Apa saja Bahaya Riya’?

Riya'

Riya’, menurut Muhammad Ali Ba’athiyah, adalah mencari sebuah kedudukan dan kemuliaan di hadapan manusia dengan menggunakan perbuatan-perbuatan yang berkaitan dengan urusan akhirat. Misalnya mendirikan shalat, berpuasa, bershadaqah, berhaji, dan membaca al-Qur‟an agar memperoleh pujian dan kemuliaan dari orang yang melihatnya.

Apa saja bahaya Riya’ ?

Al-Ghazali mengatakan, suka berbuat riya’ (pamer) merupakan syirik yang tersembunyi. Hal ini merupakan dari salah satu bentuk kesyirikan. Bila seseorang berupaya untuk menarik hati orang agar ia menjadi orang yang berpengaruh dan terhormat, maka ia sudah melakukan kesyirikan.

Cinta terhadap pengaruh merupakan bagian dari mempertuhankan hawa nafsu, dank arena kecintaannya inilah kebanyakan manusia menjadi binasa. Namun, binasanya manusia disebabkan karena perbuatan mereka sendiri. Jika manusia benar-benar mengetahuinya, tentu mereka akan menyadarinya bahwa karena suka berbuat riya’ mendorongnya untuk menuntut ilmu dan beramal dimaksudkan sebagai kepada Tuhan, bukan untuk memperoleh pujian dari sesama manusia; bila manusia suka berbuat riya’, maka sia-sialah amal perbuatannya.

Nawawi menguatkatkan pendapat al-Ghazali. Ia mengatakan, cinta kedudukan termasuk perbuatan yang timbul karena dorongan hawa nafsu yang diikuti dan kebanyakan manusia menjadi binasa karenanya. Maka, seseorang tidak akan binasa melainkan karena dengan sebab orang lain. Andai saja orang-orang melakukan bersikap adil, maka ia mengetahui bahwa sebagian besar ilmu dan ibadahnya yang ia kerjakan di samping amalan-amalan biasa tidak lain disebabkan karena riya’, perbuatan riya’ itu termask yang menjadi penyebab hilangnya pahala.

Oleh karena itu al-Ghazali mengharamkan sifat riya’. Menurutnya, orang yang memiliki sifat riya’ maka di sisi Tuhan ia termasuk orang yang terlaknat dengan laknat yang sangat keras. Allah lebih memuji orang-orang yang berbuat dengan ikhlas yang meniadakan semua kehendak selain kehendak kerihaan Tuhan. Dan sikap riya’ merupakan kebalikan dari sifat ikhlas.

Al-Ghazali mengutip ayat al-Qur’an tentang bahayanya orang-orang yang melakukan perbuatan riya’. Al-Qur‟an mengatakan yang artinya,

Maka kecelakaan bagi orang-orang yang shalat, yakni orang-orang yang lalai dari shalatnya; orang-orang yang berbuat riya’ .” (QS. al-Ma’un: 4-6).

Dalam surat yang lain juga menjelaskan tentang bahyanya riya’, yang artinya:

Dan rencana jahat mereka akan hancur ”. (QS. al-Fathir: 10).

Al-Ghazali juga mengutip ucapan sahabat Umar bin Khatab, Umar berkata kepada Mu’adz bin Jabal-semoga Tuhan meridhai kepada keduanya-ketika Umar melihat Mu’adz menangis di samping sebuah kuburan,

“apa yang membuat engkau menangis?”

Lalu Mu‟adz menjawab,

“Sebuah hadis yang saya dengar dari pemilik kuburan ini-yang dimaksudkan adalah Rasulullah SAW-dimana beliau pernah bersabda, “

sesungguhnya sikap riya’ yang paling rendah nilainya setara dengan syirik ”. Hadis ini diriwayatkan oleh imam at-Thabảri.

Sedangkan menurut Sayyid Muhammad Nuh, orang yang melakukan perbuatan riya’, maka ia akan tertutup dari hidayah dan pertolongan dari Tuhan. Hanya Tuhan semata yang memiliki pintu hidayah dan pertolongan. Dan Dia pula yang mempunyai hak untuk menganugerahkan keduanya kepada orang yang Dia kehendaki. Tidak ada keputusan yang bisa ditolak setelah Tuhan telah menetapkan keputusannya, juga tidak ada yang bisa melawan hukum-Nya. Tuhan akan memberikan hidayah dan pertolongan hanya kepada orang yang beramal ikhlas dan tujuan niatnya benar.

Orang yang berbuat riya’ juga hidupnya akan menjadi sempit dan merasa gelisah. Seseorang yang melakukan riya’ di manapun ia melakukannya, hal demikian karena ingin mencari perhatian orang banyak dan mengharapkan imbalan materi dari mereka, terkadang harapan dan keinginannya tidak terwujud karena tidak sesuai dengan ketetapan dan takdir Tuhan. Ketika harapan dan keinginanannya tidak terwujud, maka ia hidupnya terasa sempit dan merasa gelisah hatinya. Sebab, ia tidak mendapatkan keridhaan Tuhan dan tidak pula memperoleh hasil yang diharapkan dari orang banyak.

Referensi :

  • Al-Ghazali, Ihya’ ‘Ulumuddin: Menghidupkan kembali Ilmu-ilmu Agama, Penerjemah Ibnu Ibrahim Ba’adillah.
  • Ahmad Farid, Zuhud dan Kelembutan Hati , Penerjemah Fuad Githa Perdana.
  • Al-Ghazali, Jiwa Agama, Penerjemah Maisir Thaib dkk.
  • Al-Ghazali, Menjelang Hidayah, Penerjemah As’ad El-Hafidy, (Bandung: Penerbit Mizan, 1998.
  • Muhammad Nawawi, Terjemah Maraqil ‘Ubudiyah, Penerjemah Zaid Husein al- Hamid, (Surabaya: Mutiara Ilmu, 2010).

Semua pelaksanaan ajaran agama adalah untuk kebaikan manusia itu sendiri, baik yang berupa pelaksanaan perintah maupun meninggalkan larangan. Setiap pelanggaran terhadap larangan agama, pasti berakibat buruk bagi pelakunya. Adapun akibat buruk riya antara lain sebagai berikut :

  1. Menghapus pahala amal baik, sebaimana dijelaskan dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 262

    Artinya: “Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, kemudian mereka tidak mengiringi apa yang dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima), mereka memperoleh pahala di sisi Tuhan mereka. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Q.S. Al-Baqarah: 262).21

  2. Mendapat dosa besar karena riya termasuk perbuatan syirik.

  3. Tidak selamat dari bahaya kekafiran karena riya sangat dekat hubungannya dengan sikap kafir.

Sifat riya dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Sifat riya yang membahayakan terhadap diri sendiri di antaranya ialah sebagai berikut :

  1. Selalu muncul ketidakpuasan terhadap apa yang telah dilakukan.

  2. Muncul rasa hampa dan senantiasa gelisah ketika berbuat sesuatu.

  3. Menyesal melakukan sesuatu ketika orang lain tidak memperhatikannya.

  4. Jiwa akan terganggu karena keluh kesah yang tiada hentinya.

Adapun bahaya riya yang dapat menimpa orang lain akan terlihat ketika orang yang pernah dibantunya kemudian diumpat, diolok-olok, dan dihina atau dicaci maki oleh orang yang membantu dengan riya. Dia mencaci maki atau mengungkit-ungkit pemberiannya karena disanjung dan dipuji atau karena tidak tercapai harapan sesuai dengan apa yang dikehendaki sehingga orang yang dicaci-maki itu akan tersinggung dan akhirnya terjadilah perselisihan permusuhan di antara keduanya. Oleh karena itu, perbuatan riya sangat merugikan karena Allah SWT tidak akan menerima dan memberi pahala atas perbuatannya.

Riya itu dapat juga dikatakan sebagai syirik khafi artinya syirik ringan karena mengaitkan niat untuk melakukan sesuatu perbuatan kepada sesuatu selain Allah SWT.