Apa saja kelebihan dan kelemahan pola tanam SRI?

Budidaya tanaman tidak terlepas dari pola tanam. Pola tanam adalah usaha penanaman pada sebidang lahan dengan mengatur susunan tata letak dan urutan tanaman selama periode waktu tertentu. Pada komoditas padi terdapat beberapa pola tanam, salah satunya pola tanam SRI. Apa saja kelebihan dan kelemahan pola tanam SRI?

1 Like

Metode SRI yaitu kependekan dari System of Rice Intensification adalah salah satu inovasi metode budidaya padi yang dikembangkan sejak 1980-an oleh pastor sekaligus agrikulturis Perancis, Fr. Henri de Laulanie, yang ditugaskan di Madagaskar sejak 1961. Awalnya SRI adalah singkatan dari “systeme de riziculture intensive” dan pertama kali muncul di jurnal Tropicultura tahun 1993. Saat itu, SRI hanya dikenal setempat dan penyebarannya terbatas. Sejak akhir 1990-an, SRI mulai mendunia sebagai hasil usaha tidak pantang menyerah Prof. Norman Uphoff, mantan direktur Cornell International Institute for Food, Agriculture and Development (CIIFAD). Tahun 1999, untuk pertama kalinya SRI diuji di luar Madagaskar yaitu di China dan Indonesia.

Penggunaan teknologi sistem tanam dalam budidaya padi diharapkan dapat mempengaruhi hasil produksi, dan pada akhirnya akan mempengaruhi pendapatan petani. Teknologi budidaya yang tepat tidak hanya menyangkut masalah penggunaan varietas unggul, tetapi juga pemilihan metode tanam yang tepat. Metode tanam SRI (Sistem of Rice Intensification) yaitu budidaya tanaman padi intensif dan efisien dengan proses manajemen sistem perakaran yang berbasis pada pengelolaan yang seimbang terhadap tanah, tanaman dan air (Yoshie dan Rita, 2010).

Budidaya padi organik dengan metode SRI mengutamakan potensi lokal dan ramah lingkungan, sehingga akan sangat mendukung terhadap pemulihan kesehatan tanah dan kesehatan pengguna produknya. Pertanian organik pada prinsipnya menitik beratkan prinsip daur ulang hara melalui panen dengan cara mengembalikan sebagian biomasa ke dalam tanah, dan konservasi air, sehingga berkontribusi positif terhadap kelestarian lingkungan. Budidaya padi sawah semi organik dengan metode SRI dianggap sebagai model budidaya tanaman padi sawah yang ramah lingkungan, karena tidak menggunakan pupuk kimia dan juga pestisida dalam pengelolaan usahataninya, sehingga petani diharapkan dapat menerapkan metode tersebut. Perbedaan antara Pola Tanam pada Metode Konvensional dan Pada Metode SRI itu terdapat pada jarak tanam dan cara menanam bibit padi. Pada Metode Konvensional, biasanya jarak tanam yang umumnya dipakai yaitu 20 cm x 20 cm, dan menanam beberapa bibit padi dalam satu lubang dengan posisi taman yang dalam. Sedangkan pada Metode SRI, biasanya jarak tanam sekitar 40 cm x 40 cm, dan menanam hanya satu bibit padi dalam satu lubang dengan posisi tanam dangkal. Pola tanam padi model SRI adalah cara bertanam padi kembali ke alam. Artinya, petani tidak lagi menggunakan pupuk kimia, tapi memanfaatkan jerami, limbah geraji, sekam, pohon pisang, pupuk kandang yang diolah untuk pupuk tanahnya.

Penanaman Tanaman padi dengan metode SRI dilakukan dengan menggunakan bibit yang ditanam harus berusia muda, yaitu kurang dari 12 hari setelah semai yaitu ketika bibit masih berdaun 2 helai, bibit padi ditanam tunggal atau satu bibit perlubang dan penanaman harus dangkal dengan kedalaman 1 -1,5 cm serta perakaran saat penanaman seperti huruf L dengan kondisi tanah sawah saat penanaman tidak tergenang air. Pada sistem tanaman SRI digunakan jarak tanam yang lebar, yaitu 25 x 25 cm atau 30 x 30 cm bahkan 40 x 40 cm dengan bibit berumur muda, yaitu 7 hari dan jumlah bibit 1 tanam per lubang tanam. Penggunaan jarak tanam lebar bertujuan untuk meningkatkan jumlah anakan produktif sedangkan penggunaan bibit muda untuk mengurangi stress tanaman waktu dipindah tanam (Suryanto, 2010).

Bibit umur muda yaitu 7 dan 14 hari mampu menghasilkan bobot kering total tanaman yang tinggi. Hal tersebut disebabkan oleh laju fotosintesis pada tanaman dengan bibit muda yang berlangsung dengan baik yang ditandai dengan pertumbuhan dan perkembangan cepat sehingga fotosintat yang dihasilkan berupa biomass tanaman seperti akar, daun dan batang akan semakin banyak pula. Sedangkan untuk laju fotosintesis dipengaruhi oleh luas daun dan indeks luas daun tanaman. Pada umur bibit 7 dan 14 hari, luas daun berbanding lurus dengan bobot kering tanaman. Kedua peubah tersebut berhubungan erat dengan efisiensi radiasi cahaya matahari. Semakin banyak energi cahaya matahari yang dikonversi dalam proses fotosintesis menjadi fotosintat, maka bobot kering tanaman akan semakin tinggi (Fita Anggraini dkk, 2013).

Metode SRI minimal menghasilkan panen dua kali lipat dibandingkan metode yang biasa dipakai petani. Hanya saja diperlukan pikiran yang terbuka untuk menerima metode baru dan kemauan untuk bereksperimen. Dalam SRI tanaman diperlakukan sebagai organisme hidup sebagaimana mestinya, bukan diperlaku-kan seperti mesin yang dapat dimanipulasi. Semua unsur potensi dalam tanaman padi dikembangkan dengan cara memberikan kondisi yang sesuai dengan pertumbuhannya. Prinsip-prinsip budidaya padi organik metode SRI, yaitu :

  1. Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss) ketika bibit masih berdaun dua helai.

  2. Bibit ditanam satu pohon perlubang dengan jarak 30 x 30, 35 x 35 atau lebih jarang.

  3. Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal.

  4. Pemberian air maksimal 2 cm dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (Irigasi berselang/terputus).

  5. Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari.

  6. Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau).

Keunggulan metode SRI, yaitu :

  1. Tanaman hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air maksimal 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak (Irigasi terputus).

  2. Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg/ha. Tidak memerlukan biaya pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang dan lain-lain.

  3. Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 - 12 hss, dan waktu panen akan lebih awal

  4. Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton/ha.

  5. Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan lain-lain).

Kemudian kekurangan metode SRI adalah melakukan penyiangan lebih banyak daripada cara tanam konvensional. Cara tanam dengan metode SRI dalam satu kali masa tanam, dilakukan penyiangan gulma bisa sekitar 3-4 kali sedangkan pada sistem konvensional hanya perlu sekali (Lutfy, 2017). Kendala yang akan dihadapi pada saat pengembangan pola SRI pada skala luas, terkait dengan ketersediaan bahan baku kompos untuk pembuatan pupuk organik, kebutuhan terhadap jumlah tenaga kerja untuk tanam yang sangat terbatas serta penanganan hasil produksi gabah dan pasar beras organik. Kendala teknis atas penerapan komponen SRI secara umum juga akan dialami pada kegiatan penanaman padi bibit muda, tanam dangkal dan penanaman sebatang yang menjadi risiko paling besar dalam pelaksanaan di lapangan, terutama pada saat turun hujan atau lahan tergenang sehingga harus dilakukan penyulaman serta penambahan biaya tenaga kerja, pada saat terjadinya serangan Organsime Pengganggu Tanaman (OPT). Bila kegiatan budidaya padi SRI akan dikembangkan menjadi kegiatan usahatani alternatif dalam skala luas, maka integrasi penyediaan pupuk kandang, kompos serta bahan pembuatan pupuk organik lainnya menjadi peluang pengembangan di hulu. Kemudian dihilir, pasar beras organik juga harus dikaji sebagai upaya penyaluran hasil produksi dengan insentif harga yang lebih baik ditingkat petani.

Referensi :

Anggraini, F., A. Suryanto dan N. Aini. 2013. Sistem Tanam dan Umur Bibit pada Tanaman Padi Sawah ( Oryza sativa L.) Varietas Inpari 13. J urnal Produksi Tanaman 1 (2): 52-­60.

Christanto, H. dan I G.A.M.S. Agung. 2014. Jumlah Bibit Per Lubang dan Jarak Tanam Berpengaruh terhadap Hasil Padi Gogo ( Oryza Sativa L.) dengan System Of Rice Intensification (SRI) di Lahan Kering. J urnal Bumi Lestari 14 (11):1­8.

Fita Anggraini, Agus Suryanto, Nurul Aini. 2013. Sistem Tanam dan Umur Bibit Pada Tanaman Padi Sawah ( Oryza sativa L.) Varietas Inpari 13. Jurnal Produksi Tanaman 1 (2), Mei 2013: 52-60.

1 Like