Apa Saja Metode yang digunakan dalam Melakukan Ijtihad?

ijtihad

Ijtihad adalah sebuah usaha yang sungguh-sungguh, yang sebenarnya bisa dilaksanakan oleh siapa saja yang sudah berusaha mencari ilmu untuk memutuskan suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al-Qur’an maupun hadits dengan syarat menggunakan akal sehat dan pertimbangan matang.

Apa saja bentuk-bentuk ijtihad ?

Ijtihād sebagai sebuah metode atau cara dalam menghasilkan sebuah hukum terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu sebagai berikut :

  • Ijma’
    Ijma’ adalah kesepakatan para ulama ahli ijtihād dalam memutuskan suatu perkara atau hukum. Contoh ijma’ di masa sahabat adalah kesepakatan untuk menghimpun wahyu Ilahi yang berbentuk lembaranlembaran terpisah menjadi sebuah mus¥af al-Qur’ān yang seperti kita saksikan sekarang ini.

  • Qiyas
    Qiyas adalah mempersamakan/menganalogikan masalah baru yang tidak terdapat dalam al-Qur’ān atau hadis dengan yang sudah terdapat hukumnya dalam al-Qur’ān dan hadis karena kesamaan sifat atau karakternya. Contoh qiyas adalah mengharamkan hukum minuman keras selain khamr seperti brendy, wisky, topi miring, vodka, dan narkoba karena memiliki kesamaan sifat dan karakter dengan khamr, yaitu memabukkan.

  • Maślaĥah
    Maślaḥah atau mursalah artinya penetapan hukum yang menitikberatkan pada kemanfaatan suatu perbuatan dan tujuan hakiki-universal terhadap syari’at Islam. Misalkan, seseorang wajib mengganti atau membayar kerugaian atas kerugian kepada pemilik barang karena kerusakan di luar kesepakatan yang telah ditetapkan.

Dalam melaksanakan ijtihad, para ulama telah membuat metode-metode antara lain sebagai berikut :

Qiyas

Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu hal yang belum diterangkan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah, dengan dianalogikan kepada hukum sesuatu yang sudah diterangkan hukumnya oleh al- Qur’an/as-Sunnah karena ada sebab yang sama.

Contoh : Menurut al-Qur’an surat al- Jum’ah sembilan; seseorang dilarang jual beli pada saat mendengar adzan Jum’at. Bagaimana hukumnya perbuatan-perbuatan lain (selain jual beli) yang dilakukan pada saat mendengar adzan Jum’at?

Dalam al-Qur’an maupun al-Hadits tidak dijelaskan. Maka hendaknya kita berijtihad dengan jalan analogi. Yaitu : kalau jual beli karena dapat mengganggu shalat Jum’at dilarang, maka demikian pula halnya perbuatan-perbuatan lain, yang dapat mengganggu shalat Jum’at, juga dilarang.

Contoh lain : Menurut surat al-Isra’ 23; seseorang tidak boleh berkata ah (cis) kepada orang tua. Maka hukum memukul, menyakiti dan lain-lain terhadap orang tua juga dilarang, atas dasar analogi terhadap hukum cis tadi. Karena sama-sama menyakiti orang tua.

Pada zaman Rasulullah saw pernah diberikan contoh dalam menentukan hukum dengan dasar Qiyas tersebut. Yaitu ketika ‘ Umar bin Khathabb berkata kepada Rasulullah saw : Hari ini saya telah melakukan suatu pelanggaran, saya telah mencium istri, padahal saya sedang dalam keadaan berpuasa. Tanya Rasul : Bagaimana kalau kamu berkumur pada waktu sedang berpuasa? Jawab ‘Umar : tidak apa-apa. Sabda Rasul : Kalau begitu teruskanlah puasamu.

Ijma’

Yaitu persepakatan ulama-ulama Islam dalam menentukan sesuatu masalah ijtihadiyah.

Ketika ‘Ali bin Abi Thalib mengemukakan kepada Rasulullah tentang kemungkinan adanya sesuatu masalah yang tidak dibicarakan oleh al-Qur’an dan as-Sunnah, maka Rasulullah mengatakan :

”Kumpulkan orang-orang yang berilmu kemudian jadikan persoalan itu sebagai bahan musyawarah “.

Yang menjadi persoalan untuk saat sekarang ini adalah tentang kemungkinan dapat dicapai atau tidaknya ijma tersebut, karena ummat Islam sudah begitu besar dan berada diseluruh pelosok bumi termasuk para ulamanya.

Istihsan

Yaitu menetapkan sesuatu hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas dasar prinsip-prinsip umum ajaran Islam seperti keadilan, kasih sayang dan lain-lain. Oleh para ulama istihsan disebut sebagai Qiyas Khofi ( analogi samar-samar ) atau disebut sebagai pengalihan hukum yang diperoleh dengan Qiyas kepada hukum lain atas pertimbangan kemaslahatan umum.

Apabila kita dihadapkan dengan keharusan memilih salah satu diantara dua persoalan yang sama-sama jelek maka kita harus mengambil yang lebih ringan kejelekannya. Dasar istihsan antara lain surat az-Zumar 18.

Al-Mashlahah Al-Mursalah

Yaitu menetapkan hukum terhadap sesuatu persoalan ijtihadiyah atas pertimbangan kegunaan dan kemanfaatan yang sesuai dengan tujuan syari’at. Perbedaan antara istihsan dan mashalihul mursalah ialah: istihsan mempertimbang- kan dasar kemaslahan ( kebaikan ) itu dengan disertai dalil al-Qur’an/al-Hadits yang umum, sedang mashalihul mursalah mempertimbangkan dasar kepentingan dan kegunaan dengan tanpa adanya dalil yang secara tertulis exsplisit dalam al-Qur’an / al-Hadits.

Ada beberapa cara atau metode untuk melakukan ijtihad, baik ijtihad yang dilakukan sendiri-sendiri maupun dengan bersama-sama dengan orang lain. Metode tersebut di antaranya:

1. Ijma’

Persetujuan atau kesesuian pendapat para ahli mengenai suatu masalah (hukum syariat mengenai suatu kejadian/kasus) pada suatu tempat di suatu massa yang diperoleh dengan suatu cara di tempat yang sama. Ijma’ dilakukan setelah Rasulullah wafat. Ijma’ yang hakiki hanya mungkin terjadi pada masa Khulafaur Rasyidin. Saat Rasulullah masih hidup, Beliau sendirilah sebagai tempat kembali hukum syariat Islam sehingga tidak terdapat perselisihan mengenai hukum Syariat Islam dan tidak terjadi pua kesepakatan (ittiqaf), karena kesepakatan tersebut tidak akan terwujud kecuali dari beberapa orang.

Sekarang ijma’ hanya berarti persetujuan atau kesesuaian pendapat di suatu tempat mengenai tafsiran ayat-ayat hukum tertentu dalam Al Qur’an. Kini sulit dicari suatu cara dan sarana yang dapat dipergunakan untuk memperoleh persetujuan seluruh ahli mengenai suatu masalah pada suatu massa di tempat yang berbeda karena luasnya bagian dunia yang didiami oleh umat Islam, beragamnya sejarah, budaya dan lingkungannya.

2. Qiyas

Menyamakan hukum suatu hal yang tidak terdapat ketentuannya dalam Al Qur’an dan As Sunnah dengan hal lain yang hukumnya disebut dalam Al Qur’an dan As Sunnah karena ada persamaan illat (penyebab atau alasan/ dasar hukumnya). Qiyas adalah ukuran yang dipergunakan oleh akal budi untuk membanding suatu hal dengan hal lain.

3. Istidal

Menarik kesimpulan dari dua hal yang berlainan, contohnya menarik kesimpulan dari adat istiadat dan hukum agama yang diwahyukan sebelum Islam.

4. Maslahat Mursalah

Menemukan hukum sesuatu hal yang tidak terdapat ketentuannya baik dalam Al Qur’an maupun dalam kitab-kitab hadits, berdasarkan pertimbangan kemaslahatan masyarakat atau kepentingan umum. Artinya mendatangkan keuntungan bagi mereka dan menolak madharat serta menghilangkan kesulitan. Maslahat jadi baru menurut barunya keadaan ummat manusia dan berkembang menurut perkembangan lingkungan.

5. Istihsan

Menurut bahasa adalah menganggap baik, dapat diartikan Istihsan sebagai cara menentukan hukum dengan jalan menyimpang dari ketentuan yang sudah ada demi keadilan dan kepentingan sosial. Metode ini merupakan cara yang unik dalam menggunakan akal pikiran dengan mengesampingkan analogi yang ketat dan bersifat lahiriah demi kepentingan masyarakat dan keadilan. Istihsan adalah suatu cara untuk mengambil keputusan yang tepat menurut suatu keadaan.

6. Istisab

Menetapkan hukum sesuatu hal menurut keadaan yang terjadi sebelumnya, sampai ada dalil yang mengubahnya. Dengan kata lain, istisab adalah melangsungkan berlakunya hukum yang telah ada karena belum ada ketentuan lain yang membatalkannya.

7. ’Urf

Adat istiadat yang tidak bertentangan dengan hukum islam dapat dikukuhkan tetap terus berlaku bagi masyarakat yang bersangkutan. Adat istiadat berkenaan dengan soal muamalah. Menurut kaidah hukum Islam adat dapat dikuhkan menjadi hukum (al-’adatu muhakammah), hukum adat tersebut dapat berlaku bagi umat Islam.