blanchard mengemukakan pula bahwa, kepemimpinan situasional
    merupakan suatu teori kemungkinan yang memusatkan perhatian pada para
    pengikutnya, dan bersifat tergantung pada tingkat kesiapan atau kedewasaan
    para pengikutnya. Yang dimaksud dengan kesiapan para pengikut adalah
    “sejauh mana mereka mempunyai kemampuan dan kesediaan untuk
    menyelesaikan suatu tugas dan tanggung jawab tertentu, bagi pengarahan
    perilaku mereka sendiri”. Menurut Hersey, teori kepemimpinan situasional pada hakikatnya memandang hubungan pemimpin- pengikut sebagai analogi hubungan orang tua dan anak. Paul Hersey dan Kenneth Blanchard mengembangkan suatu
    model kepemimpinan yang telah memperoleh pengikut yang kuat di kalangan
    spesialis pengembangan manajemen.

Referensi:
Dirawat Dkk, 1971. Pemimpin Pendidikan Dalam Rangka Pertumbuhan Djabatan GuruGuru,Malang; Terbitan ke-IV, h.49
Anggraini Naskawati, 2003. Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan Kepala sekolah, Kemampuan Mengajar dan Disiplin kerja guru dengan Prestasi Belajar Siswa Lanjutan Tingkat Pertama Negeri Dikota Mataram NTB. Tesis Tidak Diterbitkan. Universitas Negeri Malang, h. 94