Apa saja ciri-ciri atau karakteristik seorang mukmin ?

Mukmin

Mukmin (orang-orang beriman) adalah orang-orang yang membenarkan ( tashdiq ) keberadaan Allah swt dan berserah diri di hadapan-Nya; beriman kepada risalah seluruh nabi Ilahi dan beramal atasnya.

Apa saja ciri-ciri atau karakteristik seorang mukmin ?

Jika iman diartikan percaya, maka ciri-ciri orang yang beriman (mukmin) tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah saja, karena yang tahu isi hati seseorang hanyalah Allah. Karena pengertian iman yang sesungguhnya adalah meliputi aspek kalbu, ucapan dan perilaku, maka ciri-ciri orang yang beriman akan dapat diketahui, antara lain:

Tawakal

Apabila dibacakan ayat-ayat Allah (Al-quran), kalbunya terangsang untuk melaksanakannya seperti dinyatakan antara lain dalam,

Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah apabila disebut (nama) Allah, gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka dan mereka bertawakal kepada Tuhannya. QS. Al-Anfaal (8):2.

Tawakkal , yaitu senantiasa hanya mengabdi (hidup) menurut apa yang diperintahkan oleh Allah. Dengan kata lain, orang yang bertawakal adalah orang yang menyandarkan berbagai aktivitasnya atas perintah Allah. Seorang mukmin, makan bukan didorong oleh perutnya yang lapar akan tetapi karena sadar akan perintah Allah.

Artinya: Hai sekalian orang-orang yang beriman, makanlah dari yang baik- baik yang Kami rezekikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah jika hanya kepada-Nya kamu menyembah. QS. Al-Baqarah (2): 172.

Surat Al-Baqarah (2) ayat 187 menjelaskan bahwa seseorang yang makan dan minum karena didorong oleh perasaan lapar atau haus, maka mukminnya adalah mukmin batil , karena perasaanlah yang menjadi penggeraknya. Dalam konteks Islam bila makan pada hakikatnya melaksanakan perintah Allah supaya fisik kuat untuk beribadah (dalam arti luas) kepada-Nya.

Mawas Diri dan Bersikap Ilmiah

Pengertian mawas diri disini dimaksudkan agar seseorang tidak terpengaruh oleh berbagai kasus dari mana pun datangnya, baik dari kalangan jin dan manusia, bahkan mungkin juga datang dari dirinya-sendiri.

Artinya: Katakanlah, “Aku berlindung kepada Tuhan yang memelihara manusia (1). Yang menguasai manusia (2). Tuhan bagi manusia (3). QS. An-Naas (114): 1-3.

Mawas diri yang berhubungan dengan alam pikiran, yaitu bersikap kritis dalam menerima informasi, terutama dalam memahami nilai-nilai dasar keislaman. Hal ini diperlukan, agar terhindar dari berbagai fitnah.

Artinya: Dialah yang menurunkan Kitab (Al-quran) kepadamu; di antaranya ada ayat-ayat yang muhkamat (terang maknanya), itulah ibu (pokok) Kitab; dan yang lain mutasabihat (tidak terang maknanya). Maka adapun orang-orang yang hatinya cenderung kepada kesesatan, maka mereka mengikuti ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan mencari-cari takwilnya (menurut kemauannya), padahal tidak ada yang mengetahui takwilnya kecuali Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata, “Kami beriman dengannya (kepada ayat-ayat yang mutasyabihat ); semuanya itu dari sisi Tuhan kami.” dan tidak dapat mengambil pelajaran melainkan orang-orang yang mempunyai pikiran. QS. Ali Imran (3): 7.

Atas dasar pemikiran tersebut hendaknya seseorang tidak dibenarkan menyatakan sesuatu sikap, sebelum mengetahui terlebih dahulu permasalahannya, sebagaimana dinyatakan di dalam Al-quran antara lain

Artinya: Dan janganlah engkau turut apa-apa yang engkau tidak ada ilmu padanya, sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya akan ditanya. QS. Al-Israa’ (17) : 36.

Optimis dalam Menghadapi Masa Depan

Perjalanan hidup manusia tidak seluruhnya mulus, akan tetapi kadang- kadang mengalami berbagai rintangan dan tantangan yang memerlukan pemecahan jalan ke luar. Jika suatu tantangan atau permasalahan tidak dapat diselesaikan segera, tantangan tersebut akan semakin menumpuk. Jika seseorang tidak dapat menghadapi dan menyelesaikan suatu permasalahan, maka orang tersebut dihinggapi penyakit psikis, yang lazim disebut penyakit kejiwaan, antara lain frustrasi, nervous, depresi dan sebagainya. Al-quran memberikan petunjuk kepada umat manusia untuk selalu bersikap optimis karena pada hakikatnya tantangan, merupakan pelajaran bagi setiap manusia. Hal tersebut dinyatakan dalam

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. QS. Al-Insyirah (94) ayat 5-6.

Jika seseorang telah merasa melaksanakan sesuatu perbuatan dengan penuh perhitungan, tidaklah perlu memikirkan bagaimana hasilnya nanti, karena hasil adalah akibat dari suatu perbuatan. Namun Nabi Muhammad menyatakan bahwa orang yang hidupnya hari ini lebih jelek dari hari kemarin, adalah orang yang merugi dan jika hidupnya sama dengan hari kemarin berarti tertipu, dan yang bahagia adalah orang yang hidupnya hari ini lebih baik dari hari kemarin. Jika optimisme merupakan suatu sikap yang terpuji, maka sebaliknya pesimisme merupakan suatu sikap yang tercela. Sikap ini seharusnya tidak tercermin pada dirinya mukmin. Hal ini seperti dinyatakan dalam Surat Yusuf (12) ayat 87, sedangkan sikap putus asa atau yang searti dengan kata tersebut hanya dimiliki oleh orang-orang kafir.

Artinya: Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah melainkan kaum yang kafir”. QS. Yusuf (12): 87.

Konsisten dan Menepati Janji

Janji adalah hutang. Menepati janji berarti membayar utang. Sebaliknya ingkar janji adalah suatu pengkhianatan.

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, sempurnakanlah segala janji. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan kepadamu (larangan-Nya). Tidak dibolehkan berburu ketika kamu sedang ihram. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum terhadap apa yang di kehendaki-Nya. QS. Al- Maa’idah (5): 1.

Seseorang mukmin senantiasa akan menepati janji, dengan Allah, sesama manusia, dan dengan ekologinya (lingkungannya). Seseorang mukmin adalah seorang yang telah berjanji untuk berpandangan dan bersikap dengan yang dikehendaki Allah. Seorang suami misalnya, ia telah berjanji untuk bertanggung jawab terhadap istri dan anak-anaknya. Sebaliknya istri pun demikian. Seorang pemimpin berjanji untuk mengayomi masyarakat yang dipimpinnya.

Tidak Sombong

Kesombongan merupakan suatu sifat dan sikap yang tercela yang membahayakan diri maupun orang lain dan lingkungan hidupnya. Seorang yang telah merasa dirinya pandai, karena kesombongannya akan berbalik menjadi bodoh lantaran malas belajar, tidak mau bertanya kepada orang lain yang dianggapnya bodoh. Karena ilmu pengetahuan itu amat luas dan berkembang terus, maka orang yang merasa telah pandai, jelas akan menjadi bodoh. Al-quran Surat Luqman (31) ayat 18, menyatakan suatu larangan terhadap sifat dan sikap yang sombong.

Artinya: Dan janganlah engkau palingkan pipimu kepada manusia, dan janganlah berjalan dengan sombong di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi congkak. QS. Luqman (31): 18.

Sumber : Drs. Syaiful Mikdar, M.Pd., Tuhan Yang Maha Esa dan Ketuhanan