Apa saja faktor perilaku politik dalam organsasi?

Tidak semua kelompok atau organisasi sama politisnya. Dalam beberapa organisasi misalnya, politisasi sangat terbuka dan tak terkendai, sementara dalam organisasi lain, politik memainkan peran kecil dalam memperngaruhi hasil.
a. Faktor Individu
Pada tataran individu, para peneliti telah mengidentifikasi sifat-sifat kepribadian tertentu, kebutuhan dan beberapa faktor lain yang dapat dikaitkan dengan perilaku politik seseorang. Dalam hal sifat,kita menemukan bahwa para karyawan yang mampu merefleksi diri secara baik (high self-monitor) memiliki pusat kendali (locus of contol) internal, dan memilki kebutuhan yang tinggi akan kekuasaan pnya kemungknan lebih besar untuk terlibat dalam perilaku politik. Orang yang mampu merefleksi diri seara baik lebih sensitife terhadap berbagai tanda social, mampu menampilkan tingkat kecerdasan social, dan termpil dalam berperilaku politik daripada mereka yang kurang mampu merefleksi diri (low self-monitor). Individu- individu degan locus of control internal , lantaran meyakini bahwa mereka mampu mengendalikan lingkungannya, lebih cenderung bersikap proaktif dan berupaya memanipulasi situasi demi kepentingan mereka sendiri. Tidak mengejutkan, kepribadian Machiavelian- yang dicirikan dengan kehendak untuk memanipulasi dan hasrat akan kekuasaan- dengan mudah menggunakan politik sebagai sarana untuk memperjuangkan kepentingan sendiri.
Selain itu, investasi seseorang dalam organisasi, alternative-alternatif yang diyakinininya ada, dan harapan akan kesuksesan turut mempengaruhi sejauh mana ia akan memanfaatkan sarana tindakan politik yang tidak sah.

Faktor-faktor Individu :

  1. Kemampuan merefleksi diri yang baik
    
  2. Pusat Kendali Internal
    
  3.  Kepribadian yang lincah
    
  4. Investasi Organisasi
    
  5. Alternatif pekerjaan lain
    
  6. Harapan akan kesuksesan
    

b. Faktor Organisasi
Kegiatan politik kiranya leih merupakan fungsi karakteristik organisasi ketimbang fungsi variabel perbedaan individu. Mengapa?karena tidak sedikit organisasi memiliki banyak karyawan dengan karakter-karakter individu yang kita sebut sebelumnya , namun kadar perilaku politiknya sangat beragam.
Tanpa menafikan peran yang mungkin dijalankan oleh perbedan-perbedaan individual dalam menumbuh kembangkan proses politisasi, bukti menunjukkan bahwa situasi dan kultur tertentulah yang lebih mendukung politik. Secara lebih khuus, jika sumber daya sebuah organisasi berkurang, ketika pola sumber daya yang ada berubah dan ketika muncul kesempatan untuk promosi, politisasi lebih dimungkinkan untuk muncul permukaan. Selain it kultur yang tercirikan oleh tingkat kepercayaan yang rendah, ambiguitas peran, sistem evaluasi kinerja yang tidak jelas, praktik alokasi imalan zero-sum (perolehan hangus karena kurang memuaskan), pengambilan keputusan secara demokratis, tekanan yang tinggi atas kinerja, dan manajer-manajer senior yang egois menciptakan lahan pembiakan yang subur bagi politisasi.
Ketika organisasi melakukan perampingan untuk meningkatkan efisiensi, pengurangan sumber daya harus dilakukan. Terancam kehilangan sumber daya, orang bisa terlibat dalam tindakan politik untuk mengamankan apa yang mereka miliki. Tetapi perubahan apapun,khususnya yang mengimplikasikan realokasi sumber daya dalam organisasi secara signifikan, berkemungkinan merangsang timbulnya konflik dan meningkatkan politisasi.
Keputusan promosi sebagai salah satu tindakan paling politis dalam organisasi. Peluang promosi atau kemajuan mendorong orang untuk bersaing mendapatkan sumber daya yang terbatas dan mencoba secara positif mempengaruhi hasi; keputusan.
Semakin kecil kepercayaan yang ada dalam organisasi, semakin tinggi tingkat perilaku politik dan semakin mungkin perilaku politik itu akan tidak sah. Karenanya, tingkat kepercayaan yang tinggi secara umum akan menekan tingkat perilaku politik dan secara khusus akan menghambat tindakan politik yang tidak sah.

Faktor – faktor Organisasi

  1. Realokasi sumber daya
    
  2. Peluang promosi
    
  3. Tingkat kepercayaan rendah
    
  4.  Ambiguitas peran
    
  5.  Sistem evaluasi kerja tidak jelas
    
  6. Praktik imbalan zero-sum
    
  7.  Pengambilan keputusan yang demokratis
    
  8. Tekanan kinerja tinggi
    
  9. Manajer senior yang egois