Apa saja ciri-ciri dari sistem ekonomi syari'ah?

ekonomi syariah

Sistem ekonomi syariah merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah ekonomi rakyat yang didasari oleh hukum dan nilai-nilai Islam. Sistem ekonomi syariah adalah sistem berbasis hukum Islam dalam menjalankan aktifitas ekonomi manusia. Semua sistem ekonomi di dunia memiliki karakteristik tersendiri. Termasuk dengan sistem ekonomi syari’ah. Apa saja ciri-ciri dari sistem ekonomi syari’ah?

3 Likes

Karakteristik dan sifat dari sistem ekonomi Islam adalah sebagai berikut :

  1. Kesatuan (unity)
    Dalam agama Islam, kehidupan dianggap sebagai suatu kesatuan yang utuh dengan asas saling tolong menolong antar sesama manusia, baik sesama pemeluk agama Islam atau muslim maupun non muslim. Karena manusia adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat itu sendiri. Di mana kehidupan bermasyarakat adalah saling membutuhkan dan saling melengkapi antar individunya. Oleh sebab itu, sistem ekonomi syariah merupakan sistem ekonomi yang utuh sebagai kesatuan yang mandiri. Karena di dalam sistem tersebut terdapat semua aspek eksistensi manusia yang berupaya untuk mewujudkan sebuah tatanan kehidupan didasarkan pada konsep hubungan antara tuhan, manusia, dan keduanya.

  2. Keseimbangan (equilibrium)
    Islam diturunkan dengan tujuan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman dan kebahagiaan umat di dunia dan akhirat. Di mana ketentraman dan kebahagiaan tersebut dianggap sebagai nilai ekonomi tertinggi. Yang dimaksud umat di atas tidaklah umat muslim saja, namun seluruh umat manusia yang ada di dunia baik muslim maupun non muslim. Karena sejatinya ketentraman hidup tidak sekadar bisa memenuhi kebutuhan hidup di dunia, tapi juga dapat memenuhi kebutuhan jiwa yaitu ketentraman spiritual sebagai bekal di akhirat kelak. Jadi harus ada keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk akhirat.

    Maka Islam meyakini bahwa stabilitas universal bergantung pada kesejahteraan materiil maupun spiritual manusia. Termasuk dalam hal ekonomi. Maka dalam sistem ekonomi syariah, kedua aspek kesejahteraan tersebut terpadu dalam 1 bentuk tindakan pemenuhan kebutuhan manusia secara lahir (material) maupun batin (spiritual).

  3. Kebebasan (free will)
    Secara realistis, manusia memiliki kebebasan. Hampir semua perbuatan manusia merupakan pilihan manusia itu sendiri. Namun tidak semua tindakan manusia tersebut adalah hasil dari pilihanya sendiri. Karena ia merupakan bagian dari alam semesta yang diatur oleh Tuhan (takdir). Hubungannya dengan sistem ekonomi syariah, kebebasan ini berarti masyarakat bebas memilih produk dari sistem ekonomi ini namun dengan menyerahkan prosentasi bagi hasil sebagai takdirnya.

  4. Tanggungjawab (responsibility)
    Kebanyakan orang melakukan sesuatu untuk memenuhi keinginan atau nafsunya. Islam mengajarkan manusia untuk berbuat apapun dengan rasa tanggung jawab. Karena anggapan bahwa Tuhan melihat semua yang dilakukan manusia. Dalam hal ekonomi syariah, sistem ini memiliki tanggung jawab terhadap 2 pihak yaitu manusia dan tuhan. Bertanggung jawab kepada manusia sebagai bagian dari kegiatan ekonomi, sedangkan tanggung jawab kepada tuhan selaku pemilik semesta raya dan manusia adalah hamba yang wajib mematuhi-Nya.

Berdasarkan sifat-sifat di atas, maka ciri dari sistem ekonomi syariah adalah :

  • Hak individu diakui namun diberi batasan.
  • Hak umat atau masyarakat umum diakui dan diutamakan.
  • Hak umat harus didahulukan dari hak individu jika itu sangat mendesak (doruriyah).

Ciri-ciri ekonomi Islam antara lain :

1. Pemilikan

Oleh karena manusia itu berfungsi sebagai khalifah yang berkewajiban untuk mengelola alam ini guna kepentingan umat manusia maka ia berkewajiban mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya alam. Dalam menjalankan tugasnya, lambat laun ia dapat membentuk kekayaan yang menjadi miliknya.

Miliknya ini dipergunakan untuk bekerja guna memenuhi kebutuhannya dan keluarganya, dan sebagian lagi untuk kepentingan masyarakat. Meskipun ia memilikinya, namun ia tidak diperkenankan untuk merusaknya atau membakarnya, ataupun menelantarkannya, mengingat bahwa kepemilikan ini adalah relatif dan juga merupakan titipan dari Allah SWT.

Pemilikan ini, meskipun relatif, membawa kewajiban yang harus dipenuhi manakala sudah sampai batas tertentu, untuk membayar zakatnya. Pada waktu tertentu, pemilikan ini, harus diwariskan pada sanak keluarganya dengan aturan tertentu. Pemilikan ini, meskipun relatif dapat dipindahtangankan kepada instustusi Islam untuk menjadi barang wakaf. Barang wakaf ini dengan demikian menjadi milik masyarakat yang harus dihormati oleh siapapun juga.

2. Bunga Pinjaman dan Pinumbanan Kekayaan

Bisa saja perusahaan memberi keuntungan, bahkan mungkin kerugian. Karena tidak mau memikul bersama kerugian, maka pemilik memikulkan bunga modal perusahaan. Jelas dalam Islam tidak diperkenankan. Sama halnya jika kita meminjam uang ke bank kita harus membayar bunga modal, tetapi kalau modalnya dipergunakan untuk perusahaan sendiri, dengan dalih “cost of money” ia memperhitungkan bunga.

Karena diperkenankan memiliki sesuatu sebagai milik pribadi, pemilik ingin menimbunnya untuk kebutuhan sewaktu-waktu atau juga untuk spekulasi di pasar. Ini tidak diridhoi Allah SWT yang memerintahkan untuk membelanjakannya agar tercipta pendapatan baru bagi kalangan masyarakat.

3. Pelaksanaan perintah untuk berlomba-lomba berbuat baik.

Ini dapat dimengerti dalam dua hal. Pertama berbuat baik atau amal saleh, dan kedua perbaikan mutu atau kualitas. Dan sekian banyak perbuatan baik untuk mendapat ridha Allah itu adalah sadaqah baik kepada orang seorang, atau asrama yatim piatu. Juga membantu perusahaan untuk ditingkatkan agar dapat mengatasi persoalan perusahaannya. “Smal Bussinesss Service” ini sudah dilaksanakan oleh beberapa perusahaan besar yang berkewajiban mempergunakan 5% dari keuntungannya guna menolong mereka.

4. Thaharah atau sesuci, kebersihan.

Tidak hanya individu, tetapi juga masyarakat, pemerintah, perusahaan diwajibkan menjaga kebersihan. Karena setiap gerakan memerlukan, sebagai masukan, antara lain energi; maka sewaktu ia bergerak, ia mengeluarkan kotoran yang harus dibuang. Kalau pembuangannya ini sembarangan, maka timbullah kerusakan lingkungan. Contoh kecil adalah kencing di bawah pohon atau di dalam lubang yang dilarang dalam Islam.

5. Produk barang dan jasa harus halal.

Baik cara memperoleh input, pengolahannya dan outputnya harus dapat dibuktikan halal. Hendaklah kita tidak begitu saja percaya terhadap label yang mengatakan ditanggung halal. Tidaklah dapat dibenarkan bahwa hasil usaha yang haram dipergunakan untuk membiayai yang halal.

6. Keseimbangan.

Allah tidak menghendaki seseorang menghabiskan tenaga dan waktunya untuk beribadah dalam arti sempit, akan tetapi juga harus mengusahakan kehidupannya di dunia. Dalam mengusahakan kehidupan di dunia ia tidak boleh boros, akan tetapi juga tidak boleh kikir. Janganlah seseorang terlalu senang terhadap harta bendanya, tetapi juga jangan terlalu sedih manakala ia kekurangan rizki. la harus minta tolong kepada Allah dengan cara sabar dan mendirikan salat.

7. Upah tenaga kerja dan keuntungan

Upah tenaga kerja diupayakan agar sesuai dengan prestasi dan kebutuhan hidupnya. Ini mengakibatkan keuntungan menjadi kecil yang diterima oleh pemilik saham yang pada umumnya berkehidupan lebih baik dari mereka. Akibatnya daya beli orang-orang kecil ini bertambah besar, dan perusahaan lebih lancar usahanya.

8. Upah harus dibayarkan

Jangan menunggu keringat mereka menjadi kering, menunggu gaji sama dengan penderitaan bagi mereka.

9. Bekerja baik adalah ibadah

Bekerja baik juga termasuk ibadah, tetapi dalam arti luas. Bekerja untuk diri sendiri dan keluarga, syukur dapat memberi kesempatan kerja bagi orang lain. la bekerja baik diserta rasa bersyukur atas perolehannya serta mencari ridhio illahi.

10. Kejujuran dan tepat janji.

Segala perbuatan seseorang harus mengandung kejujuran, baik berbicara, takaran dan timbangan, serta mutu, dan selalu menepati janjinya.

11. Kelancaran pembangunan.

Ciri tersebut di atas dapat menjamin bahwa pembangunan dapat dilaksanakan dengan lancar. Pembangunan wajib dijalankan untuk mencapai negeri yang indah, dan Allah memberi ampunan. Manusia dilarang berkeliaran di muka bumi baik di darat maupun di lautan untuk membuat kejahatan dan kerusakan dimana- mana. Kerusakan dan kejahatan ini adalah hasil tangan-tangan mereka sendiri yang akan menimpa pada umat manusia. Barang siapa berbuat baik (pembangunan) maka untuk dirinya sendiri, dan barang siapa berbuat jahat (kerusakan) maka juga untuk dirinya sendiri, barang siapa kikir maka ia sesungguhnya kikir untuk dirinya sendiri.

  • Pertama, Harta adalah kepunyaan Allah dan Manusia merupakan Khalifah atas harta.

  • Kedua, Ekonomi terikat dengan Akidah, Syariah (Hukum), dan Moral.

  • Ketiga, Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan.

  • Keempat, Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbanagan Antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan umum.

  • Kelima, Kebebasan individu dijamin dalam islam.

  • Keenam, Negara diberi kewenangan turut campur dalam perekonomian.

  • Ketujuh, Zakat.

  • Kedelapan, Larangan riba.

  • Kesembilan Aqidah sebagai substansi (inti) yang menggerakkan dan mengarahhkan kegiatan ekonomi

  • Kesepuluh Syari‟ah sebagai batasan untuk memformulasi keputusan ekonomi.

  • Kesebelas Akhlak berfungsi sebagai parameter dalam proses optimalisasi kegiatan ekonomi

Ekonomi syariah mempunyai cir khusus yang membedakan dengan yang lain. Ekonomi syariah mempunyai karakteristik dasar yang menjadikannya berbeda dengan ekonomi kapitalis dan sosialis. Ekonomi syariah memiliki nilai-nilai yang berfokus pada ‘amar ma’ruf nahi munkar. Walaupun para ahli berbeda pendapat menjelaskan karakteristik ekonomi syariah namun terdapat beberapa persamaan umum tentang karakteristik ekonomi syariah, beberapa karakteristik ekonomi syariah tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Ekonomi keTuhanan
    Ekonomi syariah bersumber dari wahyu Allah SWT dalam bentuk syariat Islam. Ekonomi syariah adalah bagian dari pengamalan agama Islam. Ekonomi syariah telah ada dan dipraktikkan pada saat syariat Islam ini turun, yaitu sekitar 1438 tahun lalu.

  2. Ekonomi pertengahan
    Ekonomi syariah mempunyai kesimbangan antara berbagai aspek, sehingga sering disebut sebagai ekonomi pertengahan. Ekonomi syariah mempunyai pandangan terhadap hal individu dan masyarakat diletakkan dalam neraca keseimbangan yang adil tentang dunia dan akhirat, jiwa dan raga, akal dan hati, perumpamaan dan kenyataan, iman dan kekuasaan.

  3. Ekonomi berkeadilan
    Ekonomi syariah sangat memperhatikan aspek keadilan bagi semua pihak yang terlibat dalam praktik ekonomi syariah. Hal ini terkait dengan karakteristik ekonomi syariah pada poin pertama bahwa ekonomi syariah adalah ekonomi keTuhanan sehingga diyakini lebih membawa keadilan.

Referensi

Prasetyo, Yoyok. 2018. Ekonomi Syariah. Bandung : Aria Mandiri Group.

Ada beberapa karakteristik dalam ekonomi Islam yang menjadi core ajaran ekonomi Islam itu sendiri. Karakteristik tersebut sesuai dengan beberapa aspek dalam ekonomi Isam yang mencakup aspek normatif-idealis-deduktif dan juga historis-empiris-induktif. Adapun karakteristik ekonomi Islam menurut Fauzia et al. (2014) antara lain sebagai berikut.

  1. Rabbaniyah Mashdar (Bersumber dari Tuhan)
    Ekonomi Islam (al-iqtishad al-Islami) merupakan ajaran yang bersumber dari Allah. Pernyataan tersebut bisa dilacak di beberapa teks al-Qur’an dan Hadits yang muncul pada abad ke-6 Masehi. Walaupun dalam catatan sejarah ekonomi Islam pernah ‘mati suri’ namun perlahan-lahan kajian tentang ekonomi Islam mulai banyak diterima oleh masyarakat. Dan di Indonesia, kajian tentang ekonomi Islam muncul sekitar tahun 1990-an. Tujuan Allah dalam memberikan “pengajaran” yang berkaitan dengan kegiatan berekonomi umat-Nya adalah untuk memperkecil kesenjangan di antara masyarakat. Sehingga umat-Nya bisa hidup dalam kesejahteraan di dunia dan di akhirat.

  2. Rabbaniyah al-Hadf (bertujuan untuk Tuhan)
    Selain bersumber dari Tuhan, ekonomi Islam juga bertujuan kepada Allah. Artinya, segala aktivitas ekonomi Islam merupakan suatu ibadah yang diwujudkan dalam hubungan antar manusia untuk membina hubungan dengan Allah. Ibadah bukan hanya disyariatkan lewat kegiatan ekonomi, meliputi area pasar, perkantoran, pasar modal, dan perbankan. Lebih dari itu, Islam mensyariatkan umatnya agar selalu beraktivitas ekonomi sesuai dengan ketentuan Allah di segala penjuru di muka bumi ini, tidak menzalimi orang lain, dan bertujuan memberikan kemaslahatan bagi semua manusia. Ketika seseorang beribadah dengan baik tanpa mengimbangi perilaku ekonominya dengan berperilaku baik pula maka ibadahnya menjadi sesuatu yang cacat. Hal ini sesuai dengan apa tertulis dalam surat al-Ankabut : 45.

  3. Al-Raqabah al-Mazdujah (mixing control/kontrol di dalam dan di luar)
    Ekonomi Islam menyertakan pengawasan yang melekat bagi semua manusia yang terlibat di dalamnya. Pengawasan dimulai dari diri masing-masing manusia karena manusia adalah pemimpin (khalifah) bagi dirinya sendiri. Manusia mempunyai jaring pengaman bagi dorongan-dorongan buruk yang keluar dari jiwanya, ketika ia ingin berbuat ketidakadilan kepada orang lain. Pengawasan selanjutnya yaitu dari luar, yang melibatkan institusi, lembaga, ataupun seorang pengawas. Kaitannya dengan pengawasan dari luar, Islam mengenalkan lembaga pengawas pasar (hisbah) yang bertugas untuk membenahi kerusakan dan kecurangan di dalam pasar.

  4. Al-Jam’u bayna al-Tsabat wa al-Murunah (penggabungan antara yang tetap dan yang lunak)
    Ini terkait dengan hukum dalam ekonomi Islam. Islam mempersilakan umatnya untuk beraktivitas ekonomi sebebas-bebasnya, selama tidak bertentangan dengan larangan yang sebagian besar berakibat pada adanya kerugian orang lain. Berbagai macam keharaman dalam aktivitas perekonomian secara Islam merupakan suatu kepastian dan tidak bisa ditawar lagi. Akan tetapi, banyak sekali hal-hal yang ‘lunak dan boleh dilakukan, terlebih lagi boleh dieksplorasi dengan sebebas-bebasnya karena bertujuan untuk merealisasikan kemaslahatan manusia.

  5. Al-Tawazun bayna al-Mashlahah al-Fard wa al-Jama’ah (Keseimbangan antara kemaslahatan individu dan masyarakat)
    Ekonomi Islam merupakan ekonomi yang menjunjung tinggi keseimbangan di antara kemaslahatan individu dan masyarakat. Segala aktivitas yang diusahakan dalam ekonomi Isam bertujuan untuk membangun harmonisasi kehidupan. Sehingga kesejahteraan masyarakat bisa tercapai. Akan tetapi, kesejahteraan masyarakat tidak akan bisa terealisasikan, sebelum tercapai kesejahteraan masing-masing individu di dalam suatu golongan masyarakat. Karena Allah tidak akan mengubah suatu masyarakat sebelum individunya tersebut mengubah keadaannya sendiri.

  6. Al-Tawazun bayna al-Madiyah wa al-Rukhiyah (Keseimbangan antara materi dan spiritual)
    Islam memotivasi manusia untuk bekerja dan mencari rezeki yang ada dan Islam tidak melarang umatnya dalam memanfaatkan rezeki yang ada. Rasulullah SAW pernah ditanya oleh sahabatnya, “Apakah bentuk kesombongan itu seseorang yang berbaju bagus dan memakai sandal bagus? Rasul membantahnya. Kemudian Rasul menandaskan bahwa kesombongan adalah penolakan terhadap kebenaran”. Makna dari hadits ini adalah Islam tidak melarang umatnya memakai pakaian bagus, sandal bagus, memiliki rumah yang luas, dan kendaraan yang baik karena dalam hadits lainnya disebutkan bahwa ada empat faktor kebahagiaan manusia di dunia, yaitu : 1) pasangan yang salih/salihah, 2) rumah yang luas, 3) kendaraan yang baik, 4) tetangga yang baik. Akan tetapi, pemenuhan terhadap aspek materi haruslah selalu disesuaikan dengan kebutuhan dan dalam rangka untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ketika seseorang memenuhi kebutuhan materinya secara berlebihan maka hal itu sudah menyalahi ketentuan Allah. Seseorang yang berlebihan akan kehilangan “sensitivitasnya”, dan akan memperlebar jurang kesenjangan dengan si miskin. Dan Allah menyandingkan seseorang yang berperilaku mubazir dengan setan sebagai saudaranya.

  7. Al-Waqi’iyah (Realistis)
    Ekonomi Islam bersifat realistis karena sistem yang ada sesuai dengan kondisi real masyarakat. Ekonomi Islam mendorong tumbuhnya usaha kecil dalam masyarakat yang pada akhirnya bisa meningkatkan pendapatan mereka. Ekonomi Islam juga merupakan ekonomi yang sangat realistis, karena bisa mengadopsi segala sistem yang ada dengan catatan membuang aspek keharaman di dalamnya. Salah satu alasan kenapa diharamkannya suatu praktik dalam suatu sistem yang ada adalah untuk menghindari kerusakan di antara manusia. Karena ajaran-ajaran tentang keharaman dalam ekonomi Islam merupakan sebab yang berakibat pada kerugian orang lain.

  8. Al-Alamiyyah (Universal)
    Ekonomi Islam mempunyai sistem yang universal. Maka dari itu, ajaran-ajaran bisa dipraktikkan oleh siapapun dan dimanapun ia berada karena tujuan dari ekonomi Islam hanyalah satu, yaitu win-win solution yang bisa dideteksi dengan tersebarnya kemaslahatan di antara manusia dan meniadakan kerusakan di muka bumi.

Referensi

Fauzia, I Y dan Riyadi, A K. 2014. Prinsip Dasar Ekonomi Islam, Perspektif Maqasid al-Syari’ah. Jakarta : Penerbit Kencana.