Apa Saja Syarat-syarat dan Ketentuan Dilakukannya Penghentian Penyidikan?

Memeriksa tersangka merupakan bagian dari penyidikan. Dalam praktiknya, bisa saja polisi menetapkan seseorang sebagai tersangka terlebih dahulu, melakukan penyidikan, kemudian melakukan penghentian penyidikan atau SP3 karena hal-hal yang dimaksud dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP. Hal ini tergantung dari kasus itu sendiri. Lalu kondisi seperti apa yang dapat dilakukan penghentian penyidikan oleh penyidik?

Setiap penyidikan perkara pidana, tidak tertutup kemungkinan menemukan jalan buntu sehingga tidak mungkin lagi melanjutkan penyidikan. Dalam situasi demikian, penyidik diberi kewenangan untuk melakukan penghentian penyidikan. KUHAP menyebutkan secara terbatas alasan yang dipergunakan untuk menghentikan penyidikan. Alasan terbatas ini harus dapat dipertanggungjawabkan di depan persidangan bila ada pihak yang berwenang mengajukan gugatan praperadilan. Alasan penghentian penyidikan diatur dalam Pasal 109 ayat (2) yaitu karena tidak cukup bukti, atau peristiwa tersebut bukan peristiwa pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum.

Berdasarkan uraian diatas, maka penghentian penyidikan dapat dirumuskan sebagaimana berikut, yaitu :

Tindakan penyidik menghentikan penyidikan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana karena untuk membuat suatu terang peristiwa itu dan menentukan pelaku pelaku sebagai tersangkanya tidak terdapat cukup bukti atau bukti, atau dari hasil penyidikan diketahui bahwa peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum.

Berdasarkan uraian diatas, berikut lebih lanjut uraian mengenai alasan penghentian penyidikan, yaitu :

1. Karena Tidak Cukup Bukti

Penyidikan yang tidak memperoleh cukup bukti dan menuntut tersangka untuk membuktikan kesalahan tersangka di depan persidangan maka penyidik berwenang menghentikan penyidikan. Mengenai cukup atau tidaknya bukti dikaitkan dengan ketentuan Pasal 183 KUHAP yang menyatakan :

Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali dengan adanya minimal dua alat bukti dan dari alat bukti itu ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan terdakwalah pelakunya.

Menurut Pasal 184 ayat (1) KUHAP yang dinamakan alat bukti yang sah ialah keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. Terhadap penghentian karena alasan tidak cukup bukti, perkara pidana tidak digolongkan sebagai nebis in idem. Karena keputusan penghentian penyidikan bukan merupakan putusan badan peradilan. Jika dikemudian hari ditemukan bukti-bukti baru yang dapat menjadi dasar penuntutun, penyidikan atas perkara pidana dapat dibuka kembali.

2. Karena Bukan Merupakan Tindak Pidana

Penyidikan telah dilakukan dan ternyata terungkap fakta-fakta yang tadinya dipersangkakan perbuatan pidana namun ternyata bukan perbuatan pidana, maka penyidik harus menghentikan penyidikan. Terhadap penghentian penyidikan dengan alasan bukan perkara pidana, penyidik tidak dapat mengadakan penyidikan ulang karena perkara tersebut bukan merupakan lingkup hukum pidana. Kecuali bila ditemukan indikasi yang kuat membuktikan sebaliknya.

3. Penyidikan Dihentikan Demi Hukum.

Penghentian penyidikan demi hukum ini dikaitkan dengan alasan-alasan hukum yang mengakibatkan penyidikan tidak dapat dilanjutkan, yaitu :

  • Hapusnya hak menuntut pidana karena nebis in idem. Seseorang tidak dapat dituntut untuk kedua kalinya atas dasar perbuatan yang sama, dimana perbuatan tersebut sudah pernah diadili dan telah diputus perkaranya oleh hakim pengadilan.

  • Dalam hal delik aduan tidak diajukan pengaduan. Jika orang yang bersangkutan dalam tindak pidana aduan yaitu korban tidak mengajukan pengaduan maka penyidik tidak diperbolehkan untuk melakukan penyidikan. Hal ini dikaitkan dengan larangan penuntutan dalam tindak pidana aduan tanpa adanya aduan seperti yang diatur dalam Pasal 72 KUHAP. Hal ini juga kadang berkaitan dengan kepentingan pribadi korban yang merasa keberatan jika perkaranya diketahui orang banyak.

  • Daluarsa (lewat waktu). Setelah melewati tenggang waktu tertentu, terhadap suatu tindak pidana tidak dapat dilakukan penuntutan dengan alasan tindak pidana tersebut telah melewati batas waktu atau daluarsa. Dengan gugurnya hak menuntut pidana maka tidak ada alasan lagi kepada penyidik untuk melakukan penyidikan. Mengenai masalah daluarsa diatur dalam ketentuan Bab VIII Pasal 78 sampai Pasal 82 tentang hapusnya hak menuntut pidana dan menjalankan pidana.

  • Tersangka pelaku tindak pidana meninggal dunia… Asas dari pemidanaan adalah kesalahan, seseorang tidak dapat dipidana tanpa adanya kesalahan. Jika tersangka pelaku tindak pidana meninggal dunia maka kesalahannya terkubur bersama dirinya dan tidak diwariskan pada ahli warisnya. Sehingga jika pada waktu penyidikan tersangka meninggal dunia, maka penyidikan terhadap tersangka harus dihentikan sesuai dengan Pasal 83 KUHAP.

  • Tersangka menderita sakit jiwa. Seorang penderita sakit jiwa, baik yang terus-menerus maupun yang kumat- kumatan secara hukum tidak mampu mepertanggung jwabkan perbuatannya. Tidak dapat diketahui dengan pasti apakah perbuatannya itu dilakukan secara sadar atau tidak, dan apakah ia paham akibat dari perbuatan yang akan dilakukannya. Hal ini diatur pada Pasal 44 KUHAP. Dalam hal penghentian penyidikan dengan alasan hukum ini tidak dapat melakukan penyidikan ulang. Kecuali ternyata terdapat bukti yang kuat ternyata keadaan tersebut rekayasa pelaku.

Asas dominus litis memberi wewenang kepada penuntut umum untuk memonopoli penuntututan sehingga penuntut umum berwenang melakukan setiap tindakan yang berhubungan dengan penuntutan sesuai dengan pertimbangan atau kebijakannya dan atau Undang-Undang. Penghentian penyidikan merupakan salah satu tindakan yang berhubungan dengan kebijakan penuntutan. Dikatakan berhubungan karena tujuan penyidikan ialah mengumpulkan data yang bermanfaat bagi kepentingan penuntutan sehingga keputusan untuk menghentikan penyidikan seharusnya penuntut umum lebih berperan. Berdasarkan uraian diatas, walaupun menganut asas dominus litis, KUHAP tidak mengatur secara eksplisit tentang Penuntut umum berwenang melakukan penghentian penyidikan. Ketentuan dalam KUHAP secara eksplisit hanya mengatur penghentian penyidikan yang dilakukan oleh pejabat penyidik.