Apa saja sumber pendapatan daerah?

Pendapatan daerah

Program pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah memerlukan banyak dana. Pembiayaan pembangunan tersebut dapat dihimpun dari berbagai sumber-sumber pendapatan atau penerimaan. Apa saja sumber pendapatan daerah?

  1. Pendapatan Asli Daerah
  • Pajak daerah
  • Retribusi daerah
  • Bagian laba Badan Usaha Milik Daerah
  • Penerimaan dari dinas-dinas daerah
  • Penerimaan lain-lain
  1. Dana Perimbangan
  • Bagi hasil pajak dan bukan pajak
  • Dana Alokasi Umum (DAU) dari Pemerintah Pusat
  • Dana Alokasi Khusus (DAK)
  • Dana perimbangan
  • Pinjaman pemerintah daerah
  • Pinjaman untuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
  1. Lain-lain pendapatan yang sah
Referensi

Ismawanto. 2009. Ekonomi 2. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Pelaksanaan desentralisasi membawa pengaruh pada kebutuhan anggaran bagi pemerintah daerah untuk melakukan tugas-tugas desentralisasi. Menurut UU no. 33 tahun tahun 2004, sumber-sumber penerimaan daerah dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

  1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
    a. Pajak Daerah
    b. Retribusi Daerah
    c. Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan
    d. Lain-lain PAD yang sah

  2. Dana perimbangan
    a. Dana Bagi Hasil
    b. Dana Alokasi Umum (DAU)
    c. Dana Alokasi Khusus (DAK)

  3. Lain-lain pendapatan yang terdiri dari pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat

Pendapatan Asli Daerah


Menurut UU 33/2003, PAD adalah pendapatan yang diperoleh daerah yang dipungut berdasarkan Peraturan Daerah sesuai dengan peraturan perundang- undangan. Unsur utama dari PAD adalah pajak daerah dan retribusi daerah. Pajak daerah adalah kontribusi wajib kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak ada imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar- besar kemakmuran rakyat (UU no. 28/2009). Sedangkan retribusi adalah sejumlah pungutan untuk menutup biaya atas jasa layanan publik yang disediakan pemerintah (Davey:1988). PAD merupakan sumber utama dari daerah untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan daerah.

Seiring dengan adanya desentralisasi fiskal, maka daerah dituntut kreativitas mengoptimalkan PAD-nya untuk membiayai tugas-tugas desentralisasi. Namun yang menjadi permasalahan adalah bagaimana dengan mengoptimalkan PAD namun tanpa membebabani perekonomian karena adanya pungutan pajak dan retribusi (Saragih:2003). Jika PAD daerah meningkat maka daerah mempunyai kemandirian keuangan dan mampu melaksanakan desentralisasi. Namun jika peningkatan PAD tidak disertai dengan perekonomian yang berkembang berarti pelaksanaan desentralisasi masih belum berhasil.

Dana Perimbangan

Dana perimbangan juga sebagai salah satu konsekuensi dari pelaksanaan desentralisasi untuk memperkuat kemampuan keuangan daerah. Dana perimbangan juga untuk mengurangi ketimpangan baik vertikal maupun ketimpangan horizontal. Ketimpangan fiskal antar daerah bisa muncul karena adanya perbedaan karakter tiap-tiap daerah baik dari luas wilayah, jumlah dan kualitas penduduk, kondisi geografis dan potensi sumber daya alam (Saragih:2003).

Ada beberapa alasan dilakukan transfer dana perimbangan dari pusat ke daerah, antara lain :

  1. Untuk mengurangi ketimpangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah (ketimpangan vertikal)

  2. Untuk mengurangi ketimpangan fiskal antar daerah (ketimpangan horizontal)

  3. Untuk menjaga tetap tercapainya standar pelayanan minimal di tiap daerah

  4. Untuk mengatasi masalah menyebarnya efek pelayanan publik
    (interjurisdictional spill-over effect)

  5. Untuk mencapai tujuan stabilisasi dari pemerintah pusat, terutama untuk dana transfer yang bersifat modal (capital grant) (Simanjuntak:2001) dalam (Arsyad:2003).

Dana perimbangan dapat digolongkan sifatnya menjadi block grant dan specific grant. Block grant adalah dana transfer yang diberikan kepada daerah dengan formula tertentu untuk membiayai wilayahnya. Sedangkan specific grant adalah dana transfer untuk tujuan tertentu, dengan syarat yang tertentu juga dimana tiap negara berbeda kebijakannya (Pusporini : 2006).

Di Indonesia ada tiga macam dana perimbangan yaitu Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK). DAU dan DBH lebih bersifat block grant dan DAK lebih bersifat specific grant.

DAU dilihat dari fungsinya adalah sebagai pengurang ketimpangan fiskal baik secara vertikal maupun horizontal. Selain itu untuk membantu daerah untuk dapat melakukan standar pelayanan minimal. Dalam pengalokasian DAU diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut (A.T.P.Panggabean, Mahi, M.P.H. Panggabean dan Brodjonegoro : 1999).

  1. Kecukupan, artinya dana yang diberikan ke daerah harus cukup sesuai dengan fungsi daerah tersebut. Bila DAU mampu berespon terhadap peningkatan beban anggaran yang relevan, maka sistem DAU bisa dikatakan memenuhi prinsip kecukupan

  2. Netral dan efisien, dalam artian tidak menimbulkan distorsi dalam perekonomian daerah

  3. Accountability, dalam artian harus dapat dipertanggungjawabkan penggunaannya dengan melibatkan DPRD dan masyarakat luas. DAU bersifat block grant sehingga penggunaannya menjadi kewenangan daerah

  4. Relevan dengan tujuan yang ditentukan, yaitu stimulasi perekonomian daerah, peningkatan demokrasi, keadilan/pemerataan dan peningkatan kualitas pelayanan masyarakat. DAU menjadi alat stimulasi ekonomi melalui 3 cara yaitu :

    • penciptaan efisiensi alokasi,
    • membantu menciptakan kombinasi input produksi yang lebih optimal
    • berperan dalam memobilisasi sumberdaya keuangan daerah.
  5. Keadilan; Adil disini bukan berarti harus memeratakan pendapatan antar daerah, tetapi memeratakan ketersediaan sumber dana antara pemerintah daerah. Dalam hal keadilan adalah bahwa terdapat variasi beban untuk menyediakan layanan minimal dan sumberdaya keuangan tiap daerah. Dengan adanya DAU, setidaknya telah diupayakan tiap daerah mempunyai basic endowment yang sama. Walaupun demikin tidak berarti dengan pijakan yang sama akan menghasilkan outcome yang sama, karena banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan penggunaan dana DAU.

  6. Obyektif dan transparan. Sistem alokasi DAU harus jauh dari kemungkinan manipulasi, sehingga alokasi dan formula-nya harus obyektif dan trasnparan serta menggunakan variabel-variabel yang tidak menimbulkan interpretasi yang bertentangan.

  7. Sederhana dalam perumusan formulanya.

Sedangkan Dana Bagi Hasil (DBH) adalah untuk mengurangi ketimpangan terutama ketimpangan vertikal dimana DBH yang terutama adalah pajak pusat dan dari Sumber Daya Alam dibagi ke daerah dengan formula tertentu. Dalam Peraturan Pemerintah no. 55 tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, pada umumnya daerah kabupaten/kota yang menghasilkan sumber dana mendapatkan bagian yang paling besar. Sebagian kecil dibagi rata dengan daerah-daerah yang lain, Sehingga dengan kata lain daerah yang lebih banyak menghasilkan akan mendapat DBH yang lebih besar. Dana transfer ini juga berperan dalam memperkuat kemampuan fiskal daerah.

DAU dan DBH disamping untuk mengurangi ketimpangan juga sebagai instrumen yang memperkuat kemampuan keuangan daerah untuk melakukan tugas desentralisasi. Seharusnya pemberian dana transfer tersebut mampu membantu daerah untuk melaksanakan pembangunan daerahnya dan salah satu indikatornya adalah peningkatan perekonomian daerah tersebut.

Seperti yang tercantum di dalam APBD setiap tahun, sumber pendapatan pemerintah daerah dibedakan atas 4 macam sumber, yaitu pendapatan asli daerah, bagi hasil pajak dan bukan pajak, sumbangan dan bantuan, dan penerimaan pembangunan.

1. Pendapatan asli daerah, yaitu sumber-sumber pendapatan pemerintah daerah yang berasal dari wilayah daerah yang bersangkutan.
Pendapatan yang berasal dari wilayah daerah yang bersangkutan adalah sebagai berikut.

  • Pajak daerah, meliputi:

    • pajak kendaraan bermotor;
    • bea balik nama kendaraan bermotor;
    • pajak potong hewan;
    • pajak pembangunan I;
    • pajak radio;
    • pajak bangsa asing;
    • pajak atas izin penangkapan ikan;
    • pajak atas pertunjukan dan keramaian umum;
    • pajak reklame;
    • pajak anjing;
    • pajak pembuatan/penjualan petasan, dan kembang api;
    • pajak kendaraan tidak bermotor;
    • pajak penerangan jalan umum;
    • pajak rumah bola;
    • pajak pendaftaran perusahaan;
    • pajak rumah penginapan;
    • pajak sepeda dan becak;
    • pajak perusahaan;
    • tunggakan pajak;
    • denda pajak.
  • Restribusi daerah, meliputi:

    • pemberian izin mengusahakan tambak ikan di tepi pantai;
    • pemberian izin pengambilan pasir, batu, dan kerikil;
    • pemberian izin pengambilan dan pembakaran batu kapur;
    • pengujian kendaraan bermotor;
    • uang leges;
    • uang dispensasi jalan/jembatan;
    • uang pangkalan/parkir;
    • uang penambangan;
    • uang pemeriksaan/penyelidikan;
    • uang sewa tanah/bangunan;
    • uang ijin bangunan;
    • uang penguburan;
    • uang penyedotan kakus;
    • pemberian ijin perusahaan perindustrian kecil;
    • persewaan stoom wals;
    • stasiun bus dan taksi atau terminal;
    • pasar;
    • pemeriksaan susu;
    • penerimaan puskesmas;
    • persewaan gedung/kios/toko;
    • persewaan lapangan olahraga/gedung/reklame.
  • Bagian laba Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), antara lain:

    • keuntungan dari Bank Pembangunan Daerah (BPD),
    • keuntungan dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM),
    • keuntungan dari perusahaan Daerah Bank Pasar,
    • keuntungan dari pusat pergudangan kota.
  • Penerimaan dari dinas-dinas, antara lain:

    • penerimaan dari sekretariat daerah (izin tempat usaha),
    • penerimaan dari DPU,
    • penerimaan dari dinas perikanan.
  • Penerimaan lain-lain, antara lain:

    • hasil penjualan barang milik daerah,
    • penerimaan persewaan rumah pemerintah,
    • penerimaan kembali setoran kembali gaji/upah,
    • pengembalian kredit koperasi/industri kecil.

2. Bagi hasil pajak/bukan pajak, yaitu sumber-sumber pendapatan pemerintah daerah yang berhasil dari bagian hasil pajak maupun non pajak yang telah dipungut dan disetorkan kepada pemerintah pusat menurut undang-undang maupun peraturan pemerintah yang berlaku.

  • Bagi hasil pajak, berupa:

    • penerimaan bagi hasil dari pajak bumi dan bangunan (PBB);
    • penerimaan bagi hasil dari daerah tingkat I, seperti pajak kendaraan bermotor (PKB) dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB).
  • Bagi hasil bukan pajak, berupa:

    • iuran hasil hutan;
    • iuran hasil pengusahaan hutan;
    • pemberian hak atas tanah pemerintah;
    • penerimaan bagi hasil dari daerah tingkat I.

3. Sumbangan dan bantuan, yaitu sumber-sumber pendapatan pemerintah daerah yang berasal dari pemerintah pusat maupun dari pemerintah daerab di atasnya.

  • Sumbangan, antara lain berupa:

    • ganjaran;
    • subsidi perimbangan keuangan dari negara;
    • subsidi bantuan pembiayaan penyelenggaraan sekolah dasar negeri;
    • subsidi bantuan biaya operasional rumah sakit umum daerah;
    • subsidi bantuan pengembangan dan pemeliharaan objek pariwisata;
    • bantuan kepala desa/kelurahan dari penyisihan penerimaan pajak dan retribusi Daerah Tingkat (Dati) I (apabila ini Dati II);
    • bantuan kepada desa/kelurahan dari penyisihan bagian penerimaan PBB Dati I;
    • subsidi bantuan biaya operasional penyuluhan pertanian.
  • Bantuan, antara lain berupa:

    • bantuan pembangunan Dati II;
    • bantuan pembangunan peningkatan jalan Dati II;
    • bantuan pembangunan SD;
    • bantuan dari pemerintah Dati I;
    • bantuan pembangunan sarana kesehatan.

4. Penerimaan pembangunan, yaitu sumber-sumber pendapatan pemerintah daerah yang berasal dari bantuan kredit maupun pinjaman-pinjaman.

  • Pinjaman pemerintah daerah, antara lain berupa:

    • bantuan kredit pasar/inpres pasar;
    • penerimaan pinjaman dari bank;
    • penerimaan pinjaman dari pemerintah pusat;
    • penerimaan pinjaman dari bank dunia.
  • Pinjaman untuk BUMD berupa pinjaman dari bank pemerintah. Contoh-contoh pendapatan pemerintah daerah tersebut merupakan sumber-sumber pendapatan untuk pemerintah daerah tingkat II (Kabupaten). Masing-masing daerah sumber pendapatannya berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan keadaan dan kegiatan ekonomi masing-masing daerah berbeda.

Ringkasan

http://mmustanger.blogspot.co.id/2017/06/sumber-pendapatan-pemerintah-daerah.html

Salah satu kemampuan yang dituntut terhadap daerah adalah kemampuan daerah tersebut untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri (self supporting) dalam bidang keuangan. Bidang keuangan merupakan suatu faktor yang penting dalam mengukur suatu daerah atas keberhasilan otonominya (Nugraha, 2012).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah, sumber-sumber penerimaan daerah meliputi:

  1. Penerimaan Daerah dalam pelaksanaan Desentralisasi terdiri atas Pendapatan Daerah dan Pembiayaan.

  2. Pendapatan Daerah
    a. Pendapatan Asli Daerah, yang dibagi menjadi:

  • Pajak Daerah
  • Retribusi Daerah
  • Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan
  • Lain-lain PAD yang sah

b. Dana Perimbangan

c. Lain-Lain Pendapatan

  1. Pembiayaan

a. Sisa lebih perhitungan anggaran daerah
b. Penerimaan Pinjaman Daerah
c. Dana Cadangan Daerah
d. Hasil Penjualan Kekayaan Daerah yang dipisahkan

Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah tersebut, salah satu dari sumber penerimaan daerah adalah Pendapatan Asli Daerah (PAD). Besarnya penerimaan dari Pendapatan Asli Daerah akan sangat membantu bagi daerah tersebut untuk membiayai kebutuhan urusan rumah tangganya sendiri tanpa terlalu bergantung dengan bantuan keuangan dari pemerintah pusat. Maka dari itu, pemerintah daerah akan berupaya dengan semaksimal mungkin untuk mencari dan menggali sumber-sumber penerimaan daerah dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) tersebut agar juga dapat melaksanakan otonomi daerah sesuai dengan yang diinginkan dan diharapkan.

Menurut UU No. 25 Tahun 1999 jo UUNo 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah, maka sumber penerimaan daerah terdiri dari Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan, dan lain-lain pendapatan (Hanif Nurcholis, 2005)

  1. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
    Menurut Halim dalam Erlangga A. Landiyanto (2005), cirri utama suatu daerah mampu melaksanakan suatu otonomi adalah
  • kemampuan keuangan daerah, yang berarti daerah tersebut memiliki kemampuan dan kewenangan untuk menggali sumber-sumber keuangan, mengelola dan menggunakan keuangannya sendiri untuk mengelolah pemerintahan;

  • ketergantungan kepada bantuan pusat harus seminimal mungkin, oleh karena itu, Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus menjadi sumber keuangan terbesar yang didukung oleh kebijakan perimbangan keuangan pusat dan daerah. PAD mencerminkan local taxing power sebagai
    necessarycondition bagi terwujudnya otonomi daerah yang luas.

    Jadi keinginan daerah untuk meningakatkan penerimaan dari pajak dan retribusi adalah legal dengan tetap memenuhi prinsip keuangan negara (perpajakan) agar pajak dan retribusidaerah tidak distortif dan menyebabkan inefisiensi ekonomi (Robert A.Simanjuntak, 2005).

    Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004, PAD terdiri dari pajak daerah,retribusi daerah, hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan, dan lain-lain PAD yang sah. Lain-lain PAD yang sah dapat berupa hasil penjualan kekayaan daerahyang tidak dipisahkan, jasa giro, pendapatan bunga, keuntunga selisih nilai tukarrupiah terhadap mata uang asing, dan komisi, potongan, ataupun bentuk lainsebagai akibat dari penjualan dan atau pengadaan barang dan jasa oleh daerah. Pajak daerah dan retribusi daerah merupakan aspek pendapatan yang paling utama dalam PAD karena nilai dan proporsinya yang cukup dominan.

  1. Dana Perimbangan
    Dana perimbangan merupakan hasil kebijakan pemerintah pusat di bidang desentralisasi fiskal demi keseimbangan fiskal antara pusat dan daerah, yang terdiri dari Dana Bagi Hasil (pajak dan sumber daya alam), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK).

    • Dana Bagi Hasil
      Dana Bagi Hasil (DBH) adalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan angka persentase untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (UU No.33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah daerah). DBH yang ditransfer pemerintah pusat kepada pemerintah daerah terdiri dari dua (2) jenis, yaitu DBH pajak dan DBH Sumber Daya Alam (SDA). Pola bagi hasil penerimaan tersebut dilakukan dengan presentase tertentu yang
      didasarkan atas daerah penghasil.

      Penerimaan DBH pajak bersumber dari: Kehutanan, Pertambangan Umum, Perikanan, Pertambangan Minyak Bumi, Pertambangan Gas Bumi, dan Pertambangan Panas Bumi1. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), 2.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 3.Pajak Penghasilan Pasal 25 dan Pasal 29 Wajib Pajak Orang Pribadi Dalam Negeri (PPh WPOPDN) dan Pajak Penghasilan Pasal 21.

      Sedangkan penerimaan DBH SDA bersumber dari: Pada umumnya setiap daerah memiliki sektor unggulan sendiri-sendiri dalam hal keuangan dan hal ini sangat bergantung pada pemerintah daerah itu sendiri dalam menggali dan mengembangkan potensi-potensi yang ada. Demikian halnya dalam sistem DBH yang bersumber dari pajak dan SDA. Mekanisme bagi hasil SDA dan pajak bertujuan untuk mengurangi ketimpangan vertikal (vertical imbalance) pusat daerah. Namun, pola bagi hasil tersebut dapat berpotensi mempertajam ketimpangan horisontal (horizontal imbalance) yang dialami antara daerah penghasil dan non penghasil. Horisontal tersebut disebabkan karena dalam kenyataannya karakteristik daerah di potensi indonesia sangat beraneka ragam.

      Ada daerah yang dianugerahi kekayaan alam yang sangat melimpah seperti di Riau, Aceh, Kalimantan Timur dan Papua yang berupa minyak bumi dan gas alam (migas), pertambangan, dan kehutanan. Ada juga daerah yang sebenarnya tidak memiliki kekayaan alam yang besar namun karena struktur perekonomian mereka telah tertata dengan baik maka potensi pajak dapat dioptimalkan sehingga daerah tersebut menjadi kaya.(Astuti dan Joko, 2005).

      Hal tersebut sejalan dengan Cristyanto (2005) yang menyatakan bahwa potensi penerimaan daerah dari Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan Pajak Penghasilan dimana potensi yang cukup signifikan hanya dimiliki oleh beberapa daerah saja. Berdasarkan Undang-Undang PPh yang baru (UU Nomor 17 Tahun 2000), mulai tahun anggaran 2001 Daerah memperoleh bagi hasil dari Pajak Penghasilan (PPh) orang pribadi (personal income tax), yaitu PPh Pasal 21 serta PPh Pasal 25/29 Orang Pribadi.

      Ditetapkannya PPh Perorangan sebagai objek bagi hasil dimaksudkan sebagai kompensasi dan penyelaras bagi daerah-daerah yang tidak memiliki SDA tetapi memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara (APBN). Volume perolehan pajak di daerah berasosiasi kuat dengan besarnya tingkat pendapatan sebagai basis pajak. Dengan demikian, daerah dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi cenderung akan memperoleh DBH pajak yang lebih tinggi pula. DBH merupakan sumber pendapatan daerah yang cukup potensial dan merupakan salah satu modal dasar pemerintah daerah dalam mendapatkan dana pembangunan dan memenuhi belanja daerah yang bukan berasal dari Pendapatan Asli Daerah selain Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus.

    • Dana Alokasi Umum (DAU)
      Dengan terbitnya Peraturan Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang dana perimbangan antara perimerintah Pusat dan Daerah menyebutkan Dana Alokasi Umum (DAU) yang berasal dari APBN yang dialokasikan dengan tujuan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah untuk membiayai pelaksanaan desentralisasi Dana Alokasi Umum ini bersifat Block Grant yang berarti penggunaan dana ini diserahkan kepada daerah sesuai dengan prioritas dan kebutuhan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah.

      Dimana dasar hukum pengalokasian dana ini sesuai dengan Undang-undang nomor 33 tahun 2003 tentang perimbangan dana antara pusat dan daerah besaran Dana Alokasi Umum (DAU) ini sekurang-kurangnya 26 % dari pendapatan dalam negeri (PDN) Netto yang ditetapkan dalam APBN. Sedangkan proporsi DAU untuk daerah propinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan kebutuhan dan kewenangan antara propinsi dan kabupaten/kota formula DAU menggunakan pendekatan celah fiskal (fiscal gap) yaitu selisih antara kebutuhan.

      Penyaluran DAU, DAK dan DBH disalurkan dengan cara pemindah bukuan dari rekening Kas Umum Negara ke Kas Umum Daerah. Hal ini berkaitan dengan perimbangan antara pusat dan daerah, hal tersebut merupakan konsekuensi adanya penyerahan kewenangan antara pusat dan daerah (Darwanto dan Yustikasari, 2007) lebih lanjut menurut Darwanto dan Yustikasari (2007) hal tersebut menunjukkan terjadinya transper yang cukup signifikan di dalam APBN dari Pemerintah Pusat dan Daerah, dimana dana tersebut secara leluasa dapat dipergunakan untuk
      pelaksanaan desentralisasi.

    • Dana Alokasi Khusus (DAK)
      Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan menyebutkan bahwa Dana Alokasi Khusus (DAK) ádalah dana yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada daerah tertentu dengan tujuan untuk membantu mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah yang sesuai dengan prioritas nasional yang dilaksanakan di tingkat daerah. Kegiatan khusus ini sulit untuk diperkirakan dengan rumus alokasi khusus. DAK ditujukan untuk daerah khusus yang terpilih untuk tujuan khusus. Karena itu, alokasi yang didistribusikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya merupakan wewenang pemerintah pusat untuk tujuan nasional Kebutuhan khusus alokasi DAK meliputi :

      • Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah terpencil yang tidak rnempunyai akses yang memadai ke daerah lain.
      • Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah yang menampung tiansrnigrasi.
      • Kebutuhan prasarana dan sarana fisik yang terletak di daerah pesisir kepulauan dan tidak mempunyai prasarana dan sarana yang memadai.
      • Kebutuhan prasarana dan sarana fisik di daerah guna mengatasi dampak kerusakan lingkungan.
      • Pembangunan Jalan, rumah sakit, irigási dan air bersih daerah itu maka masyarakat akan dapat melaksanakan aktifitas pekerjaan sehinga akan berdampak positip terhadap roda perekonomian sehingga akan berpengaruh pada produktifitas yang semakin meningkat.

      DAK disalurkan dengan cara pemindah bukuan dari rekening Kas Umum Negara ke rekening Kas Umum Daerah, oleh sebab itu DAK dicantumkan dalam APBD. DAK tidak dapat digunakan untuk mendanai adiministrasi kegiatan, penelitian, pelatihan dan perjalanan dinas. Pembiayaan yang bersumber dari Dana Alokasi Khusus (DAK) ini bisa disamakan dengan belanja pembangunan karena digunakan untuk mendanai peningkatan kwalitas pelayanan publik berupa pembangunan sarana dan prasana publik ( Ndadari dan Adi, 2008). Menurut Abdullah dan Halim (2006) aset tetap yang dimiliki dari penggunaan belanja modal merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintahan daerah. Menurut Abimayu (2005) yang dikutip oleh Arianto dan Adi (2007) infrastruktur dan sarana prasana yang ada di daerah akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi daerah tersebut.

    • Lain-lain Pendapatan
      Lain-lain pendapatan terdiri atas pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat (Hanif Nurcholis, 2005). Hibah kepada daerah, yang bersumber dari luar negeri, dilakukan melalui pemerintah (pusat). Pemerintah mengalokasikan dan adarurat yang berasal dari APBN untuk keperluan mendesak (bencana nasional danatau peristiwa luar biasa) yang tidak dapat diatasi oleh daerah dengan menggunakan sumber APBD.