Apa saja prinsip-prinsip good governance ?

good governance

Governance merupakan suatu tindakan pemerintah dalam menyelenggarakan pemerintahan, dimana terdapat proses interaksi antara pemerintah dengan masyarakat.

Apa saja prinsip-prinsip good governance ?

Prinsip-prinsip good governance (tata pemerintahan yang baik) menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 7 tahun 2005, yaitu :

  1. Berkurangnya secara nyata praktek korupsi di birokrasi, dan dimulai dari tataran (jajaran) pejabat yang paling atas.
  2. Terciptanya sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan pemerintahan yang bersih, efisien, efektif, transparan, profesional dan akuntabel.
  3. Terhapusnya aturan, peraturan dan praktek yang bersifat diskriminatif terhadap warga negara, kelompok atau golongan masyarakat.
  4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pengambilan kebijakan publik.
  5. Terjaminnya konsistensi seluruh peraturan pusat dan daerah, dan tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan di atasnya.

Prinsip good governance, menurut United Nations Development Programme - UNDP, adalah sebagai berikut:

  • Partisipasi ( Participation )
    Setiap orang atau warga masyarakat baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak suara sama dalam proses pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga perwakilan, sesuai dengan kepentingan dan aspirasinya masing-masing.

  • Aturan Hukum ( Rule of Law )
    Kerangka aturan hukum dan perundang-undangan harus berkeadilan, ditegakkan dan dipatuhi secara utuh ( impartially ), terutama aturan hukum tentang hak azasi manusia.

  • Transparansi ( Transparency )
    Transparansi harus dibangun dalam rangka kebebasan aliran informasi.

  • Daya Tanggap ( Responsiveness )
    Setiap institusi dan prosesnya harus diarahkan pada upaya untuk melayani berbagai pihak yang berkepentingan ( stakeholders )

  • Berorientasi Konsensus ( Consensus Orientation )
    Pemerintahan yang baik ( good governance ) akan bertindak sebagai penengah (mediator) bagi berbagai kepentingan yang berbeda untuk mencapai konsensus atau kesempatan yang terbaik bagi kepentingan masing-masing pihak, dan jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.

  • Berkeadilan ( Equity )
    Pemerintahan yang baik akan memberi kesempatan yang baik terhadap laki-laki maupun perempuan dalam upaya mereka untuk meningkatkan dan memelihara kualitas hidupnya.

  • Efektivitas dan Efisiensi ( Effectiveness and Efficiency )
    Setiap proses kegiatan dan kelembagaan diarahkan untuk menghasilkan sesuatu yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan melalui pemanfaatan yang sebaik-baiknya berbagai sumber-sumber yang tersedia.

  • Akuntabilitas ( Accountability )
    Para pengambil keputusan dalam organisasi sektor publik, swasta, dan masyarakat madani memiliki pertanggungjawaban (akuntabilitas) kepada publik (masyarakat umum), sebagaimana halnya kepada para pemilik ( stakeholders )

  • Visi Strategis ( Strategic Vision )
    Para pimpinan dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jangka panjang tentang penyelenggaraan pemerintahan yang baik ( good governance ) dan pembangunan manusia ( human development ), bersamaan dengan dirasakannya kebutuhan untuk pembangunan tersebut.

  • Saling Keterbukaan ( Interrelated )
    Keseluruhan ciri good governance tersebut adalah saling memperkuat dan saling terkait ( mutually reinforcing ) dan tidak bias berdiri sendiri.

Paradigma good governance beranggapan bahwa suatu pemerintahan yang baik adalah yang berorientasi kepada masyarakat dan bukan lagi kepada birokrat atau dengan kata lain pemerintahan yang sedang mereformasi diri melaksanakan wirausaha birokrasi Agar dalam pelaksanaannya terhindar dari KKN ( Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) harus mendasarkan diri pada prinsip-prinsip good governance .

Pedoman umum yang dikeluarkan oleh Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) pada tahun 2006, menyebutkan terdapat lima prinsip tata kelola organisasi (good gavernance), yaitu :

  • Transparency
    Organisasi harus menyediakan informasi yang bersifat material, akurat, relevan dan mudah diakses untuk berbagai pihak yang berkepentingan terhadap organisasi tersebut. Dengan informasi tersebut, para pemangku kepentingan dapat mengetahui risiko dari setiap transaksi yang dilakukan dengan organisasi.

  • Accountability
    Keterbukaan dalam informasi keuangan organisasi adalah salah satu hal yang harus dikendalikan perusahaan. Pengendalian ini dapat dilakukan dengan memisahkan fungsi pengawas dengan fungsi pelaksana. Agar pengawasan terhadap kinerja organisasi dapat optimal, organisasi perlu memiliki dewan pengawas independen.

  • Responsibility
    Organisasi harus mematuhi peraturan perundang-undangan yang berlaku dan sesuai prinsip korporasi yang sehat, serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang.

  • Fairness
    Organisasi harus memperhatikan kepentingan seluruh stakeholders berdasarkan azas kesetaraan dan kewajaran (equal treatment) agar terhindar dari berbagai kecurangan yang mungkin terjadi.

  • Independency
    Organisasi harus dijalankan secara profesional dan menghindari dominasi yang tidak wajar oleh stakeholder manapun serta tidak terpengaruh oleh kepentingan sepihak guna menghindari benturan kepentingan (conflict of interest).

Dari berbagai hasil kajian, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menyimpulkan sembilan aspek fundamental atau prinsip-prinsip dalam perwujudan Good Governance, yaitu:

  1. Partisipasi (Participation)
    Semua warga masyarakat menurut Azra (2003) berhak terlibat dalam pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan yang sah untuk mewakili kepentingan mereka. Syarat utama warga negara disebut berpartisipasi dalam kegiatan berbangsa, bernegara dan berpemerintahan disebutkan oleh Haris (2007 ) yaitu sebagai berikut:

    • Ada rasa kesukarelaan (tanpa paksaan)
    • Ada keterlibatan secara emosional
    • Memperoleh manfaat secara langsung maupun tidak langsung dari keterlibatannya

    Selain itu juga Mustafa (2013) bahwa partisipasi juga melibatkan masyaraat dalam implementasi berbagai kebijakan dan rencana pemerintah, termasuk dalam pengawasan dan evaluasinya. Keterlibatan dimaksud bukan dalam prinsip terwakilinya aspirasi masyarakat melalui wakilnya di DPR melainkan keterlibatan mereka secara langsung.

  2. Penegakan Hukum (Rule of Law)
    Partisipasi masyarakat dalam proses politik dan perumusan-perumusan kebijakan publik memerlukan sistem dan aturan-aturan hukum. Tanpa diimbangi oleh sebuah hukum dan penegakannya yang kuat, partisipasi akan berubah menjadi proses politik yang anarkis.

  3. Transparansi (Transparency)
    Prinsip ini diungkapkan Haris (2007) sesuai dengan semangat jaman yang serba terbuka akibat adanya revolusi informasi. Keterbukaan tersebut mencakup semua aspek aktivitas yang menyangkut kepentingan publik mulai dari proses pengambilan keputusan, penggunaan dana-dana publik, sampai pada tahapan evaluasi.

  4. Responsif (Responsiveness)
    Salah satu asas fundamental menuju cita good governance adalah responsif, yakni pemerintah harus peka dan cepat tanggap terhadap persoalan-persoalan masyarakat. Gaffar (dalam Azra, 2003) menegaskan bahwa pemerintah harus memahami kebutuhan masyarakatnya, tidak hanya menunggu masyarakat menyampaikan keinginannya, tapi pemerintah harus secara proaktif mempelajari dan menganalisis kebutuhan-kebutuhan mereka, untuk kemudian melahirkan berbagai kebijakan strategis guna memenuhi kepentingan umum tersebut.

  5. Konsensus (Consensus Orientation)
    Asas fundamental lain yang juga harus menjadi perhatian dalam Azra (2003) pemerintah dalam melaksanakan tugas-tugas pemerintahannya menuju cita good governance adalah pengambilan keputusan secara konsensus, yakni pengambilan putusan melalui proses musyawarah dan semaksimal mungkin berdasar kesepakatan bersama. Menurut Mustafa (20131) maksud konsensus disini yaitu pemerintahan yang baik akan bertindak sebagai penengah bagi berbagai kepentingan masing-masing pihak, jika dimungkinkan juga dapat diberlakukan terhadap berbagai kebijakan dan prosedur yang akan ditetapkan pemerintah.

  6. Kesetaraan dan Keadilan (Equity)
    Terkait dengan asas konsensus, transparansi dan responsif, good governance juga harus didukung dengan asas equity, yakni kesamaan dalam perlakuan (treatment) dan pelayanan.

  7. Efektivitas (Effectiveness) dan Efisiensi (Efficiency)
    Konsep efektivitas dalam sektor kegiatan-kegiatan publik memiliki makna ganda, yakni efektivitas dalam pelaksanaan proses-proses pekerjaan, baik oleh pejabat publik maupun partisipasi masyarakat, dan kedua efektivitas dalam konteks hasil, yakni mampu memberikan kesejahteraan pada sebesar-besar kelompok dan lapisan sosial. Demikian pula makna efisiensi yang mencakup antara lain efisiensi teknis, efisiensi ongkos dan efisiensi kesejahteraan, yakni hasil guna dari sebuah proses pekerjaan yang terserap penuh oleh masyarakat, dan tidak ada hasil pembangunan yang useless atau tidak terpakai. Agar pemerintahan itu efektif dan efisien, maka para pejabat perancang dan pelaksana tugas-tugas pemerintahan harus mampu menyusun perencanaan-perencanaan yang sesuai dengan kebutuhan nyata dari masyarakat, secara rasional dan terukur.

  8. Akuntabilitas (Accountability)
    Asas akuntabilitas berarti pertanggungjawaban pejabat publik terhadap masyarakat yang memberinya delegasi dan kewenangan untuk mengurusi berbagai urusan dan kepentingan mereka.

  9. Visi Strategis (Strategic Vision)
    Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi massa yang akan datang. Para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.