Kebahagiaan merupakan hal penting yang ingin dicapai oleh setiap orang dalam hidupnya. Cara untuk memperoleh kebahagiaan dapat melalui berbagai jalan, misalnya melalui jalan dalam bidang sosial dan politik, seperti berlaku adil, berbuat baik kepada sesama, menyayangi yatim piatu, bersahabat dengan fakir miskin, menyingkirkan duri di jalan, menyebar senyuman kepada saudara, mengajak kepada kebaikan dan mencegah pada kemungkaran, selalu “tawadhu”, selalu bersyukur atas karunia yang sudah diberikan, dan lain-lain. Kebahagiaan juga ditempuh melalui jalan ritual “ubudiah”, seperti menegakkan shalat, berpuasa baik wajib maupun sunnah, menunaikan ibadah haji, dan sebagainya. Itu semua merupakan jalan menuju Allah, yang berefek secara psikologis terhadap ketenangan dan kebahagiaan yang dirasakan oleh pengamalnya.
Seluruh perbuatan tersebut merupakan perintah Allah dan jika seseorang mengerjakannya berarti ia sedang mengingat kepada-Nya. Melalui zikir perbuatan, Allah akan menurunkan karunia kebahagiaan yang tiada tara, seperti yang diisyaratkan Allah dalam firman-Nya:
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram (QS. Ar-Ra’d: 28).
Kebahagiaan dalam pandangan islam bertumpu pada upaya untuk tidak merasa kecewa dengan apapun yang diterima dari Allah dan selalu mensyukurinya. Hal ini dikenal sebagai sifat qana’ah. Qana’ah memiliki lima aspek yang terkait langsung dengan kehidupan manusia, yaitu:
- menerima dengan rela apa yang diberikan Allah,
- memohon kepada Allah tambahan yang pantas dan tetap berusaha,
- menerima dengan sabar akan ketentuan Allah,
- bertawakal kepada-Nya,
- tidak tertarik dengan tipu daya kesenangan dunia (Sanusi, 2006).
Sikap qana’ah akan mengarahkan seseorang kepada kebahagiaan dan membawa seseorang untuk mengelola apa yang sudah diterima dan selalu mensyukurinya. Rasulullah SAW menganggap sikap qana’ah sebagai “harta” yang tidak akan hilang. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah,
“Qana’ah adalah harta yang tidak akan hilang dan simpanan yang tidak akan lenyap”
Hadist tersebut turut memperjelas makna kebahagiaan bagi orang yang beriman, yaitu mampu menilai dan menghiasi kehidupan ini sesuai dengan nilai dan porsi yang semestinya.
Beragam sumber kebahagiaan dapat diperoleh. Ia dapat di raih dan dirasakan kapan dan dimana saja, karena ia tidak mengenal ruang dan waktu. Secara mutlak ia bersumber dari Allah. Allah-lah yang memancarkan kebahagiaan itu keseluruh penjuru alam. Namun pancaran itupun akan dapat diraih ketika kita mempunyai akal dan hati yang baik. karena sesungguhnya akal dan hati yang memegang peranan penting adanya kebahagiaan tersebut. peranan hati menyikapi arti sebuah kebahagiaan sedangkan nalar lebih mengacu kepada apa yang telah diarahkan dan disikapi oleh hati.
Selain gambaran di atas, manusia dapat memperoleh sumber-sumber kebahagiaan melalui beberapa hal. Seperti yang dikemukakan oleh Imam al-Ghazali, antara lain:
1. Akal Budi
-
Sempurna Akal
Kesempurnaan akal harus dengan ilmu. Ilmu yang membuat manusia memahami sesuatu. Ilmu yang memberi kemudahan teknis bagi manusia untuk mengekspresikan nilai-nilai keimanannya. Bahkan, sebuah ibadah kalau tidak diiringi dengan ilmu, ibadah tersebut diragukan kualitasnya. Orang yang memiliki ilmu berpotensi besar untuk bahagia karena dengan ilmunya dirinya memiliki kemungkinan paling besar untuk menggenggam dunia dan segala isinya.
-
Iffah (menjaga kehormatan diri)
Orang yang berupaya terus-menerus dengan sungguh-sungguh untuk memelihara kesucian hati sehingga akan tetap tegar menghadapi ujian dan kesulitan-kesulitan hidup. Dari situ, terbuka tabir-tabir yang menuntun dirinya kearah sikap dan perbuatan yang berkualitas. Perbuatan yang diridhai oleh Allah SWT. Kebahagiaan hati akan terasa apabila hidup kita diridhai oleh Allah SWT.
-
Syaja’ah (berani)
Keberanian dalam menegakkan kebaikan dan menyingkirkan keburukan dengan berbagai resiko dan konsekuensinya. Selain itu, berani mengakui kesalahan diri sendiri dan berani mengakui kelebihan orang lain. Berani untuk tidak mengungkit-ungkit aib dan cacat-cela orang lain dan berani memaafkan orang yang pernah berbuat salah pada diri kita.
-
Al-Adl (Keadilan)
Keadilan adalah meletakkan sesuatu pada tempat dan porsinya. Keserasian dan keteraturan dalam memperlakukan sesuatu dapat menghadirkan kebahagiaan.
-
Tubuh (jasmani)
Manusia akan merasakan kebahagiaan jika tubuhnya:
- Sehat yakni sehat secara fisik dan psikis.
- Kuat yakni memiliki kekuatan fisik dan ketahanan mental.
- Fisik yang gagah dan cantik.
- Mendapat anugerah „umur panjang‟.
-
Luar Badan
Yakni sesuatu yang dapat mendatangkan kebahagiaan yang diraih berdasarkan usaha manusia.
-
Kekayaan atau harta benda
Kekayaan boleh jadi menjadi sumber kebahagiaan kalau ia digunakan sesuai dengan kehendak yang memberi kekayaan. Namun dapat mendatangkan penderitaan hidup, jika ia diarahkan untuk menentang kemauan Allah SWT.
-
Keluarga
Silaturrahim yang hidup dan hubungan yang tetap terjalin akan mendatangkan kebahagiaan tersendiri. Misalnya saat semua keluarga berkumpul. Di satu sisi, dengan hadirnya keluarga akan menjadi tempat bersandar, jika sewaktu-waktu kita membutuhkan. Saling menyayangi bantu-membantu akan semakin mempererat hubungan diantara sesama. Keharmonisan hubungan akan mengurangi beban hidup baik materi maupun kejiwaan dan memungkinkan terjadi perpanjangan umur.
-
Popularitas
Menjadi orang yang terpandang dan terhormat dapat menjadi sumber kebahagiaan selama tidak tersentuh oleh riya dan sum’ah. Yang diharapkan dari kepolpuleran dirinya memancarkan sikap dan perilaku hidup yang baik untuk diteladani oleh orang lain.
-
Taufik dan Bimbingan Allah
Taufik adalah bertemunya kemauan Allah dengan kemauan manusia. Pengakuan adanya taufik sangat penting agar manusia menyadari bahwa setiap keberhasilannya bukan hasil upayanya semata-mata melainkan karena adanya campur tangan tuhan dibalik semua itu. Taufik dan bimbingan Allah terdiri dari empat unsur, yaitu:
- Hidayah (Petunjuk Allah)
- Irsyad (Bimbingan Allah)
- Tasdid (Dukungan Allah)
- Ta’yid (Bantuan Allah)
-
Bahagia Akhirat
Kebahagiaan akhirat merupakan titik kebahagiaan terakhir yakni ketika kehidupan manusia di dunia berganti dengan kehidupan akhirat. Dalam menjalankan kehidupan disana yang menjadi parameternya bukan harta kekayaan, pangkat dan jabatan yang tinggi, ataupun ketenaran tetapi keseluruhan amal yang mendatangkan keridhaan Allah SWT.