Apa Saja Faktor-Faktor yang Memengaruhi Identitas?

faktor identitas

Identitas menurut Stella Ting Toomey merupakan refleksi diri atau cerminan diri yang berasal dari keluarga, gender, budaya, etnis dan proses sosialisasi. Lalu, apa saja faktor-faktor yang memengaruhi identitas?

Soetijiningsih (2004) mengemukakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan identitas seseorang, yaitu;

  • Keluarga
    Orang tua adalah sosok yang penting dalam perkembangan identitas remaja (Santrock, 2003). Salah satu faktor yang berkaitan dengan perkembangan identitas remaja adalah iklim keluarga. Iklim keluarga yang sehat, yaitu interaksi sosioemosional diantara anggota keluarga (ibu-ayah, orang tua-anak, dan anak- anak) sikap dan perlakuan orang tua terhadap anak berjalan dengan harmonis dan penuh kasih sayang, remaja akan mampu mengembangkan identitasnya secara realistik dan stabil (stabil). Sebaliknya, dengan iklim keluarga yang kurang sehat, ramaja akan mengalami kegagalan dalam mencapai identitasnya secara matang, mereka akan mengalami kebingungan, konflik atau frustasi (Yusuf, 2011).

  • Reference group
    Reference group merupakan kelompok-kelompok yang terbentuk ketika memasuki masa remaja. Pada umumnya remaja menjadi anggota kelompok usia sebaya (peer group) (Seotijiningsih. 2004). Misalnya kelompok agama atau kelompok yang berdasarkan kesamaan minat tertentu. Teman sebaya merupakan kelompok acuan bagi seorang anak untuk mengidentifikasi dirinya dan untuk mengikuti standar kelompok.

    Sejak seorang remaja menjadi bagian dari kelompok teman sebaya tersebut, identitas dirinya sudah mulai terbentuk, karena teman sebaya membantu remaja untuk memahami identitas diri (jati/diri) sebagai suatu hal yang sangat penting (Yusuf, 2011). Melalui kelompok tersebut remaja dapat memperoleh nilai-nilai dan peran yang dapat menjadi acuan bagi dirinya. Kelompok tersebut dapat membantu remaja untuk mengetahui dirinya dalam perbandingannya dengan orang lain sehingga mereka dapat membandingkan dirinya dengan kelompoknya, nilai-nilai yang ada pada dirinya dengan nilai-nilai dalam kelompok yang selanjutnya akan berpengauh kepada pertimbangan- pertimbangan apakah dia akan menerima atau menolak nilai-nilai yanga ada dalam kelompok tersebut (Seotijiningsih, 2004).

  • Significant other
    Merupakan seorang yang sangat berarti, seperti sahabat, guru, kakak, bintang olahraga atau bintang film atau siapapun yang dikagumi. Orang- orang tersebut menjadi tokoh ideal (idola) karena mempunyai nilai-nilai ideal bagi remaja dan mempunyai pengaruh yang cukup besar bagi perkembangan identitas diri, karena pada saat ini remaja giat-giatnya mencari model. Tokoh ideal tersebut dijadikan model atau contoh dalam proses identifikasi. Remaja cenderung akan menganut dan menginternalisasikan nilai-nilai yang ada pada idolanya tersebut ke dalam dirinya. Sehingga remaja sering berperilaku seperti tokoh idealnya dengan meniru sikap maupun perilakunya dan bahkan merasa seolah-olah menjadi seperti mereka (Seotjiningsih, 2004).

Selain dipengaruhi oleh perkembangan fisik, kognitif, emosi, sosial dan moral yang pesat. Identitas diri juga dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain (Erickson, 1989):

1. Perkembangan Para Remaja

Menurut Erikson Proses identitas diri sudah berlangsung sejak anak mengembangkan kebutuhan akan rasa percaya (trust), otonomi diri (autonomy), rasa mampu berinisiatif (initiative), dan rasa mampu menghasilkan sesuatu (industry). Keempat komponen ini memberikan kontribusi kepada pembentukan identitas diri.

2. Pengaruh Keluarga

Keluarga yang mempunyai pola asuh yang berbeda akan mempengaruhi proses pembentukan identitas diri remaja secara berbeda pula. Contohnya, keluarga yang menerapkan pola asuh otoriter yang mana orang tua mengontrol setiap perilaku anaknya tanpa memberikan mereka kesempatan untuk mengekspresikan opini dan perasaannya akan mengembangkan identitas diri yang mengarah pada bentuk foreclosure. Sebaliknya orang tua yang permissive, hanya menyediakan sedikit pengarahan kepada anaknya, akan mengembangkan identitas diri yang mengarah pada bentuk diffuse (Santrock,1998).

Selain itu, menurut stuart, dkk orang tua yang mengembangkan sikap enabling (menerangkan, menerima, empati) akan lebih membantu remaja dalam proses pembentukan identitas dirinya dibandingkan orang tua yang mengembangkan sikap constraining (selalu menilai dan dievaluasi).

3. Pengaruh Individuasi dan Connectedness

Atmosfir hubungan keluarga akan membantu pembentukan identitas diri remaja dengan cara merangsang individualitas dan ketertarikan satu sama lain (connectedness). Individualitas menyangkut kemampuan individu dalam mengemukakan pendapatnya, perasaan bahwa dirinya berbeda dengan orang lain atau anggota keluarga yang lain.

Sedangkan connectedness berkaitan dengan kebersamaan, sensitivitas, keterbukaan terhadap kritik dan aspek terhadap pendapat orang lain. Jadi keluarga yang dapat memberikan kesempatan remaja untuk mengemukakan pendapatnya dan memberikan tempat aman bagi mereka untuk mengeksplorasi lingkungan sosial yang lebih luas. Walaupun demikian, kedua komponen tersebut tidak selalu tinggi. Bila faktor individuasi lemah sedangkan faktor connectedness tinggi, maka individu akan mengembangkan identitas diri yang mengarah pada bentuk foreclosure. Sebaliknya, jika kedua faktor tersebut lemah, maka individu akan mengembangkan identitas diri yang mengarah pada bentuk diffuse.

Selain faktor-faktor di atas, masih ada beberapa faktor yang turut mempengaruhi pembentukan identitas diri, antara lain: banyaknya model atau contoh, adanya permasalahan pribadi, toleransi lingkungan terhadap apa yang mereka lakukan serta umpan balik yang realistis mengenai diri mereka dari lingkungan tempat mereka berada.