Apa saja manfaat dari hukum?

Hukum mengatur tingkah laku atau tindakan manusia dalam masyarakat. Peraturan berisikan perintah dan larangan untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu. Hal ini dimaksudkan untuk mengatur perilaku manusia agar tidak bersinggungan dan merugikan kepentingan umum.

Apa saja manfaat dari hukum?

Dalam pergaulan masyarakat terdapat aneka macam hubungan antara anggota masyarakat, yakni hubungan yang ditimbulkan oleh kepentingan-kepentingan anggota masyarakat itu.
Dengan banyak aneka ragamnya hubungan itu, para anggota masyarakat memerlukan aturan-aturan yang dapat menjamin keseimbangan agar dalam hubungan-hubungan itu tidak terjadi kekacauan dalam masyarakat.

Untuk menjamin kelangsungan keseimbangan dalam hubungan antara anggota masyarakat, diperlukan aturan-aturan hukum yang diadakan atas kehendak dan kesadaran tiap-tiap anggota masyarakat itu.

Peraturan-peraturan hukum yang bersifat mengatur dan memaksa anggota masyarakat untuk patuh mentaatinya, menyebabkan terdapatnya keseimbangan dalam flap perhubungan dalam masyarakat. Setiap hubungan kemasyarakatan tak boleh bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam peraturan hukum yang berlaku dalam masyarakat.

Setiap pelanggar hukum yang ada, akan dikenakan sanksi berupa hukuman sebagai reaksi terhadap perbuatan yang melanggar hukum yang dilakukan.

Untuk menjaga agar peraturan-peraturan hukum itu dapat berlangsung terus dan diterima oleh anggota masyarakat, maka peraturan-peraturan hukum yang ada hates sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan asas-asas keadilan dari masyarakat tersebut.
Dengan demikian, hukum itu bertujuan menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat dan hukum itu hams pula bersendikan pada keadilan, yaitu asas-asas keadilan dan masyarakat itu.

Berkenaan dengan tujuan hukum, kita mengenal beberapa pendapat sarjana ilmu hukum yang diantaranya sebagai berikut:

1. PROF. SUBEKTI, S.H

Dalam buku yang berjudul “Dasar-dasar Hukum dan Pengadilan,” Prof.Subekti, S.H mengatakan, bahwa hukum itu mengabdi pada tujuan Negara yang dalam pokoknya ialah: mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.

Hukum, menurut Prof. Subekti, S.H melayani tujuan Negara tersebut dengan menyelenggarakan “keadilan” dan “ketertiban”, syarat-syarat pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Ditegaskan selanjutnya, bahwa keadilan itu kiranya dapat digambarkan sebagai suatu keadilan keseimbangan yang membawa ketentraman di dalam hati orang, dan jika diusik atau dilanggar akan menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan.

Keadilan selalu mengundang unsur “penghargaan,” “penilaian” atau “pertimbangan” dan karena itu ia lazim dilambangkan suatu “neraca keadilan.” Dikatakan bahwa keadilan itu menuntut bahwa “dalam keadaan yang sama setiap orang harus menerima bagian yang sama pula”.

Dari mana asalnya keadilan itu? Keadilan, menurut Prof. Subekti, S.H, berasal dari Tuhan Yang Maha Esa; tetapi seorang manusia diberi kecakapan atau kemampuan untuk meraba atau merasakan keadaan yang dinamakan adil. Dan segala kejadian di alam dunia ini pun sudah semestinya menumbuhkan dasar-dasar keadilan itu pada manusia.

Dengan demikian maka dapat kita lihat bahwa hukum tidak saja harus mencari keseimbangan antara perbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, untuk mendapatkan “keadilan” tetapi hukum juga harus mendapatkan keseimbangan lagi antara tuntutan keadilan tersebut dengan tuntutan “ketertiban” atau “kepastian hukum”.

2. PROF. MR. DR. L.J. VAN APELDOORN

Prof. van Apeldoorn dalam bukunya “Inleiding tot de studie van het Nederlandse recht” mengatakan, bahwa tujuan hukum ialah mengatur pergaulan hidup manusia secara damai. Hukum menghendaki perdamaian.

Perdamaian diantara manusia dipertahankan oleh hukum dengan melindungi kepentingan-kepentingan hukum manusia tertentu, kehormatan, kemerdekaan, jiwa, harta benda pihak yang merugikannya.

Kepentingan perseorangan selalu bertentangan dengan kepentingan golongan-golongan manusia. Pertentangan kepentingan ini dapat menjadi pertikaian bahkan dapat menjelma menjadi peperangan, seandainya hukum tidak bertindak sebagai perantara untuk mempertahankan perdamaian.

Adapun hukum mempertahankan perdamaian dengan menimbang kepentingan yang bertentangan itu secara teliti dan mengadakan keseimbangan diantaranya, karena hukum hanya dapat mencapai tujuan, jika ia menuju persatuan yang adil; artinya peraturan pada manusia terdapat keseimbangan antara kepentingan-kepentingan yang dilindungi, pada setiap orang memperoleh sebanyak mungkin yang menjadi bagiannya. Keadilan tidak dipandang sama arti dengan persamarataan. Keadilan bukan berarti bahwa tiap-tiap orang memperoleh bagian yang sama.

Dalam tulisannya “Rhetorica,” Aristoteles membedakan dua macam keadilan, yaitu keadilan "distributif’ dan keadilan "komutatif’.

  • Keadilan distributif ialah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya (pembagian menurut haknya masing-masing).
    Ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya; bukan persamaan melainkan kesebandingan.
    Dalam hal ini Prof, van Apeldoorn memberi contoh yang berikut: “Bila dalam pasal 5 Undang-Undang Dasar Belanda mengatakan: Tiap-tiap orang belanda dapat diangkat tiap-tiap jabatan, maka ini belum berarti bahwa tiap-tiap orang Belanda mempunyai hak yang sama untuk diangkat menjadi Menteri, melainkan bahwa jabatan-jabatan hams diberikan kepada mereka yang berdasarkan jasa-jasanya dan patut memperolehnya”.
    Bandingkan dengan UUD-l945 pasal 27 ayat 2: (“Tiap-tiap warganegara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”).

  • Keadilan komutatif ialah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perorangan. Ia memegang peranan dalam tukar menukar; pada pertukaran barang-barang dan jasa-jasa dalam mana sebanyak mungkin hams terdapat persamaan antara apa yang dipertukarkan.

Keadilan komutatif lebih-lebih menguasai hubungan antara perseorangan khusus, sedangkan keadilan distributif terutama menguasai hubungan antara masyarakat (khususnya negara) dengan perseorangan khusus.

3. TEORI Ens

Ada teori yang mengajarkan, bahwa hukuman itu semata-mata menghendaki keadilan. Teori-teori yang mengajarkan hal tersebut dinamakan teori etis, karena menurut teori-teori itu, isi hukum semata-mata hams ditentukan oleh kesadaran etis kita mengenai apa yang adil dan apa yang tidak adil.

Teori ini menurut Prof. van Apeldoorn berat sebelah, karena ia melebihkan kadar keadilan hukum, sebab ia cukup memperhatikan keadaan yang sebenarnya.

Hukum menetapkan peraturan-peraturan umum yang menjadi petunjuk untuk orang-orang dalam pergaulan masyarakat. Jika hukum semata-mata menghendaki keadilan, jadi semata-mata mempunyai tujuan memberi tiap-tiap orang apa yang patut diterimanya, maka is tak dapat membentuk peraturan-peraturan umum.

Tertib hukum yang mempunyai peraturan bukan, tertulis atau tidak tertulis, tak mungkin, kata Prof. van Apeldoorn. Tak adanya peraturan umum, berarti ketidaktentuan yang sungguh-sungguh mengenai apa yang disebut adil atau tidak adil. Dan ketidaktentuan inilah yang selalu akan menyebabkan keadaan yang tidak teratur.
Dengan demikian hukum harus menentukan peraturan umum, harus menyamaratakan. Tetapi keadilan melarang menyamaratakan; keadilan menuntut supaya setiap perkara harus ditimbang tersendiri.

Oleh karena itu kadang-kadang pembentuk undang-undang sebanyak mungkin memenuhi tuntutan tersebut dengan merumuskan peraturan-peraturannya sedemikian rupa, sehingga hakim diberikan kelonggaran yang besar dalam melakukan peraturan¬peraturan tersebut atas hal-hal yang khusus.

4. GENY

Dalam “Science et technique en droit prive positif,” Geny mengajarkan bahwa hukum bertujuan semata-mata untuk mencapai keadilan. Dan sebagai unsur daripada keadilan disebutkannya " kepentingan daya guna dan kemanfaatan".

5. BENTHAM (TEORI UTILITIS)

Jeremy Bentham dalam bukunya “Introduktion to the morals and legislation” berpendapat bahwa hukum bertujuan untuk mewujudkan semata-mata apa yang berfaedah bagi orang.
Dan karena apa yang berfaedah kepada orang yang satu, mungkin merugikan orang lain, maka menurut teori utilitis, tujuan hukum ialah menjamin adanya kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada orang sebanyak-banyaknya. Kepastian melalui hukum bagi perseorangan merupakan tujuan utama daripada hukum.

Dalam hal ini, pendapat Bentham dititikberatkan pada hal-hal yang berfaedah dan bersifat umum, namun tidak memperhatikan unsur keadilan.

Sebaliknya Mr J.H.P. Beefroid dalam bukunya "Inleiding tot de Rechtswetenschap in Nederland " mengatakan:

"De inhoud van het recht dient to worden bepalald onder leiding van twee grondbeginselen, t.w.de rechtvaardigheid en de doeatigheid (isi hukum hams ditentukan menurut dua azas, yaitu asas keadilan dan faedah).

6. PROF. MR J. VAN KAN

Dalam buku “Inleiding tot de Rechtwetenschap” Prof.van Kan menulis antara lain sebagai berikut: "Jadi terdapat kaedah-kaedah agama, kaedah-kaedah kesusilaan, kaedah-kaedah kesopanan, yang semuanya bersama-sama ikut berusaha dalam penyelenggaraan dan perlindungan kepentingan-kepetingan orang dalam masyarakat. Apakah itu telah cukup? Tidak! Dan tidaknya karena dua sebab yaitu:

  • Terdapat kepentingan-kepentingan yang tidak teratur baik oleh kaedah-kaedah agama, kesusilaan maupun kesopanan, tetapi temyata memerlukan perlindungan juga;
  • Juga kepentingan kepentingan yang telah diatur oleh kaedah-kaedah tersebut di atas, belum cukup terlindungi.

Oleh karena kedua sebab ini kepentingan-kepentingan orang dalam masyarakat tidak cukup terlindungi dan terjamin, maim perlindungan kepentingan itu diberikan kepada hukum.
Selanjutnya Prof. van Kan mengatakan, bahwa hukum bertujuan menjaga kepentingan tiap-tiap manusia supaya kepentingan-kepentingan itu tidak dapat diganggu.

Jelas disini, bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Selain itu dapat disebutkan bahwa hukum menjaga dan mencegah agar setiap orang tidak menjadi hakim atas dirinya sendiri (eigenrichting is verboden), tidak mengadili dan menjatuhi hukuman terhadap setiap pelanggaran hukum terhadap dirinya. Namun tiap perkara, hams diselesaikan melalui proses pengadilan, dengan perantaraan hakim berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.