Apa saja manfaat dan keuntungan memaafkan kesalahan orang lain bagi diri kita?

Perilaku memaafkan merupakan menurunnya respons negatif dan meningkatnya respons positif seseorang terhadap orang yang melakukan kesalahan, baik dalam aspek pikiran (kognisi), perasaan (afeksi), maupun perilaku (konasi).

Apa saja manfaat dan keuntungan memaafkan kesalahan orang lain bagi diri kita ?

Beberapa manfaat memaafkan kesalahan orang lain adalah:

Mendamaikan Hati

Tindakan tidak mau memaafkan kesalahan orang lain hanya akan membuat diri kita dikuasai emosi negatif saja, tidak diberikan ketenangan dalam hidup. maafkanlah kesalahan orang lain dengan setulus hati agar bisa membuang emosi negatif tersebut dan mendatangkan kedamaian.

Memperkuat Mental

Mahatma Gandhi, filosof asal India, pernah mengatakan “orang lemah tidak akan mampu untuk memberikan maaf, hanya orang yang kuat sajalah yang mampu melakukannya”. Dengan memberikan maaf secara tulus akan membuat mental kita menjadi kuat.

Kesehatan Menjadi Lebih Baik

Emosi negatif yang dihasilkan dari sulit memaafkan kesalahan orang lain hanya akan membuat diri kita semakin buruk yang pada akhirnya akan berkakibat pada menurunnya kesehatan. Namun jika kita mampu menjadi pribadi yang pemaaf pastilah emosi negatif tersebut menghilang dan diganti dengan kedamaian hati yang membuat kesehatan menjadi lebih baik.

Membuat Kita Lebih Bahagia

Penelitian menunjukan bahwa orang yang mampu memaafkan kesalahan orang lain akan terlihat lebih bahagia dibandingkan dengan orang yang tidak bisa memaafkan. Hal ini didukung dengan fakta yang membuktikan hal tersebut, apalagi ketika memaafkan orang yang dekat dengannya.

Menurut penelitian para ilmuan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan kondisinya lebih sehat, baik secara jiwa maupun raganya. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa orang-orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniah, tetapi juga jasmaniah.

Telah dibuktikan bahwa berdasarkan penelitian, gejala-gejala pada kejiwaan dan tubuh, seperti sakit punggung akibat stres, susah tidur, dan sakit perut sangatlah berkurang pada orang-orang yang memaafkan.

Dr. Frederic Luskin dalam bukunya, Forgive for Good (Maafkanlah demi Kebaikan), menjelaskan sifat pemaaf sebagai resep yang telah terbukti bagi kesehatan dan kebahagiaan. Buku tersebut memaparkan bahwa sifat pemaaf memicu terciptanya keadaan baik dalam pikiran, seperti harapan, kesabaran, dan percaya diri dengan mengurangi kemarahan, penderitaan, lemah semangat, dan stres.

Menurut Dr. Luskin, kemarahan yang dipelihara menyebabkan dampak ragawi yang dapat diamati pada diri seseorang. Dia melanjutkan, memaafkan adalah salah satu perilaku yang membuat orang tetap sehat dan sebuah sikap mulia yang seharusnya diamalkan setiap orang.

memaafkan

Sebuah artikel berjudul “ Forgiveness”, yang diterbitkan Healing Current Magazine edisi bulan september-oktober 1996, menyebutkan bahwa kemarahan terhadap seseorang atau suatu peristiwa menimbulkan emosi negatif dalam diri orang, akibatnya keseimbangan emosional rusak, bahkan kesehatan jasmani juga. Artikel tersebut juga menyebutkan bahwa orang menyadari setelah beberapa saat bahwa kemarahan itu mengganggu mereka, kemudian berkeinginan memperbaiki kerusakan hubungan. Jadi mereka mengambil langkah-langkah untuk memaafkan. Disebut pula bahwa meskipun mereka tahan dengan segala hal itu, orang tidak ingin menghabiskan waktu-waktu berharga dari hidup mereka dalam kemarahan dan kegelisahan, bahkan lebih suka memaafkan diri mereka sendiri dan orang lain.

Semua penelitian itu menenjukkan bahwa kemarahan sebagai sebuah keadaan pikiran yang sangat merusak kesehatan manusia. Di sisi lain,memaafkan meskipun berat, terasa membahagiakan karena sebagai satu bagian dari akhlak terpuji, yang bisa menghilangkan dari segala dampak kemarahan dan membantu orang tersebut menikmati hidup yang sehat, baik secara lahir maupun batin.

Referensi : Janis Abrahms Spring, Michael Spring, How Can I Forgive You; Memaafkan Tanpa Menyisakan Rasa Sakit Hati, Jakarta, TransMedia, 2006.

Menurut Snyder dan Thompson, ketika seseorang dapat memaafkan akan terbebas dari dua hal yang menjadi aspek dari memaafkan yaitu :

  • Perubahan valensi keterikatan yang ada dalam diri individu dengan individu lain,berubah dari negatif menjadi netral atau positif. Pada dimensi ini perubahan yang terjadi pada diri individu tersebut meliputi perubahan kognisi, perubahan emosi dan perubahan perilaku.

  • Sebuah kombinasi perubahan serta melemahnya valensi yang ada dalam diri individu.
    Melemahnya valensi dalam diri individu ini diartikan bahwa seseorang tidak lagi merasakan keterikatan yang sangat kuat dengan pelanggar seperti yang terjadi pada saat kejadian. Hal ini dapat diartikan bahwa berkurangnya rasa sakit hati yang dialami oleh seseorang terhadap pelanggar berdasarkan dengan waktu yang telah berlalu. Hal ini tidak berarti melupakan apa yang terjadi namun tidak lagi merasakan hubungan negatif yang kuat kepada seseorang maupun kejadian ( Lopez dan Snyder, 2004).

Kita sering merasa sulit memaafkan orang telah menyebabkan kita menderita. Memang itu bukan perkara yang mudah. Tetapi sesungguhnya, “memafkan” bukanlah untuk kepentingan mereka yang bersalah kepada kita, melainkan untuk kebaikan diri kita sendiri.

Merasa marah, benci, atau sakit hati setelah seseorang menyakiti kita pada sebuah peristiwa tertentu berarti kita mengizinkan orang tersebut menyakiti kita terus-menerus.

Mengapa kita mengizinkan orang tersebut menikmati kesenangan “terus-menerus” meski mengetahui bahwa hidup kitalah yang terus menderita akibat perlakuannya?

Mengapa tidak sebalikanya, kita menunjukkan bahwa kita telah “move on” dan hidup dengan baik? Dengan begitu, kita telah menghentikan rasa “senang” mereka terhadap penderitaan kita. Bukankah itu pilihan yang lebih baik?

Kata “Maaf” tidak akan membuat yang terlambat jadi tepat waktu.

Kata “Maaf” juga tidak akan membuat yang terlanjur tersakiti jadi sembuh sedia kala.

Kata “Maaf” apalagi, juga tidak bisa mengembalikan yang telah pergi; menghapus salah menjadi benar; yang rusak seketika menjadi baik.

Tidak bisa.

Tapi kata “Maaf” yang tulus dan ihklas, melampaui ukuran itu semua, melewati ukuran dunia.

Kata “Maaf” bisa menyiram hati menjadi lebih cemerlang. Bening. Damai. Dan itulah hakikat memaafkan.

Memaafkan itu membebaskan diri dari jeruji besi keterpurukan.

Sumber: Maaf | Cerita Motivasi @ IphinCow.com

Dalam memaafkan idealnya sikap dan perasaan negatif memang harus digantikan dengan sikap dan perasaan positif, namun pada kenyataanya hal ini tidak mudah dilakukan, apalagi secara cepat. Selalu ada persoalan psikologis di antara dua pihak yang pernah mengalami keretakan hubungan akibat suatu kesalahan. Oleh karena itu, pemaafan secara dewasa bukan berarti menghapus seluruh perasaan negatif tetapi menjadi sebuah keseimbangan perasaan (Smedes, 1984).

Keinginan untuk berbuat positif tidak berarti menghapuskan perasaan negatif yang pernah ada. Suatu keseimbangan akan dicapai jika hal yang positif dan negatif berkoeksistensi. Hal ini hanya dapat dicapai bila masing-masing individu mampu belajar menyadari bahwa setiap orang mempunyai kekurangan masing-
-masing.

Kesadaran seperti inilah yang lebih dibutuhkan daripada usaha membuat ilusi mengganti semua pengalaman negatif menjadi hal positif

Berikut beberapa manfaat memaafkan, menurut beberapa ahli psikologi,

McCullough dkk. (1997) mengemukakan bahwa memaafkan dapat dijadikan seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang untuk tidak membalas dendam dan meredakan dorongan untuk memelihara kebencian terhadap pihak yang menyakiti serta meningkatkan dorongan untuk konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti.

Worthington dan Wade (1999) menyetujui pendapat yang mengatakan bahwa secara kesehatan memaafkan memberikan keuntungan psikologis, dan memaafkan merupakan terapi yang efektif dalam intervensi yang membebaskan seseorang dari kemarahannya dan rasa bersalah.

Memaafkan dapat mengurangi marah, depresi, cemas dan membantu dalam penyesuaian perkawinan (Hope,1987).

Memaafkan dalam hubungan interpersonal yang erat juga berpengaruh terhadap kebahagian dan kepuasan hubungan (Karremans dkk, 2003 ; Fincham, dan Beach, 2002).

Zechmeister dan Romero (2002) meneliti persepsi memaafkan dengan metode analisi atas narasi. Subyek diminta menuliskan peristiwa yang menyakitkan, baik sebagai orang yang disakiti maupun yang menyakiti dan rasa sakit hati yang dapat dimaafkan dan yang tidak dapat dimaafkan. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa persepsi luka interpersonal tergantung pada peran seseorang sebagai korban atau pelaku dan tergantung kemampuan mereka untuk memaafkan. Subyek dengan ungkapan memaafkan menggambarkan hasil dan pengaruh positif dalam mengelola dirinya dibandingkan dengan subyek yang menuliskan ungkapan berisi hal-hal yang tidak memaafkan.

  1. Terhindar dari Beberapa Gangguan Kecemasan
    Memaafkan cenderung berhubungan positif dengan aspek kesejahteraan psikologis, kesehatan fisik, dan pencapaian keberhasilan. Orang dengan kecenderungan yang kuat untuk memaafkan (atau yang lemah kecenderungan untuk membalas dendam ketika disakiti oleh orang lain) mengalami penurunan risiko untuk gangguan ketergantungan nikotin, gangguan penyalahgunaan zat, gangguan depresi, dan beberapa gangguan kecemasan.

  2. Penurunan Reaktifitas Kardiovaskular
    Memaafkan juga telah dikaitkan secara positif dengan kesejahteraan psikologis, sebagai emosi positif yang tinggi, emosi negatif yang rendah, kepuasan yang tinggi dengan kehidupan dan kesehatan fisik. Beberapa studi terbaru menunjukkan bahwa ketika orang memaafkan akan menjadi ganti dari sebuah pelanggaran yang telah mereka lakukan, terjadi penurunan reaktifitas kardiovaskular (misalnya, tekanan darah dan denyut jantung) dibandingkan apabila mereka membalas dendam. Memaafkan dapat mempengaruhi hasil tersebut melalui beberapa mekanisme. Witvliet dan McCullough telah menyajikan suatu teori tentang memaafkan dan emosi yang terkait dengan perhatian, motivasi, pengalaman emosional subjektif, fisiologi, dan integrasi perilaku dalam neuro-model. Memaafkan menyediakan sebuah alternatif untuk tanggapan psikologis yang maladaptif seperti perenungan dan penindasan, yang tampaknya memiliki konsekuensi negatif untuk kesehatan mental dan fisik.

  3. Proses Regulasi Emosi yang Menguntungkan
    Memaafkan juga dapat berfungsi sebagai alternatif perilaku seperti merokok dan alkohol atau penggunaan narkoba untuk mengatasi emosi negatif dan pengalaman sosial. Memaafkan juga memfasilitasi proses regulasi emosi menguntungkan, termasuk kemampuan untuk memproses informasi yang dapat meningkatkan belas kasihan dan murah hati yang diadopsi pikiran, perasaan, dan perilaku yang berhubungan positif pada psiko-fisiologis.

  4. Mempengaruhi Dukungan Sosial
    Memaafkan juga mempengaruhi dukungan sosial, mental kuat dan kesehatan fisik. Manusia yang siap memaafkan lebih baik dalam memelihara hubungan positif dengan hubungan sosial, mereka mungkin lebih mampu memetik manfaat dari dukungan sosial, relasional mengalami kedekatan, komitmen, kesediaan untuk mengakomodasi, kesediaan untuk pengorbanan, dan kerja sama. Sebaliknya, kegagalan memaafkan dapat mengakibatkan “ketegangan psikologis” yang terkait dengan ambivalensi yang berasal dari kegagalan untuk memperluas perilaku sosial dalam hubungan bermitra. Ketegangan psikologis ini dapat berpotensi mengurangi kepuasan hidup dan harga diri, begitu juga meningkatkan pengaruh negatif. Selain itu, mengaktifkan konsep membuat orang lebih terfokus pada orang lain, lebih mungkin untuk terlibat dalam kepedulian, dan lebih mungkin untuk memberikan kontribusi pada sebuah hubungan yang pro sosial.