Apa saja penyebab terjadinya Miskonsepsi pada siswa?

Miskonsepsi

Miskonsepsi sebagai pertentangan atau ketidakcocokan konsep yang dipahami seseorang dengan konsep yang dipakai oleh pakar ilmuwan yang bersangkutan

Miskonsepsi akan terbentuk bila konsepsi seseorang mengenai suatu materi tidak sesuai dengan konsepsi yang diterima oleh ilmuwan atau pakar dibidangnya.

Suatu miskonsepsi siswa bisa berasal dari beberapa sebab. Miskonsepsi siswa bisa berasal dari siswa sendiri, yaitu siswa salah menginterpretasi gejala atau peristiwa yang dihadapi dalam hidupnya. Selain itu, miskonsepsi yang dialami siswa bisa juga diperoleh dari pembelajaran dari gurunya. Pembelajaran yang dilakukan gurunya mungkin kurang terarah sehingga siswa melakukan interpretasi yang salah terhadap suatu konsep,

Faktor penyebab miskonsepsi bisa dibagi menjadi lima sebab utama, yaitu berasal dari siswa , pengajar, buku teks, konteks, dan cara mengajar. Berikut penjelasan rinci terkait dengan faktor-faktor penyebab terjadinya miskonsepsi pada siswa,

  • Siswa : Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan kognitif seseorang, kemampuan seseorang, minat belajar seseorang

  • Pengajar : Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu fisika, tidak membiarkan seseorang mengungkapkan gagasan/ide, relasi guru- seseorang tidak baik

  • Buku Teks : Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat penulisan buku terlalu tinggi bagi seseorang, tidak tahu membaca buk teks, buku fiksi dan kartun sains sering salah konsep karena alasan menariknya yang perlu,

  • Konteks : Pengalaman seseorang, bahasa sehari-hari berbeda, teman diskusi yang salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang tua/orang lain yang keliru, konteks hidup seseorang (tv, radio, film yang keliru, perasaan senang tidak senang, bebas atau tertekan.

  • Cara mengajar : Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung ke dalam bentuk matematika, tidak mengungkapkan miskonsepsi, tidak mengoreksi PR, model analogi yang diapakai kurang tepat, model demonstrasi sempit,dll

Menurut Suparno (2013) mengemukakan bahwa penyebab miskonsepsi ada enam kelompok antara lain:

1. Miskonsepsi dari sudut filsafat kontruktivisme

Pengertian konstruktivisme bahwa miskonsepsi itu merupakan wajar dalam proses pembentukan pengetahuan oleh seseorang yang sedang belajar. Dengan adanya miskonsepsi itu, sebenarnya menunjukan bahwa pengetahuan merupakan bentukan dari siswa bukan dari guru.

Pengertian filsafat kontruktivisme sosial, konstruksi pengetahuan siswa tidak hanya dilakukan sendiri tetapi juga dibantu oleh konteks dan lingkungan mereka, termasuk teman-teman yang sering berdiskusi bersama.

2. Siswa

Miskonsepsi paling banyak ditemukan dari diri siswa sendiri, dan dapat dikelompokkan sebagai berikut:

  • Konsep Awal Siswa
    Siswa sudah mempunyai konsep awal mengenai suatu bahan sebelum siswa mengikuti pelajaran di bawah bimbingan guru. Konsep awal ini sering mengandung miskonsepsi sehingga berdampak untuk pelajaran berikutnya. Miskonsepsi akan lebih banyak jika yang mempengaruhi pembentukan konsep pada siswa juga mempunyai banyak miskonsepsi seperti orangtua, teman sekolah dan pengalaman di lingkungan siswa.

    Contohnya siswa memperoleh miskonsepsi pengalaman hidup siswa tentang matahari mengelilingi bumi dan matahari lebih kecil dari bumi. Miskonsepsi siswa tersebut bahwa matahari lebih kecil daripada bumi sangat jelas dipengaruhi oleh pengalamannya bahwa bumi terasa sangat besar dan luas sedangkan matahari hanya kelihatan sebesar bola.

  • Pemikiran Asosiatif Siswa
    Pemikiran Asosiatif adalah jenis pemikiran yang mengasosiasikan atau menganggap suatu konsep selalu sama dengan konsep yang lain. Asosiasi siswa terhadap istilah-istilah sehari-hari terkadang membuat miskonsepsi menurut Arons, 1981; Gilbert, Watts, Osborne, 1982; Marioni; 1989 dalam (Suparno 2013).

    Contohnya siswa mengasosikan gaya dengan aksi atau gerakan, di dalam konsep fisika tidak selalu benar. Beberapa siswa menyakini bahwa tidak terjadi gaya pada kereta yang didorong karena kereta itu tetap berhenti. Konsep yang benar adalah kereta itu tetap memperoleh gaya, hanya saja gaya tersebut tidak cukup kuat untuk menggerakkan kereta.

  • Pemikiran Humanistik
    Pemikiran Humanistik adalah pemikiran yang memandang semua benda dari pandangan manusiawi. Gilbert, Watts, Osborne, 1982 mengemukakan dalam (Suparno 2013) siswa sering memandang semua benda dari pandangan manusiawi. Benda-benda dan situasi dipikirkan dalam term pengalaman orang dan secara manusiawi. Tingkah laku benda dipahami seperti tingkah laku manusia yang hidup, sehingga tidak cocok. Contohnya suatu benda terletak di atas meja pun memberikan suatu gaya pada meja tersebut, padahal ia tidak bergerak.

  • Reasoning yang Salah
    Reasoning yang salah dapat terjadi karena logika yang salah dalam mengambil kesimpulan atau dalam menggeneralisasi, sehingga terjadi miskonsepsi. Menurut Comins (1993) mengemukakan dalam Suparno (2013) Miskonsepsi juga disebabkan oleh reasoning atau penalaran siswa yang tidak lengkap atau salah. Alasan yang tidak lengkap dapat disebabkan karena informasi yang diperoleh data yang didapatkan tidak lengkap. Akibatnya, siswa menarik kesimpulan secara salah dan ini menyebabkan timbulnya miskonsepsi siswa.

  • Intuisi yang Salah
    Instuisi adalah perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum diteliti secara obyektif dan rasional. Contoh siswa mempunyai intuisi bahwa jika benda yang besar akan jatuh bebas lebih cepat daripada benda yang kecil. Konsep yang benar adalah benda yang dijatuhkan jatuhnya bersamaan.

  • Tahap Perkembangan Kognitif Siswa
    Perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang dibahas dapat menyebabkan miskonsepsi siswa. Siswa yang masih dalam tahap operasional konkret jika mempelajari bahan yang abstrak akan sulit menerima dan sering salah mengerti tentang konsep bahan tersebut. Agar konsep ketidakpastian itu dapat dikonstruksi secara tepat, maka konsep itu perlu disajikan dalam contoh-contoh yang konkret. Dalam hal ini, bahan fisika perlu disusun menurut tahap perkembangan kognitif siswa.

  • Kemampuan Siswa
    Kemampuan siswa juga mempunyai pengaruh pada miskonsepsi siswa. Siswa yang kurang berbakat atau kurang mampu dalam memahami fisika sering mengalami kesulitan menangkap konsep yang benar dalam proses belajar.

    Siswa yang IQ-nya rendah juga dengan mudah melakukan miskonsepsi karena siswa, dalam mengontruksi pengetahuan fisika, tidak dapat mengontruksi secara lengkap dan utuh. Siswa tidak menangkap konsep yang benar dan merasa bahwa itulah konsep yang benar, maka terjadi miskonsepsi.

  • Minat Belajar Siswa
    Siswa yang tidak tertarik dengan ilmu fisika biasanya kurang memperhatikan penjelasan guru dan bahkan tidak mau mendengarkan gurunya menjelaskan fisika. Akibatnya akan lebih mudah salah menangkap dan membentuk miskonsepsi. Sedangkan siswa yang menyukai fisika biasanya lebih menaruh perhatian kepada penjelasan guru dan senang mempelajari bahan fisika dari buku-buku secara lebih teliti dan mendalam. Akibatnya mereka dapat menangkap konsep fisika yang lebih lengkap dan mendalam.

3. Guru

Miskonsepsi siswa dapat terjadi karena miskonsepsi yang dibawa oleh guru. Guru yang tidak menguasai bahan atau mengerti fisika secara benar akan menyebabkan siswa mendapatkan miskonsepsi. Terlebih bagi guru SD yang menjadi dasar awal pendidikan fisika, agar menjelaskan konsepnya secara benar kepada siswa.

4. Buku Teks

Beberapa miskonsepsi berasal dari buku yang digunakan siswa. Kesalahan yang tertulis dalam buku teks akan mudah dicerna siswa dengan demikian siswa memperoleh miskonsepsi. Suparno (2013) miskonsepsi yang terjadi pada tiga macam buku (Buku Teks, Buku Fiksi Sains (Science Fiction) dan Kartun (Cartoon)) sebagai berikut :

5. Konteks

Kesalahan siswa dapat berasal dari kekacauan bahasa yang digunakan, karena bahasa sehari-hari lain dengan bahasa ilmiah. Siswa perlu dibantu dengan penjelasan yang tepat dengan contoh- contoh yang tepat. Penyebab miskonsepsi lainnya adalah konteks, yang sudah diringkas oleh Suparno dalam bukunya (2013) adalah:

  • Pengalaman siswa
    Dalam pengalaman beberapa siswa, gaya dianggap sebagai suatu sifat yang dipunyai suatu benda. Misalnya, mereka melihat bagaimana teman-temannya bergaya, mempunyai tenaga untuk mengangkat barang ini atau barang itu. Gagasan yang diperoleh dari pengalaman bahwa gaya itu dipunyai oleh suatu benda, sehingga pemahaman bahwa gaya adalah sifat dari suatu benda.

  • Bahasa sehari-hari
    Bahasa sehari-hari dapat menimbulkan terjadinya miskonsepsi. Bahasa yang digunakan sehari-hari dibawa ke dalam kelas dan akhirnya menyebabkan miskonsepsi. Beberapa miskonsepsi datang dari bahasa sehari-hari yang mempunyai arti lain dengan bahasa fisika (Gilbert, Watts, Osborne, 1982). Misalnya dalam bahasa sehari-hari siswa mengerti dan menggunakan istilah berat dengan unit kilogram. tetapi dalam fisika, berat adalah suatu gaya, dan unitnya adalah Newton. Istilah bertahun-tahun itu dari luar sekolah, maka sangat sulit untuk mengubah pengertian yang telah tertanam tersebut.

6. Metode mengajar

Metode mengajar yang digunakan guru dapat memunculkan miskonsepsi siswa. Guru perlu kritis dengan metode yang digunakan dan tidak membatasi diri dengan satu metode saja. Berikut adalah beberapa contoh metode-metodenya antara lain :

  • Metode mengajar yang diberikan guru hanya berisi ceramah dan menulis
  • Model tidak mengungkapkan miskonsepsi siwa
  • Metode tidak mengoreksi PR yang salah
  • Model Analogi
  • Model praktikum
  • Model diskusi

Berdasarkan penyebab miskonsepsi oleh ahli dapat disimpulkan bahwa penyebab miskonsepsi disebabkan oleh siswa sendiri, guru yang mengajar, konteks pembelaran, cara mengajar dan buku teks.

  1. Penyebab pertama dari siswa adalah seperti prakonsepsi siswa sebelum memperoleh pelajaran, lingkungan masyarakat dimana siswa tinggal, teman dekat, pengalaman hidup, pengalaman menangkap pengertian dan minat siswa.

  2. Penyebab kedua dari guru, guru yang salah mengajar mempunyai andil dalam menambah miskonsepsi siswa. Maka guru harus bersungguh-sungguh menguasai bahan secara benar.

  3. Penyebab ketiga buku teks, buku teks yang terjadi keliru atau mengungkapkan konsep yang salah, akan berpengaruh dapat membingungkan siswa dan dapat mengembangkan miskonsepsi pada siswa.

Menurut Wartono, dkk (2004) miskonsepsi adalah pemahaman alternatif yang tidak benar secara ilmiah. Menurut Novak dan Gowin dalam (Eka, 2014) menyatakan bahwa, miskonsepsi merupakan suatu interpretasi mengenai konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. miskonsepsi merupakan penjelasan yang salah dan suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima para ahli.

Dengan demikian miskonsepsi adalah ketidaksesuaian konsep yang dimiliki oleh siswa dengan konsep para ahli.

Menurut Suparno (2005) menjelaskan ada lima faktor yang merupakan penyebab miskonsepsi pada siswa, yaitu :

  1. Guru
    Guru yang tidak menguasai bahan atau tidak memahami konsep fisika dengan benar juga merupakan salah satu penyebab miskonsepsi siswa. Guru terkadang menyampaikan konsep fisika yang kompleks secara sederhana dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman siswa. Kadang-kadang guru mengutamakan penyampaian rumusan matematis sedangkan penyampaian konsep fisisnya dikesampingkan. Pola pengajaran guru masih terpaku pada papan tulis, jarang melakukan eksperimen dan penyampaian masalah yang menantang proses berpikir siswa. Miskonsepsi siswa akan semakin kuat apabila guru bersikap otoriter dan menerapkan metode ceramah dalam mengajar. Hal ini mengakibatkan interaksi yang terjadi hanya satu arah, sehingga semakin besar peluang miskonsepsi guru ditransfer langsung pada siswa.

  2. Buku Teks
    Buku teks yang dapat mengakibatkan munculnya miskonsepsi siswa adalah buku teks yang bahasanya sulit dimengerti dan penjelasannya tidak benar. Buku teks yang terlalu sulit bagi level siswa yang sedang belajar dapat menumbuhkan miskonsepsi karena mereka sulit menangkap isinya.

  3. Konteks
    Konteks yang dimaksud di sini adalah pengalaman, bahasa sehari-hari, teman, serta keyakinan dan ajaran agama. Bahasa sebagai sumber prakonsepsi pertama sangat potensial mempengaruhi miskonsepsi, karena bahasa mengandung banyak penafsiran.

  4. Metode Mengajar
    Metode mengajar guru yang tidak sesuai dengan konsep yang dipelajari akan dapat menimbulkan miskonsepsi. Guru yang hanya menggunakan satu metode pembelajaran untuk semua konsep akan memperbesar peluang siswa terjangkit miskonsepsi. Metode ceramah yang tidak memberikan kesempatan siswa untuk bertanya dan juga untuk mengungkapkan gagasannya sering kali meneruskan dan memupuk miskonsepsi. Penggunaan analogi yang tidak tepat juga merupakan salah satu penyebab timbulnya miskonsepsi. Metode praktikum yang sangat membantu dalam proses pemahaman, juga dapat menimbulkan miskonsepsi karena siswa hanya dapat menangkap konsep dari data-data yang diperoleh selama praktikum. Metode diskusi juga dapat berperan dalam menciptakan miskonsepsi. Bila dalam diskusi semua siswa mengalami miskonsepsi, maka miskonsepsi mereka semakin diperkuat.

  5. Siswa
    Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam 8 kategori, sebagai berikut :

    • Prakonsepsi atau konsep awal siswa.
      Banyak siswa sudah mempunyai konsep awal sebelum mereka mengikuti pelajaran di sekolah. Prakonsepsi sering bersifat miskonsepsi karena penalaran seseorang terhadap suatu fenomena berbeda-beda.

    • Pemikiran asosiatif
      jenis pemikiran yang mengasosiasikan atau menganggap suatu konsep selalu sama dengan konsep yang lain. Asosiasi siswa terhadap istilah yang ditemukan dalam pembelajaran dan kehidupan sehari-hari sering menimbulkan salah penafsiran.

    • Pemikiran humanistik
      memandang semua benda dari pandangan manusiawi. Tingkah laku benda dipahami sebagai tingkah laku makhluk hidup, sehingga tidak cocok.

    • Reasoning atau penalaran yang tidak lengkap atau salah.
      Alasan yang tidak lengkap diperoleh dari informasi yang tidak lengkap pula. Akibatnya siswa akan menarik kesimpulan yang salah dan menimbulkan miskonsepsi.

    • Intuisi yang salah,
      suatu perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu tanpa penelitian secara obyektif dan rasional. Pola pikir intuitif sering dikenal dengan pola pikir yang spontan.

    • Tahap perkembangan kognitif siswa.
      Secara umum, siswa yang dalam proses perkembangan kognitif akan sulit memahami konsep yang abstrak. Dalam hal ini, siswa baru belajar pada hal-hal yang konkrit yang dapat dilihat dengan indera.

    • Kemampuan siswa. Siswa yang kurang mampu dalam mempelajari fisika akan menemukan kesulitan dalam memahami konsep-konsep yang diajarkan. Secara umum, siswa yang tingkat matematika-logisnya tinggi akan mengalami kesulitan memahami konsep fisika, terlebih konsep yang abstrak.

    • Minat belajar. Siswa yang memiliki minat belajar fisika yang besar akan sedikit mengalami miskonsepsi dibandingkan siswa yang tidak berminat.

Menurut Katu (dalam Asma & Masril, 2002), cara yang digunakan untuk mendeteksi miskonsepsi dapat dilakukan sebagai berikut :

  1. Memberi tes diagnostik pada awal perkuliahan atau pada setiap akhir pembahasan. Bentuknya dapat berupa tes obyektif pilihan ganda atau bentuk lain seperti menggambarkan diagram fisis atau vektoris, grafik, atau penjelasan dengan kata-kata.

  2. Dengan memberikan tugas-tugas terstruktur misalnya tugas mandiri atau kelompok sebagai tugas akhir pengajaran atau tugas pekerjaan rumah.

  3. Dengan memberikan pertanyaan terbuka, pertanyaan terbalik (reverse question) atau pertanyaan yang kaya konteks (context-rich problem).

  4. Dengan mengoreksi langkah-langkah yang digunakan siswa atau mahasiswa dalam menyelesaikan soal-soal esai.

  5. Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka secara lisan kepada siswa atau mahasiswa.

  6. Dengan mewawancarai misalnya dengan menggunakan kartu pertanyaan