Resiliensi merupakan kemampuan individu untuk tetap mampu bertahan dan tetap stabil dan sehat secara psikologis setelah melewati peristiwa-peristiwa yang traumatis sehingga individu tersebut memiliki kemampuan untuk beradaptasi secara positif ketika dalam kondisi yang tidak menyenangkan dan penuh resiko.
Faktor-Faktor apa saja yang mempengaruhi Resiliensi seseorang ?
Studi resiliensi selalu berhubungan atau dihubungkan dengan faktor protektif (protective factor). Faktor protektif atau perlindungan dapat didefinisikan sebagai sifat (attribute) atau situasi tertentu yang diperlukan untuk proses atau terjadinya ketahanan.
Protective factor merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut faktor penyeimbang atau melindungi dari risk factor (faktor yang memunculkan resiko) pada individu yang resilien (Riley & Masten, 2005). Sebagaimana yang dinyatakan Wener bahwa banyak hal yang dapat menjadi Protective factor bagi seseorang yang resilien ketika berhadapan dengan kondisi yang menekan.
Wener menemukan kualitas-kualitas individu yang dapat menjadi faktor protektif yang memungkinkan seseorang dapat mengatasi tekanan dalam kehidupan mereka, antara lain, kesehatan, sikap yang tenang, control emosi, kompetensi intelektual, konsep diri yang positif, kemampuan perencanaan dan kualitas keimanan (Werner Emmy, E. 2005).
Sumber Pembentukan Resiliensi
Menurut Grotberg, terdapat tiga sumber resiliensi yang disebut dengan three sourses of resilience, yaitu aku punya (I have), aku ini (I am), aku dapat (I can).
I have (aku punya) merupakan sumber resiliensi yang berhubungan dengan pemaknaan remaja terhadap besarnya dukungan yang diberikan oleh lingkungan sosial terhadap dirinya. Sumber I have ini memiliki beberapa kualitas yang memberikan sumbangan bagi pembentukan resiliensi, yaitu:
Hubungan yang dilandasi oleh kepercayaan penuh
Struktur dan peraturan di rumah
Model-model peran
Dorongan untuk mandiri (otonomi)
Akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, keamanan dan kesejahteraan.
I am (aku ini) merupakan sumber resiliensi yang berkaitan dengan kekuatan pribadi. Beberapa kualitas pribadi yang mempengaruhi I am adalah sebagai berikut :
Disayang dan disukai oleh banyak orang
Mencinta, empati dan kepedulian pada orang lain
Bangga dengan dirinya sendiri
Bertanggung jawab terhadap perilaku sendiri dan menerima onsekuensinya
Percaya diri, optimistic dan penuh harap
I can (aku dapat) adalah sumber resiliensi yang berkaitan dengan apa saja yang dapat dilakukan oleh remaja sehubungan dengan keterampilan- keterampilan sosial dan interpersonal. Keterampilan-keterampilan ini meliputi :
Berkomunikasi
Memecahkan masalah
Mengelola perasaan dan impuls-impuls
Mengukur tempramen sendiri dan orang lain
Menjalin hubungan-hubungan yang saling mempercayai
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Resiliensi
Grotberg (2004) mengemukakan beberapa faktor yang mempengaruhi resiliensi pada seseorang, yaitu:
Tempramen
Tempramen adalah pembawaan individu yang bereaksi (Ashari. 1996: 692). Tempramen mempengaruhi bagaimana seorang individu bereaksi terhadap rangsangan. Apakah individu tersebut bereaksi dengan sangat cepat atau sangat lambat terhadap rangsangan?. Tempramen dasar seseorang mempengaruhi bagaimana individu menjadi seorang pengambil resiko atau menjadi individu yang lebih berhati-hati.
Inteligensi
Inteligensi berasal dari bahasa inggris dari kata intelligence yang diartikan sebagai keampuan untuk bertemu dan menyesuaikan pada situasi secara cepat dan efektif (Ashari. 1996). Inteligensi juga dapat diartikan sebagai kemampuan untuk memanfaatkann konsep-konsep abstrak secara efektif. Banyak penelitian membuktikan bahwa inteligensi rata-rata atau rata-rata bawah lebih penting dalam kemampuan resiliensi seseorang.
Budaya
Perbedaan budaya merupakan faktor yang membatasi dinamika yang berbeda dalam mempromosikan resiliensi.
Usia
Usia anak mempengaruhi dalam kemampuan resiliensi. Anak-anak yang lebih muda (di bawah usia delapan tahun) lebih tergantung pada sumber-sumber dari luar. Anak-anak lebih tua lebih tergantung pada sumber dari dalam dirinya.
Gender
Perbedaan gender mempengaruhi dalam perkembangan resiliensi.
Penelitian yang dilakukan oleh Gortberg (1999) membuktikan bahwa kemampuan resiliensi tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, melainkan oleh banyak faktor.