Apa saja penyebab penyakit hati dalam Islam ?

Penyakit hati menurut islam adalah sifat tercela yang bisa merusak hati seseorang dan membahayakan dirinya baik didunia maupun diakhirat. Apa saja penyebab penyakit hati dalam Islam ?

Hati adalah bagian tubuh yang mempunyai peran penting dalam perilaku seorang manusia. Sebagaimana sabda Rasul:

“Ingatlah sesungguhnya di dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. Jika segumpal daging itu baik, maka seluruh tubuh juga baik. Jika segumpal daging itu rusak, maka seluruh tubuh juga rusak. Ketahuilah, segumpal daging itu adalah hati”. (HR Muslim, no. 1599.

Hadits ini juga diriwayatkan oleh al-Bukhari, at-Tirmidzi, an-Nasâ`i, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan ad-Darimi, dengan lafazh yang berbeda-beda namun maknanya sama. Hadits ini dimuat oleh Imam an-Nawawi dalam Arba’in an-Nawawiyah, hadits no. 6, dan Riyadhush-Shalihin, no. 588)

Untuk itulah, salah satu fungsi agama adalah menjaga hati agar tetap baik. Namun sering kali seseorang justru tidak mengerti bahwa tujuan penciptaan manusia adalah hidup dalam pedoman Al Quran dan As Sunnah sehingga muncullah penyakit hati menurut Islam yang merusak aqidahnya. Berikut adalah beberapa penyebab penyakit hati dalam Islam.

  1. Kurangnya keimanan

    Hal pertama yang menyebabkan seseorang mengalami penyakit hati adalah karena kurangnya keimanan dalam hati. Hati yang tidak memiliki keimanan lama kelamaan akan menjadi penyebab matinya hati. Lakukan cara meningkatkan iman dan taqwa agar terjauh dari berbagai penyakit hati.

  2. Selalu mengeluh

    Allah berfirman:

    “Sesunguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan, ia amat kikir.” (Q. S. Al ma’arij :19-21)

    Hukum mengeluh dalam Islam adalah dilarang. Manusia yang suka mengeluh akan menyebabkan terkena penyakit hati, seperti malas, juga iri dengki dalam Islam.

  3. Kurang bersyukur

    Rasa kurang bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah SWT akan menyebabkan penyakit hati. Dengan mengikuti cara bersyukur menurut Islam, hati akan terhindar dari berbagai penyakit hati.

    Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.” (Q. S. Al Baqarah: 172)

  4. Selalu berbuat maksiat

    Perbuatan maksiat akan membuat hati menjadi keras sehingga sulit untuk menerima nasehat baik. Orang yang suka berbuat maksiat akan menjadi egois, berhati kotor, dan gampang emosi. Padahal Allah telah berfirman:

    Artinya: “Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang.” (Q. S. Yusuf: 53)

  5. Berbuat syirik

    Syirik dalam Islam merupakan salah satu dosa besar dalam Islam. Syirik menyebabkan pelakunya akan memiliki aqidah yang cacat selama ia melakukan syirik. Allah berfirman :

    Artinya: “atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu).” (Q. S. Al Furqan : 44)

  6. Lalai berdzikir

    Salah satu keutamaan dzikir adalah mampu menjauhkan hati dari berbagai penyakit hati. Bagi mereka yang lalai berdzikir, maka hatinya pun akan dipenuhi dengan penyakit hati, seperti sombong dalam Islam dan pamer dalam Islam.

    Artinya: “Dan telah dekatlah kedatangan janji yang benar (hari berbangkit), maka tiba-tiba terbelalaklah mata orang-orang yang kafir. (Mereka berkata): “Aduhai, celakalah kami, sesungguhnya kami adalah dalam kelalaian tentang ini, bahkan kami adalah orang-orang yang zalim”.(Q. S. Al Anbiya: 97)

  7. Terlalu mengejar dunia

    Seseorang yang selalu mengejar dunia dan mengabaikan bahkan berpaling dari Islam akan terkena berbagai penyakit hati. Allah berfirman:

    “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunnya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, ‘Ya Robbku, mengapa Engkau menghimpunkan akud alam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?’ Allah berfirman: “Demikianlah, telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini kamu pun dilupakan.” (QS. Toha: 124-126)

  8. Bangga dengan amal

    Merasa amal jariyah yang dilakukan sudah banyak sehingga menyebabkan timbulnya penyakit sifat sombong dalam Islam. Ia merasa aman padahal tidak sama sekali.

    Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radliyallah ‘Anhu, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda:

    “Sungguh amal seseorang tidak akan memasukkannya ke dalam surga.” Mereka bertanya, “tidak pula engkau ya Rasulallah?” Beliau menjawab, “Tidak pula saya. Hanya saja Allah meliputiku dengan karunia dan rahmat-Nya. Karenanya berlakulah benar (beramal sesuai dengan sunnah) dan berlakulah sedang (tidak berlebihan dalam ibadah dan tidak kendor atau lemah).” (HR. Bukhari dan Muslim, lafadz milik al-Bukhari)

    Allah berfirman:

    “Masuklah kamu ke pintu-pintu neraka Jahannam, sedang kamu kekal di dalamnya. Maka itulah seburuk-buruk tempat bagi orang-orang yang sombong .” [Q. S. Al Mu’min: 76]

  9. Meninggalkan sholat

    Kewajiban seorang Muslim adalah mengerjakan sholat fardhu dan puasa Ramadhan. Seseorang yang sering meninggalkan sholat wajib dan puasa akan menjadi resah dan gelisah dalam menjalani hidup karena sholat dan puasa adalah salah satu cara mendapat jiwa tenang.

    Artinya : “Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Ankabut : 45)

  10. Tidak bersedekah

    Keutamaan sedekah menurut Islam dan hikmah sedekah dalam Islam adalah menjaga Harta dan hati tetap bersih. Sedekah dalam Islam sangat dianjurkan karena orang yang tidak bersedekah akan memiliki sifat pelit dan kikir. Rasulullah bersabda:

    “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karuniaNya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Ali Imran 180)

Berhati-hatilah agar terhindar dari penyakit hati karena penyakit hati dapat menyebabkan kekafiran. Sebagaimana firman Allah SWT:

“Dan adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam keadaan kafir.” ( Q. S. At Taubah: 125)

Penyakit Hati

Pada dasarnya, Islam mengajarkan bahwa manusia itu adalah makhluk yang terbaik dan termulia seperti yang telah diungkapkan dalam Al-Qur’an:

“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. (At- Tin: 4).

Ayat tersebut secara tegas menyatakan bahwa manusia pada dasarnya adalah baik dan mulia, terutama dari segi rohaninya karena hakikat dari diri seorang manusia adalah rohaninya. Sesuatu yang baik dan mulia tentu akan mempunyai sifat dan sikap yang baik dan mulia pula.

Oleh karena itu, pada hakikatnya rohani manusia adalah sehat, sehingga jika rohani yang sehat dan baik itu berubah menjadi sakit dan buruk, maka tentu ada hal-hal yang menjadikannya seperti itu. Karena tiap sesuatu

baru akan terjadi kalau ada penyebabnya, tanpa sebab tidak mungkin sesuatu akan terjadi. Hal ini sudah merupakan hukum alam (sunnatullaah) yang tetap. Maka begitu pula halnya dengan penyakit rohani. Penyakit rohani tidak akan timbul tanpa sebab. Penyebab dari penyakit jasmani ialah virus dan bakteri. Sedangkan penyebab dari penyakit rohani antara lain yaitu:

  • Nafsu

    Nafsu (syahwat) adalah keinginan yang timbul dari jiwa hewani yang sering bertentangan dengan hukum suci (fitrah kebenaran). Akal dan hawa nafsu adalah dua hal yang bertentangan dalam diri manusia. Akal selalu menimbang antara yang baik dan yang buruk, sedangkan nafsu selalu memilih hal-hal yang buruk. Hawa nafsu lebih suka kepada hal-hal yang enak pada awalnya, tetapi akibatnya tidak baik.

    Jika dianalogikan seperti pohon, maka apabila hawa nafsu telah bercabang dan banyak rantingnya, maka segala pikiran kita akan tertarik kepada hal-hal yang buruk. Tetapi sebenarnya tidak semua nafsu itu tercela. Ada nafsu yang dinamai nafsu muthmainnah dan nafsu lawwamah. Nafsu muthmainnah yaitu nafsu yang tenteram, yang sudah tunduk kepada aturan Allah dengan tenang. Sedangkan nafsu lawwamah adalah nafsu yang sudah sadar dan mampu melihat kekurangan-kekurangan diri sendiri, dengan kesadaran itu ia terdorong untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan rendah dan selalu berupaya melakukan sesuatu yang mengantarkan kebahagian yang bernilai tinggi.

    Sedangkan nafsu yang tercela adalah nafsu amarah. Nafsu amarah inilah yang menjadi penyebab penyakit rohani, karena nafsu amarah selalu mendorong manusia untuk melakukan hal-hal yang jahat. Nafsu amarah juga dapat menumbuhkan sifat dan sikap yang buruk di dalam diri manusia. Allah SWT telah berfirman:

    ”Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang”. (Yusuf: 53).

    Ayat tersebut menjelaskan bahwa nafsu yang sudah dirahmati oleh Allah tidak akan mendorong manusia untuk melakukan hal-hal buruk, yang tidak diridhoi Allah SWT. Jadi, sudah jelas bahwa nafsu yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit rohani hanyalah nafsu amarah saja.

  • Setan

    Setan adalah makhluk yang diciptakan oleh Allah dari api. Ia mempunyai tugas untuk menggoda manusia sehingga manusia jatuh ke dalam keingkaran dan kesesatan. Tetapi meskipun setan diciptakan untuk tujuan tertentu, kebanyakan manusia mudah tertipu olehnya. Seperti halnya nafsu, setan juga bisa menjadi penyebab penyakit rohani karena seperti yang telah diuraikan di atas bahwa setan selalu mendorong manusia untuk melakukan kejahatan. Ia selalu berupaya agar manusia mau mengikuti bujuk rayunya.

    Hati manusia menurut fitrahnya bersedia untuk menerima pengaruh yang baik dan buruk menurut pertimbangan yang sama. Hanya saja terkadang manusia lebih mengikuti godaan setan dan nafsunya sehingga yang banyak terjadi adalah mereka lebih memilih untuk menerima pengaruh yang buruk daripada yang baik. Jika manusia mengikuti hawa nafsunya, maka setan akan berkuasa atasnya dan timbullah penyakit rohani sehingga mendorong manusia untuk melakukan kejahatan. Tetapi apabila manusia menentang hawa nafsunya dan tidak mau dikuasai oleh godaan setan, maka akan timbul baginya perbuatan yang baik.

    Dari penjelasan di atas, maka jelaslah bahwa setan dan nafsu memiliki kaitan yang erat. Apabila setan sudah menguasai nafsu manusia, maka hal tersebut akan menimbulkan penyakit rohani pada manusia.

  • Rohani tidak diberi makan

    Manusia memiliki dua unsur, yakni jasmani dan rohani. Rohani merupakan urusan Allah sehingga hanya Dia lah yang mengetahui tentangnya. Karena rohani berasal dari Allah, maka makanannya juga haruslah berasal dari Allah juga. Penyakit rohani bisa muncul di dalam diri manusia karena manusia tersebut tidak mengetahui cara memberi makan rohaninya. Padahal sama seperti jasmani (tubuh), rohani juga membutuhkan makanan. Hanya saja makanan antara jasmani dan rohani berbeda. Al-Qur’an menyatakan bahwa makanan rohani adalah ”Mau’idzhah Tuhan”. Hal ini dinyatakan dalam surat Yunus ayat 57 yang berbunyi:

    ”Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman”.

    Yang dimaksud penyakit-penyakit yang ada di dada adalah semua penyakit yang ada di dalam rohani manusia. Oleh karena itu, cara memberi makan rohani adalah dengan senantiasa mengikuti apa yang telah diajarkan oleh Allah dan Nabi-Nya seperti shalat, puasa, zakat dan sebagainya.

  • Pengaruh lingkungan

    Pada dasarnya, manusia merupakan makhluk yang baik dan mulia, tetapi salah satu faktor yang menyebabkan manusia menjadi jahat dan buruk perangainya adalah karena pengaruh lingkungan. Begitu juga halnya dengan rohani, pada dasarnya rohani manusia itu baik dan sehat. Adanya penyakit rohani dalam diri manusia adalah karena pengaruh lingkungannya yang buruk. Bisa jadi, penyakit rohani itu muncul karena seseorang bergaul dengan temannya yang tidak baik sehingga mendorong dia untuk bersikap yang tidak baik pula.

Menurut Ibnu Taimiyah, penyakit hati itu sama dengan penyakit badan. Ia semacam kerusakan yang terjadi di dalam hati seseorang, sehingga merusak konsepsi dan keinginannya. Hatinya dikuasai syubhat, sehingga ia tidak dapat melihat kebenaran yang seharusnya.

Tanda penyakit hati adalah ia membenci sesuatu yang benar dan bermanfaat serta menyukai sesuatu yang salah dan berbahaya

Menurut pendapat Ibnu Taimiyah juga, sesungguhnya penyakit hati merupakan gangguan yang terjadi di dalam hati atau jiwa. Sementara itu Hamka menjelaskan bahwa menolak kebajikan adalah sama artinya dengan menolak Allah sendiri. Tiap-tiap amal ibadah yang tidak timbul daripada hati yang suci bersih, hati ikhlas, tidaklah akan mendatangkan ridha Tuhan.

Penyebab utama dari penyakit hati adalah Hawa Nafsu dan Setan (Iblis). Berikut penjelasan keduanya,

HAWA NAFSU


Hawa nafsu

Berikut ini beberapa ayat Al-Quran yang menggambarkan bagaimana pengaruh dari memperturutkan hawa nafsu itu:

“Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (penguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah . QS Shad [38]: 26.

Menurut pendapat Hamka hawa ialah kehendak hati sendiri yang terpengaruh oleh rasa marah atau kasihan, hiba atau sedih, dendam atau benci. Dalam bahasa asing, hawa itu adalah emosi atau sentimen. Kalau seorang penguasa tidak menghukum dengan benar dan adil, malahan hawa yang jadi hakim, putuslah harapan orang banyak akan mendapat perlindungan hukum dari yang berkuasa dan hilanglah keamanan jiwa dalam negara. Dengan demikian jika penegak hukum berlaku adil, maka penduduk negerinya akan merasa tenteram.

Larangan mengikuti hawa nafsu terlihat pula dalam firman Allah Swt… berikut ini:

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjaan.” QS Al-Nisâ‟ [4]: 135

Memperturutkan hawa nafsu akan mengakibatkan kegelisahan hati, karena fitrah manusia itu kepada kebenaran dan membenci kezaliman. Siapa yang berpaling, bahagia yang dirasanya hanya semu, di dalam dirinya berkecamuk perasaan bersalah dan berdosa.

Allah Swt. mengumpamakan pengikut hawa nafsu dengan anjing, seperti firman-Nya:

“Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat) nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.” QS Al- A‟râf [7]: 176

Menurut Hamka pemberian yang utama dari Allah kepada tiap-tiap kita manusia adalah dasar baik; kita dilahirkan dalam fitrah, tetapi kita sendiri pun diwajibkan berikhtiar sendiri melatih diri lebih baik, supaya naik martabat kita lebih tinggi.

Muthahhari menjelaskan, makna fitrah ialah bahwa sesungguhnya manusia dilahirkan dengan membawa watak dan karakter yang siap menerima agama. Sekiranya dia dibiarkan berada dalam wataknya itu, niscaya dia akan sampai pada apa yang semestinya terjadi pada dirinya (menerima agama), kecuali jika terdapat faktor-faktor luar yang berpengaruh terhadap dirinya dan menyimpangkannya dari jalannya yang alami dan fitri. Manusia harus bisa mengalahkan hawa nafsunya sendiri. Jika tidak, martabatnya sebagai manusia yang mulia akan turun serendah-rendahnya, bahkan lebih hina dari hewan.

Ayat ini merupakan perumpamaan bagi orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah Swt.

“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” . QS Yûsuf [12]: 53

Hamka menjelaskan bahwa Yusuf pun telah hamma bihâ, Zulaikha pun telah lebih dulu hamma bihi , telah sama-sama bangkit kehendak sebagai manusia. Tetapi Yusuf selamat dari godaan nafsu ammârahnya, sebab dia melihat burhâna rabbihi ; tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Tuhan.

Sedang Zulaikha tidak melihat burhân itu. Perkataan Zulaikha, “kecuali orang yang dikasihani oleh Tuhanku,” adalah pujian kepada Yusuf. Malahan di hadapan teman-temannya sesama wanita dalam perjamuan yang sampai melukakan tangan mereka itu telah dipujinya Yusuf. (ayat 32):

Telah aku rayu dia, inginkan dirinya, namun dia berteguh hati .”

Zulaikha mengakui dengan tulus bahwa dirinya bersalah, karena tidak mampu menahan hawa nafsunya sendiri. Allah Swt. menjelaskan akibat menuhankan hawa nafsu,

“Maka apakah kamu melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya dan Allah membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya … QS Al-Jâtsiyah [45]: 23

Hamka menjelaskan ayat ini bahwa Kafir-kafir Quraisy tidak mau beriman kepada Nabi Muhammad Saw., kebanyakan ialah karena mempertuhankan hawa pantang merendah. Dan Bani Israil, atau Yahudi tidak mau mempercayai Muhammad Saw. karena hawa kedengkian. Manusia sendiri tidak akan dapat menginsafkan orang yang demikian, kalau tidak Allah yang menolong.

Dalam ayat lain Allah Swt. berfirman:

Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal (nya)” . QS Al-Nâzi‟ât [79]: 40-41

Ibnu Qayyim-sebagaimana dikutip Hamka, membagi jihad manusia itu kepada melawan empat tingkat musuh: Pertama jihad melawan hawa, kedua melawan nafsu, ketiga melawan setan, keempat melawan rayuan dunia. Musuh yang paling besar adalah hawa dan nafsu, karena keduanya adalah di dalam diri kita sendiri.

Menurut Ibnu Qayyim Al-Jauziyah (691-751 H.), para salikin (pejalan spiritual) kepada Allah, kendati jalan mereka berbeda-beda, sepakat bahwa hawa nafsu menghalangi hati tiba kepada Allah. Hati tersebut tidak dimasuki Allah, kecuali setelah ia mematikan hawa nafsu.

Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa manusia terbagi ke dalam dua kelompok.

  • Pertama , kelompok yang dikalahkan hawa nafsunya, dan ia menjadi orang yang taat kepada perintah-perintahnya.

  • Kedua , kelompok yang mengalahkan hawa nafsunya, dan hawa nafsu itu taat kepada perintah-perintah mereka.

Al-Ghazali mengemukakan pendapat bahwa tugas kita adalah memenangkan pertarungan antara tuntutan hawa dan tuntutan agama, antara desakan nafsu dan desakan wahyu.

Syaikh Al-Darqawi mengatakan bahwa jika engkau ingin membebaskan diri dari nafsu, maka tolaklah segala bisikannya dan jangan pedulikan, karena semuanya itu pasti akan terus mengganggumu dan tidak akan meninggalkanmu dalam damai. Nafsu tidak akan meninggalkanmu, sampai engkau tenggelam di dalamnya. Dengan kata lain, kematianlah yang akan menghentikan upaya nafsu menggoda manusia.

Hamka menjelaskan dalam Falsafah Hidup bahwa hawa atau nafsu akan selalu memilih sesuatu yang jahat. Nafsu ingin merdeka di dalam segala perkara. Hawa nafsu lebih suka kepada perkara yang mulanya enak walaupun akhirnya kecelakaan.

Menurut Hamka dalam Tasawuf Modern, di dalam diri manusia selalu terjadi peperangan antara hawa nafsu dengan suara Ilahi atau hati nurani. Peperangan antara keduanya berganti-ganti, kalah dan menang. Orang yang berperang berganti kalah dan menang inilah yang patut disebut “mujahid”. Kalau dia mati dalam perjuangan itu, matinya mati syahid. Karena bukanlah orang mati syahid itu, di dalam pertempuran perang dengan musuh lahir saja, musuh hawa itulah yang besar. Rasulullah pernah ditanya: “Apakah perang yang paling utama?”

Beliau menjawab,

Engkau perangi hawa nafsumu

Rasulullah bersabda,

" Bukanlah orang yang gagah berani itu lantaran dia cepat melompati musuhnya di dalam pertempuran, tetapi orang yang berani ialah orang yang bisa menahan dirinya dari kemarahan.”

Hendaknya manusia selalu berusaha menjauhi hawa nafsu, sebab mengikutinya akan berakibat buruk. Selama manusia hidup hawa nafsu akan selalu berusaha agar bisa mengalahkan suara Ilahi atau hati nurani yang ada pada manusia. Oleh karena itu, manusia harus selalu berhati-hati dalam mengambil setiap tindakan. Apakah tindakan itu berasal dari suara Ilahi atau dari suara hawa nafsu.

SETAN


Godaan setan

Selain hawa nafsu, manusia juga bisa tergelincir dari titian hidup yang benar karena godaan setan. Allah berfirman dalam QS Al-Zukhruf [43]: 36,

“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya .

M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah , menjelaskan bahwa penggunaan bentuk tunggal bagi kata qarîn dan lahu/untuknya mengisyaratkan bahwa setiap orang yang enggan mengikuti tuntunan agama akan memiliki qarîn . Ini terjadi bagi setiap pribadi orang perorang, bukannya sekelompok yang memperoleh qarîn secara bersama-sama.

Dalam konteks ini Nabi Saw. bersabda bahwa:

“Tidak seorang pun di antara kamu, kecuali telah ditetapkan Allah baginya qarîn berupa setan.”

Para sahabat bertanya: “Walau engkau wahai Rasul Allah?

Nabi Saw. menjawab:

“Ya. Hanya saja Allah telah melimpahkan kepadaku rahmat-Nya sehingga aku selamat (atau dia memeluk Islam)”, (HR Muslim melalui Abu Hurairah).18

Menurut M. Utsman Najati, setan mempengaruhi manusia dengan keinginan-keinginan (syahwat-syahwat) yang bermacam-macam, hingga mereka akan lalai dari mengingat Allah. Singkatnya, setan punya seribu satu cara untuk memalingkan manusia dari kebenaran, ibadah dan taat kepada Allah Swt. Lain level iman seseorang, lain pula cara yang digunakannya. Ia tidak suka jika manusia semuanya tunduk pada perintah Tuhan dan mencintai kebenaran. Setan membutuhkan banyak pengikut untuk dijadikannya sebagai teman dalam kesengsaraan dunia dan akhirat.

Masih dalam Surat yang sama ayat 62, Allah berfirman,

“Dan janganlah kamu sekali-kali dipalingkan oleh setan; sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu .

Tipu daya setan inilah yang seharusnya selalu diwaspadai manusia dalam meniti kehidupan ini. Celaka hidup kebanyakan kita kalau salah mengambil sikap, bukan menganggap setan sebagai musuh melainkan menjadikannya sebagai pembimbing hidup.

Dalam QS Yâ Sîn [36]: 62 Allah berfirman,

“Sesungguhnya setan itu telah menyesatkan sebahagian besar di antaramu. Maka apakah kamu tidak memikirkan ?

Manusia diminta memikirkan lagi dengan sepenuh hati dan akal, sudah benarkah langkah yang telah ditempuhnya dalam hidup ini? Engkau mengharapkan menjadi penghuni surga, tapi mengapa menjauh dari Tuhan?; Engkau takut sekali dengan adzab neraka, tapi mengapa menjadi pengikut setan? Bukankah ini sebuah anomali sikap manusia?

Rasulullah Saw. pernah bersabda,

Sesungguhnya Aku menciptakan hamba-hamba-Ku dalam keadaan hanîf semuanya. Dan sesungguhnya mereka didatangi oleh setan yang menyebabkan mereka tersesat dari agama mereka ,” (HR Abu Daud dan Tirmidzi).20

Ibnu Qayyim menuturkan, sesungguhnya bisikan-bisikan hati dan lintasan-lintasannya terbagi ke dalam tiga bagian:

  • Pertama , rahmaniyah (berasal dari Allah).
  • Kedua , syaithaniyah (berasal dari setan).
  • Ketiga , nafsaniyah (berasal dari hawa nafsu).

Betapa pun seorang hamba berada di puncak zuhud dan ibadah, ia tetap bersama setan dan hawa nafsunya, karena keduanya tidak meninggalkannya hingga kematiannya. Setan mengalir padanya seperti peredaran darah. Sedangkan ma‟shûm terjaga dari dosa, ia khusus milik para Rasul. Selain mereka, pasti benar dan salah.

Oleh karena itu, menurut Abdul Hamid Al-Balali, pemilik jiwa sepatutnya berusaha semaksimal mungkin menuju hati guna memulai perbaikan dan pemurnian jiwa.

Dari hati timbulnya kesesatan dan akhlak tercela, dan melalui pendidikan dan penjernihan hati pula manusia akan memperoleh akhlak mulia dan ketaatan.

Manusia memiliki kedudukan lebih mulia dibandingkan dengan makhluk lain, karena ia memiliki potensi untuk dididik sehingga dapat tampil sebagai pemimpin di muka bumi. Akan tetapi manusia juga mempunyai kelemahan, seperti Adam dan Hawa berhasil digoda setan hingga keduanya diturunkan ke dunia. Namun keduanya segera bertaubat, insyaf memohon ampun kepada Tuhan. Ini menunjukkan bahwa manusia memiliki kesanggupan, kelebihan sekaligus kelemahan. Untuk itu seharusnya manusia berhati-hati, waspada terhadap bujuk rayu setan, hidup berpedoman kepada petunjuk Tuhan.

Manusia harus selalu sadar bahwa setan adalah musuhnya yang terbesar dalam hidup ini. Dengan kepandaiannya dalam merayu, setan akan selalu membelokkan manusia dari Tuhannya atau dari kebenaran.

Sumber : Jejen Musfah, Hati dalam tafsir Al-azhar Hamka, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta