Apa saja ciri-ciri pola asuh otoriter?

Pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan yang kaku membatasi dan menghukum yang menuntut anak untuk mengikuti perintah-perintah orang tua. Lalu, apa saja aspek-aspek pola asuh otoriter?

1 Like

Menurut Robinson (1995) terdapat beberapa aspek pola asuh otoriter yaitu:

  • Verbal Hostility
    Sikap orangtua memarahi, berteriak atau membentak kepada anak, dan tindakan-tindakan yang menuduhkan tidak adanya persetujuan dengan anaknya seperti beradu mulut dengan anaknya.

  • Corporal Punishment
    Menggunakan hukuman fisik yang dilakukan orangtua terhadap anak untuk mendisiplinkan anak, seperti memukul, menampar, menghukum anak tanpa alasan yang jelas dan memaksa anak ketika anak tidak patuh.

  • Nonreasoning Punitive Strategis
    Memberi anak hukuman tanpa memberi alasan yang jelas, memberikan hukuman seperti meninggalkan anak di suatu tempat sendirian, dan ketika ada perkelahian antar anak-anak orangtua memberikan hukuman tanpa bertanya alasan mereka terlebih dahulu.

  • Directiveness
    Mengatur anak dengan cara memberi tahu anak apa yang harus dilakukan sesuai dengan kehendak orang tua. Orangtua selalu menyela, mengkritik, dan memarahi anak jika perilaku anak tidak sesuai dengan kehendak orangtua dan aturan yang diterapkan orangtua.

Menurut Casmini, (2007), ada empat aspek-aspek pola asuh otoriter, yaitu:

  • Aspek batasan perilaku (behavioral guidelines)
    Pada aspek ini, orangtua sangat kaku dan memaksa. Anak-anak sudah dibentuk sejak kecil sehingga mereka tidak mempunyai ruang untuk berdiskusi atau meminta keterangan. Cara yang digunakan untuk memaksakan petunjuk perilaku tersebut melalui cara diktator, seringkali memakai hukuman yang berlebihan atau keras dan di luar kemampuan si anak untuk menjalankan hukuman tersebut. Keseluruhan tujuan dari gaya ini adalah untuk melakukan kontrol anak dan bukannya mengajari anak atau membantu anak untuk mengembangkan otonominya.

  • Aspek kualitas hubungan emosional orangtua-anak (emotional quality of
    parent-child relationship)
    Gaya pengasuhan ini mempersulit perkembangan kedekatan antara orangtua dan anak. Kedekatan yang sebenarnya didasari oleh saling menghormati dan satu keyakinan pada diri orangtua bahwa anak mempunyai kapasitas untuk belajar mengontrol dirinya dan membuat keputusan melalui petunjuk – petunjuk perilaku dan kapasitas kognitif yang mereka miliki. Gaya pengasuhan ini tidak mengakui proses individuasi pada anak dan pertumbuhan otonomi pada diri anak.

  • Aspek perilaku mendukung (behavioral encouraged)
    Pada aspek ini perilaku orangtua di tunjukkan dengan mengontrol anaknya daripada mendukung anaknya agar mereka mampu berfikir memecahkan masalah. Orangtua sering melarang anaknya dan berperilaku negatif dan memberi hukuman. Jadi orangtua lebih memberi perintah daripada menjelaskan untuk melakukan sesuatu atau menyelesaikan masalah.

  • Aspek tingkat konflik orangtua–anak (levels of parent-child conflict)
    Kontrol berlebihan tanpa kedekatan yang nyata dan rasa saling menghormati akan memunculkan pemberontakan pada anak. Dengan kata lain pengasuhan ini dapat menimbulkan banyak konflik antara orangtua dengan anak sekalipun hal itu tidak ditunjukkan secara terangterangan. K nflik ini bisa muncul dalam bentuk perkelahian antara anak yang satu dengan yang lainnya.

Kohn (dalam Faizah, 2010), menyatakan bahwa aspek-aspek pola asuh otoriter sebagai berikut:

1. Pemberian Disiplin

Pemberian disiplin pada pola asuh otoriter menganut konsep yang negatife, yaitu pengendalian dengan kekuasaan luar, biasanya diterapkan dengan cara yang tidak tepat, berbentuk pengekangan dengan menggunakan cara yang tidak disenangi dan menyakitkan.

2. Komunikasi

orang tua yang otoriter cenderung memberikan batasan dan kontrol yang tegas, serta hanya sedikit melakukan komunikasi secara verbal terhadap remaja.

3. Pemenuhan Kebutuhan

Pemenuhan kebutuhan pada pola asuh otoriter cenderung sangat jarang terpenuhi, terutama bila menyangkut pemenuhan secara mental. Orang tua sering kali menunjukkan sikap yang menekan kebutuhan mental remaja dengan memberikan batasan-batatan dalam bertingkah laku.

4. Pandangan terhadap Remaja

Orang tua cenderung memandang remaja sebagai anak yang harus diatur agar menjadi anak yang baik serta harus patuh pada aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh orang tuanya.

Menurut Surniani (2008), menyatakan aspek-aspek pola asuh otoriter sebagi berikut:

  • Orang tua memberikan batasan kepada anak dan memaksa anak untuk mengikuti aturan-aturan yang telah ditetapkan.
  • Orang tua cenderung berorentasi pada hukuman dan mengontrol anak.
  • Orang tua jarang memberikan pujian kepada anak

Frazier (2012), mengungkapkan bahwa aspek-aspek pola asuh otoriter antara lain:

1. Pedoman Perilaku

Orang tua cenderung mengatur anak-anak sehingga tidak ada ruang untuk berdiskusi dan penjelasan. Sistem yang digunakan untuk menegakkan pedoman tersebut cenderung bersifat dictator. Orang tua sering kali mengunakan hukuman yang berat.

2. Kualitas Hubungan Emosional Antar Orang Tua dan Anak

Pola asuh otoriter dapat membuat kedekatan antara orang tua dan anak mengalami hambatan. Anak-anak dengan pola asuh otoriter sering kali merasa cemas dan memiliki tingkat depresi yang tinggi, serta memiliki masalah perilaku dan pengendalian dorongan, terutama saat tidak berhadapan dengan orang tua.

3. Perilaku yang Mendukung

Perilaku yang mendukung pada pola asuh ini disebut “menghambatan” perilaku, yang memiliki tujuan untuk mengontrol anak dari pada mendukung proses berpikir anak.

4. Tingkat Konflik Antara Orang Tua dan Anak

kontrol yang lebih tanpa ada kedekatan sejati dan rasa saling menghormati dapat mengakibatkan pemberontakan, dengan kata lain, pola asuh otoriter dapat mengakibatkan konflik antara orang tua dan anak.