Apa saja jenis pohon yang direkomendasikan untuk ditanam di hutan kota?

Keberadaan hutan kota sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Sesuai tujuannya pembangunan hutan kota lebih ditekankan pada fungsinya yaitu untuk menjaga dan memperbaiki iklim mikro, meresapkan air, nilai estetika, dan menciptakan keseimbangan dan keserasian fisik kota, serta mendukung pelestarian keanekaragaman hayati (Dephut 2006). Dalam mendukung hasil COP 15 maka seharusnya Indonesia menjalankan beberapa program yaitu program pengurangan emisi CO2 dengan beberapa kegiatan seperti penanaman ataupun mengurangi beberapa kegiatan yang menghasilkan CO2 lebih.

Saat ini telah terdengar mengenai isu pemanasan global yang dapat menyebabkan kegiatan makhluk hidup di bumi terganggu, dan isu ini menyebabkan hutan semakin dibutuhkan, termasuk hutan kota. Indonesia sebagai Negara berkembang dapat berperan dalam mencegah pemanasan global melalui perdagangan karbon, salah satunya dengan memanfaatkan jasa lingkungan hutan. Pembangunan hutan kota dapat dimasukkan ke dalam perdagangan karbon melalu mekanisme pembangunan bersih atau Clean Development Mechanism (CDM).

Perdagangan karbon adalah menjual kemampuan pohon untuk menyerap sejumlah karbon yang dikandung di atmosfer agar disimpan di dalam biomassa pohon untuk waktu yang ditentukan (20 tahun dengan 2 kali perpanjangan atau satu periode selama 30 tahun saja) (Wasrin 2005). Sedangkan CDM merupakan salah satu mekanisme untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang terdapat di dalam protocol Kyoto. CDM merupakan mekanisme yang khusus mengatur perdagangan karbon antara Negara berkembang dengan Negara maju (Soemarwoto 2004). Melalui CDM, Negara berkembang dapat berperan aktif membantu Negara maju yang terkena kewajiban dalam menurunkan emisi gas rumah kaca.

Pembangunan hutan kota termasuk dalam sektor CDM kehutanan yang penurunan emisi gas rumah kaca dilakukan dengan cara penyerapan CO2 di atmosfer oleh pohon. Alasan hutan kota dapat dimasukkan ke dalam CDM karena pembangunan hutan kota merupakan kegiatan reforestasi. Reforestasi yaitu kegiatan penanaman pada lahan, pada tanggal 31 Desember 1989 sudah beberapa bukan hutan dan sampai saat ini masih berupa bukan hutan (tanah terbuka, alang-alang, semak, belukar, tanah pertanian terlantar, kebun terlantar) (Wasrin 2005). Reforestasi merupakan penurunan emisi yang disetujui dalam CDM selain afforestasi (Boer 2002).

Kampanye Indonesia Menanam mendorong setiap daerah untuk membuat dan mengembangkan hutan kota. Jika setiap daerah memiliki program dalam pengembangan hutan kota maka Indonesia dapat memiliki peran yang penting dan memiliki insentif dalam penurunan emisi gar rumah kaca, terutama CO2.

Untuk keperluan tersebut, maka perlu diketahui jenis-jenis pohon yang memiliki daya rosot CO2 yang tinggi, sehingga peluang Indonesia dalam perdagangan karbon semakin besar. Apa saja rekomendasi jenis pohon yang dapat ditanam di hutan kota?

Salah satu faktor yang mempengaruhi laju fotosintesis adalah tahap pertumbuhan tanaman. Menurut Sumarwoto (1991) pada fase pertumbuhan, laju fotosintesis § lebih besar daripada proses pernafasan ®, sehingga P/R>1. Pada fase ini laju pengikatan CO2 lebih besar daripada laju emisi CO2. Semakin tua tanaman P/R semakin mendekati 1. Hal ini berarti daya rosot CO2 pada tanaman yang masih mengalami pertumbuhan akan lebih tiggi dibandingkan dengan tanaman yang sudah dewasa yang telah mencapai tingkat pertumbuhan maksimum.

Jenis tanaman hutan kota, dalam pembahasan ini di ambil sampel di Kebun Raya Bogor, yang diteliti berdasarkan umurnya diklasifikasikan menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kisaran < 50 tahun, meliputi jenis Bhesa robusta, Endertia spectabilis, Saraca indica; kelompok umur 50 – 100 tahun meliputi Brownea hybrid, Dysoxylum cauliflorum, Eusideroxylon zwageri, Eperua falcata. Sedangkan Bauhinia variegate, Neonauclea glabra, dan Pterocarpus indicus dikelompokkan pada kisaran > 100 tahun. Pada kelompok kisaran < 50 tahun daya rosot CO2 tertinggi adalah Saraca indica (3,412 ton/pohon/tahun). Sedangkan pada kisaran 50 – 100 tahun daya rosot CO2 tertinggi adalah Eusideroxylon zwageri (31,692 ton/pohon/tahun). Dan pada kisaran > 100 tahun daya rosot CO2 tertinggi adalah Neonauclea glabra (3,460 ton/pohon/tahun).

Secara umum tanaman yang memiliki umur antara 50 – 100 tahun memiliki daya rosot CO2 perpohon tinggi dari pada tanaman kelas umur lain. hal ini diduga karena pada umur tersebut jenis tanaman sedang mengalami peningkatan masa pertumbuhan menuju maksimum, dan dapat dilihat pula pada jenis tersebut jumlah daun yang dimiliki memiliki jumlah yang besar dibandingkan pohon yang memiliki umur < 50 tahun bahkan > 100 tahun. Namun pada jenis N. glabra daya rosot CO2 lebih besar dibandingkan B.robusta yang umurnya lebih muda, hal ini mungkin disebabkan karena pada N. glabra masa pertumbuhan maksimal pada umur lebih dari 100 tahun.

Hasil ini menunjukkan jenis yang memiliki daya rosot CO2 per lembar daun yang tinggi dan memiliki daun yang banyak akan memiliki daya rosot CO2 per pohon tinggi. Jenis E. zwageri atau yang dikenal sebagai pohon Ulin di Indonesia, merupakan jenis tanaman yang memiliki daya rosot CO2 terbesar yaitu 31,692 ton CO2/pohon/tahun. Harga karbon di pasar berkisar US$ 1 sampai US$ 30 per ton CO2 (Kompas 2003). Maka satu pohon E. zwageri menghasilkan devisa US$ 31,692 sampai US$ 950,76 per tahunnya. Dengan pemilihan jenis yang tepat yang mampu menyerap CO2 yang besar akan membuka kesempatan lebih besar dalam kegiatan perdagangan karbon yang dapat dilakukan dan menguntungkan Indonesia, di sisi lain membantu negara maju dalam menurunkan emisi gas rumah kaca dan bagi dunia dapat mencegah atau menghambat adanya pemanasan global.