Apa saja Pencapaian Kampanye Perlindungan Laut Greenpeace?

Pencapaian Kampanye Perlindungan Laut Greenpeace

Apa saja Pencapaian Kampanye Perlindungan Laut Greenpeace ?

Menghentikan Ujicoba Nuklir Perancis di Pasifik Selatan


Perancis, yang menolak untuk meratifikasi Partial Test Ban Treaty pada tahun 1963 bersama dengan India dan Cina, mulai melakukan uji coba nuklir atmosfer-nya di Atoll Moruroa dan Kepulauan Fangataufa di Polinesia Perancis pada tahun 1963. Oleh karena itu, dalam upayanya untuk menghentikan ujicoba tersebut, Greenpeace kembali melakukan pelayaran yang dilakukan oleh David McTaggart dengan menggunakan yacht -nya, yaitu 'Vega”. Di dalam pelayarannya, Ann-Marie Horne bertugas untuk merekam misi tersebut dengan menggunakan kamera tersembunyi, yang berhasil merekam aksi penganiayaan oleh para personil militer Perancis kepada McTaggart dan kru-nya, Nigel Ingram, yang kemudian disebarkan secara luas dan berhasil mempengaruhi opini publik terhadap uji coba nuklir Perancis.

Atas tindakan penganiayaan tersebut, McTaggart pun menjalani proses pengadilan panjang melawan pemerintah Perancis, hingga akhirnya, pada tahun 1974, McTaggart memenangkan kasusnya, di mana keputusan pengadilan Perancis menyatakan bahwa pemerintah Perancis terbukti bersalah. Pada tahun yang sama pula, Perancis mengumumkan bahwa mereka akan mengakhiri program uji coba nuklir atmosfer-nya. Perancis akhirnya menghentikan ujicoba nuklir secara keseluruhan pada Februari 1996 dan menandatangani Non Proliferation Treaty (NPT) pada 1 Mei 1996.

Menghentikan Perburuan dan Perdagangan Paus


Pada tahun 1970, jumlah total paus biru, paus humpback, dan spesies lainnya, menurun menjadi kurang secara drastis. Banyaknya kapal pemburu yang dilengkapi dengan tombak harpoon menjadi penyebab dari pembantaian populasi paus di dunia. Oleh karena itu, Greenpeace meluncurkan kampanye anti perburuan ikan paus pada tahun 1973. Kemudian, pada Juni 1975, dengan menggunakan Phyllis Cormack, Greenpeace mengkronfontir armada kapal pemburu paus Rusia di dekat pesisir California. Dokumentasi dari aksi tersebut pun langsung dipublikasikandan menciptakan kesadaran publik tentang realitas perburuan paus secara komersil hingga membuat opini publik untuk menentang industri pemburu paus.

Ketika aksi penghadangan dan pengambilan dokumentasi yang dilakukan di laut, Greenpeace berkampanye di seluruh dunia untuk menghimpun dukungan publik di darat, dengan cara menyebarkan selebaran dan mengumpulkan petisi untuk mendesak pemerintah nasional untuk merespon tekanan internasional tersebut. Upaya lobi terbayar ketika pada tahun 1982, IWC akhirnya menyetujui pembentukan moratorium penangkapan ikan paus secara komersil yang mulai berlaku pada tahun 1986, meskipun hanya berlaku untuk perburuan paus komersial, sedangkan perburuan paus untuk kepentingan penelitian serta yang dilakukan oleh Suku Aborigin masih diperbolehkan.

Melindungi Antartika dari Eksploitasi


Pada awal tahun 1980, ancaman eksploitasi komersial dari ekosistem ini tampak besar, akibat dari informasi cadangan minyak dan batubara serta kandungan mineral yang berada di Antartika yang membuat pemerintah dan perusahaan berbaris untuk memulai eksplorasi. Oleh karena itu, Greenpeace mulai meluncurkan kampanye Antartica World Park pada tahun 1983. Pada tahun 1987, MV Greenpeace berlayar ke Antartika dan beberapa minggu kemudian, tim ekspedisi Greenpeace membangun 'World Park Antarctica Base ’ Di Cape Evans, Pulau Ross, untuk mengekspos berbagai skandal yang dilakukan di sana. Di samping itu, Greenpeace dan Antarctic and Southern Ocean Coalition (ASOC) juga berkampanye secara aktif menentang penandatanganan Convention on the Regulation of Antarctic Mineral Resource Activities (CRAMRA), berkoordinasi dengan Greenpeace NROs yang melobi pemerintah nasional mereka untuk mengambil posisi terhadap perlindungan Antartika serta menjaring dukungan dari orang-orang terkemuka.

Pada akhirnya, berbagai upaya yang dilakukan oleh Greenpeace berhasil mendorong negara-negara untuk menghasilkan Protocol on Environmental Protection to the Antarctic Treaty ( Madrid Protocol ) yang ditandatangani di Madrid pada tahun 1991 dan mulai berlaku pada 1998 sebagai bentuk dari kesadaran yang tumbuh di antara negara-negara Antartika terkait kepentingan global terhadap lingkungan hidup Antartika.

Menghentikan Pembuangan Limbah Radioaktif di Laut


Limbah yang dihasilkan pada setiap tahap siklus bahan bakar nuklir memiliki potensi berbahaya untuk ratusan ribu tahun lamanya. Namun, sejak tahun 1940-an, industri nuklir telah memilih laut lepas sebagai lokasi utana untuk membuang limbah mereka dan selama bertahun-tahun, negara diperbolehkan melakukan praktek ini seperti AS, Uni Soviet, Perancis, Inggris, Jerman, Swedia dan negara-negara lain yang menggunakan laut sebagai tempat pembuangan mereka, baik di Pasifik maupun di Atlantik. Hingga pada akhirnya, kapal MV Greenpeace berhasil mendokumentasikan tiga kapal Rusia yang membuang limbah saat melakukan pengisian bahan bakar kapal selam bersenjata nuklir di sebelah barat Hokkaido dan tenggara Vladivostok, yang didokumentasikan dalam sebuah policy briefing berjudul “ Russia’s Radioactive Waste Crisis - The Cold War’s Red Hot Legacy ” yang melaporkan bahwa dalam periode 1950-an hingga 1980-an, Rusia secara rahasia membuang 18 reaktor nuklir dari kapal selam dan kapal pemecah es sebanyak 2,5 juta curie limbah radiasi ke laut.

Publikasi tersebut kemudian mampu membuat Jepang untuk menarik dukungannya terhadap aktivitas pembuangan limbah radioaktif di laut setelah mendapatkan tekanan publik atas aktivitas pembuangan limbah nuklir oleh Rusia di laut Jepang. Kemudian, AS juga beralih mengajukan pelarangan segala aktivitas pembuangan limbah nuklir berskala rendah, meskipun ditolak oleh Perancis dan Inggris. Hingga pada akhirnya, pada November 1993, dengan adanya suara bulat dari negara-negara peratifikasi London Dumping Convention untuk mengadopsi amandemen yang melarang segala pembuangan dan pembakaran limbah industri di laut, serta dengan suara mayoritas melarang pembuangan limbah radioaktif