Saat ini media memainkan peran penting dalam penggiringan opini masyarakat dalam setiap momentum yang dihadapi. Terdapat pihak-pihak yang berupaya memamfaatkan kekuatan media massa yang dapat mempengaruhi opini publik dan sekaligus memamfaatkan kelemahan para jurnalis dan pekerja media yang dengan terpaksa atau sukarela menjual idealisme mereka. Kecendrungan media-media yang disatukan dalam kepemilikan pemilik modal berkepentingan politik dan kepentingan lainnya menjadikan media rawan dimamfaatkan. Bahkan ada media dengan terang-terang menjual celahcelah titipan agenda setting bagi siapa saja yang siap membayar.
Tidak salah jika mantan Presiden RI, Baharuddin Jusuf Habibie saat memberikan orasi usai menerima penghargaan Medali Emas Kemerdekaan Pers dalam rangka Hari Pers Nasional 2013 di Menado (9/2) mengatakan dominasi arus pemberitaan oleh jaringan media massa seperti yang terjadi saat ini secara sistematik membatasi ruang gerak media massa dan berlawanan dengan konsep kebebasan pers. Menurutnya, untuk membebaskan pers dari pengaruh kepentingan politik dan bisnis, salah satu upaya yang harus dilakukan adalah merevisi Undang-Undang Penyiaran, terutama soal kepemilikan suatu kelompok usaha atas beberapa media.
Habibie menggarisbawahi yang perlu diwaspadai, bahkan diatur adalah bila pemilik jaringan media tersebut aktif di dunia politik. Pencegahan pengaruh kepentingan politik terhadap kalangan pers harus dilakukan, termasuk hal-hal menyangkut masalah kepemilikan media, khususnya jika pemilik media aktif berkecimpung dalam dunia politik. Peran dan kebebasan pers memang perlu diberi perhatian khusus agar pers jangan dianggap semata-mata hanya milik para wartawan, pengelola media, atau pengusaha media saja, tetapi kebebasan pers adalah milik semua warga. Oleh karena itu, kata dia, masyarakat seharusnya ikut membantu melengkapi atau menyeimbangkan pemberitaan untuk kepentingan seluruh masyarakat itu sendiri.
Disadari atau tidak, sebagian besar masyarakat di Indonesia masih menjadikan media sebagai salah satu jembatan informasi tentang berbagai hal yang terjadi dalam masyarakat, baik yang sedang menjadi perhatian maupun yang luput dari perhatian mereka. Kenyataan menunjukkan, keterlibatan media dalam membentuk suatu opini publik adalah sebuah kekuatan tersendiri yang dimilikinya dan itu sangat berpengaruh dalam tatanan kehidupan di masyarakat. Namun, seiring dengan kebebasan pers yang didengungkan dalam reformasi 1998 silam, membuat sebagian media kebablasan menyikapi eforia kebebasan tersebut. Independensi dan kode etik kadang telah tertutupi oleh orientasi bisnis dan keuntungan, sehingga saat ini ¨dapur¨ media telah dimasuki pengaruh kekuasaan, finansial dan kepentingan politik.
Media sangat memberi andil dan peran penting dalam memberikan informasi terhadap masyarakat dan kecenderungan ini kadang membuat media dalam menyajikan informasinya cenderung membuka peluang untuk terjadinya dramatisasi, manipulasi, spekulasi ataupun justru berusaha untuk tidak menyingkap kebenaran sesuai fakta sesungguhnya (Ahmad, 2004). Olehnya, segelintir masyarakat berusaha memanfaatkan media untuk suatu tujuan sesuai kepentingannya, hingga kemudian media menjadi sangat sulit memisahkan antara independensi dan keuntungan bisnis, dan terkadang dua kepentingan tersebut membuat media terperosok ke dalam penyajian informasi yang tidak berimbang dan cenderung berpihak pada golongan tertentu (Baran, 2000).
Sesuai dengan pengertiannya, independensi diartikan sebagai kemandirian, dalam artian melepaskan diri dari berbagai kepentingan, mengungkapkan fakta dengan sesungguhnya dan tidak ada bentuk intervensi dari pihak tertentu dalam penyajian informasi (Thompson, 1995). Sehingga dalam membangun suatu independensi, media harus menyadari bahwa loyalitas utama adalah kepada masyarakat, dan intisari jurnalisme adalah verifikasi data yang akurat, menghindari terjadi benturan kepentingan yang berpotensi kepada pembohongan publik. Oleh karenanya, sangat diharapkan agar seorang wartawan dalam menjalankan profesinya, harus dibarengi sikap kejujuran dalam komitmen, informasi haruslah tersaji dalam konteks kebenaran, mengetahui urutan sumber berita, transparansi dalam informasi, dan verifikasi berita secara aktual sebelum menyajikannya ke masyarakat (Baran, 2000). Bila hal tersebut dapat diwujudkan, maka media telah melakukan independensi dalam penyampaian informasi.
Saat ini, ancaman independensi media sangat beragam, namun menurut penulis, yang menjadi ancaman serius antara lain:
-
Kekuasaan tidak sepenuhnya dapat di kontrol oleh media sehingga seringkali berbagai kasus penyimpangan yang terjadi hanya dapat diketahui bila ada di antara mereka (dalam lingkup kekuasaan) yang membeberkan kepada media.
-
Adanya konglomerasi atau kepemilikan media yang bersentuhan dengan penguasa, sehingga informasi yang disajikan hanya berdampak pada keuntungan pihak media dan yang bersentuhan langsung dengannya.
-
Kewenangan redaksi dalam mempublikasikan berita yang diperoleh dari wartawan kadang menimbulkan munculnya intervensi kepada pihak redaksi oleh orang-orang tertentu yang menganggap pemberitaan tersebut menyudutkan diri atau lingkup sosialnya.
-
Masih maraknya tindak kekerasan dan pengerahan massa oleh kelompok tertentu,sehingga kalangan wartawan masih khawatir akan keselamatan dirinya dalam peliputan.
-
Terjalinnya hubungan emosional antara wartawan dengan sumber berita, baik hubunganpertemanan, kekeluargaan, suku, maupun profesi sehingga bila ada pemberitaan yangmenyudutkan sumber tersebut berusaha untuk segera di tutup tutupi (Hill, 2006).
Manajemen media haruslah memisahkan antara redaksi pemberitaan dan unsur bisnis, sehingga menghindari adanya intervensi pemberitaan karena faktor bisnis dan tidak kalah pentingnya adalah media harus pula memperhatikan kesejahteraan wartawan, sehingga idealisme mereka tidak di kotori oleh kepentingan tertentu (Magoon, 2010). Jika ini telah di lakukan, maka kekuatan media dapat menjadi sebuah kekuatan besar yang sangat disegani oleh semua pihak, dan masyarakat akan semakin menaruh kepercayaan penuh pada keberadaan sajian informasi media.