Apa perbedaan antara elemen gerakan mahasiswa GKOB dan GAOB pada era Orde Baru?

Menurut Heru Cokro, gerakan mahasiswa yang menjatuhkan Soeharto terbagi menjadi dua aliran besar, yaitu lembaga formal kemahasiswaan yang dalam hal ini direpresentasikan oleh SM/BPM UI dan entitas non-formal kemahasiswaan, yang direpresentasikan oleh KBUI (Keluarga Besar Universitas Indonesia). KBUI sendiri merupakan entitas baru, yang katanya dibentuk karena kekecewaan terhadap sepak terjang SM/BPM UI yang dianggap lamban dalam merespons momentum reformasi. Konsekuensi dari fragmentasi di atas adalah terjadinya persaingan yang sangat kentara di antara keduanya. Dalam proses demonstrasi di UI, makin lama terjadi kecurigaan akut antarmasing-masing pihak.

Sebagai contoh, pada Selasa, tanggal 19 Mei 1998 dalam rapat koordinasi di sore hari, mendadak terjadi rapat lengkap yang dihadiri oleh koordinator massa (FKSMJ dan Non-FKSMJ) serta para ketua senat dari jaringan FKSMJ. Terjadi tarik-menarik di bawah siapakah yang mengontrol koordinasi aksi ini. Kembali terjadi penolakan dari koordinator massa Non-FKSMJ untuk berkoordinasi di bawah koordinasi FKSMJ.180 Di FKSMJ ada beberapa tokoh yang dianggap media massa sebagai representasi suara dari tuntutan FKSMJ. Tokoh tersebut adalah Sarbini Mahasiswa UNTAG Jakarta dan Irwan Mahasiswa Universitas Moestopo, Jakarta.

Akan tetapi, di luar persaingan SMUI versus KBUI, sebenarnya terdapat pertemanan yang cukup baik. Hanya saja, begitu terlibat dalam konteks kemahasiswaan, keduanya kembali pada ego kelompok masing-masing.181 Dalam analisa yang lain, menurut Suharsih dan Ign. Mahendra K., gerakan mahasiswa dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) tipe, yakni radikal-militan; moderat- konservatif, dan moderat-reaktif-religius.

Spektrum/Haluan Organisasi Isu/Wacana Strategi/Sikap
Radikal-Militan FORKOT, KPRP, PRD Tolak Soeharto Penyebaran pamflet, membangun jaringan yang luas, aksi jalanan, tidak mau dialog/kompromi
Turunkan Soeharto
Cabut Dwi Fungsi ABRI,
Cabut UU Politik,
Bubarkan MPR/DPR,
Reformasi Total
Moderat- Konservatif FKMSJ 1. Turunkan harga 1. Hati-hati
Tolak kekerasan Lamban
Reformasi damai untuk rakyat Bersedia dialog (kecuali UI dan UGM)
Hapus KKN Aksi damai
Aksi moral yang murni
Moderat-reaktif- religius 1. LMMY Turunkan harga Hati-hati
2. KAMMI Tolak kekerasan Lamban
3. HMI Reformasi damai Bersedia dialog
Reformasi untuk rakyat Reaktif
Hapuskan KKN Aksi damai di kampus dan masjid
Tidak turun jalan
Menghindari provokasi dan
kerusuhan

Pengkategorian gerakan mahasiswa menjatuhkan Soeharto bulan Mei 1998 juga dibuat oleh Muridan S. Widjojo. Menurut Muridan S. Widjojo, gerakan mahasiswa tahun 1998 dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : “gerakan moral” dan “gerakan politik”. Pembagian menjadi dua kelompok ini didasarkan pada wacana yang dikembangkan oleh kelompok-kelompok dalam gerakan mahasiwa itu sendiri. Gerakan moral mengacu pada wacana yang dikembangkan oleh gerakan moral yang mengkritisi kebijakan rezim Orde Baru. Muridan S. Widjojo menyebut kelompok ini sebagai Gerakan Kritik Orde baru (GKOB). Sedangkan gerakan politik mengacu pada wacana untuk merobohkan rezim Orde Baru, dan menyebut kelompok ini sebagai Gerakan Anti Orde Baru (GAOB).

“Gerakan moral” mendasarkan diri pada pandangan bahwa perubahan politik dapat dilakukan dengan cara “menghimbau” atau “mengingatkan” kepada elit politik. Berbeda dengan “gerakan politik”, gerakan moral ini tidak secara tegas ingin mengganti kekuasaan politik Orde Baru Soeharto saat itu. Paham ini menekankan “suara” atau “gagasan” sebagai inti gerakan. Ini berarti bahwa kapasitas operasi yang diharapkan dari gerakan moral mahasiswa adalah sebatas “menghimbau” dan atau “mengingatkan”. Dari sini juga dapat dilihat bahwa penganut paham ini percaya bahwa suatu rezim politik bisa diubah dengan cara “dihimbau” atau “diingatkan”.

Sedangkan gerakan politik secara tegas ingin mengganti kekuasaan rezim Orde Baru Soeharto. Kelompok ini menolak semua kerangka asumsi yang dibangun Orde Baru. Sebelum tahun 1997, pemerintah rezim Orde Baru telah melarang mahasiswa terjun ke gerakan politik karena hal tersebut bukan karakter mahasiswa. Menurut pemerintah Orde Baru, mahasiswa harus belajar dan menunjukkan prestasi di kampusnya. Bahkan dapat dikatakan bahwa gerakan politik adalah hal yang tabu bagi mahasiswa saat itu. Akan tetapi tidak bagi kelompok GKOB. Mereka justru ingin menggunakan gerakan politik sebagai senjata untuk melawan pemerintah Orde Baru. Kelompok ini menyatakan bahwa mahasiswa tidak perlu menggunakan pemahaman yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru, karena hal tersebut dapat membatasi peran gerakan mahasiswa itu sendiri.

Dengan menganggap gerakan mahasiswa sebagai gerakan politik, maka ruang pergerakannya menjadi luas, sehingga dengan demikian dapat berjuang bersama-sama rakyat. Konsekuensi bagi suatu gerakan politik, yaitu menyatunya antara berbagai kekuatan, termasuk dengan rakyat. Kelompok ini secara tegas menginginkan adanya hubungan dengan massa pengikut di luar kampus. Aktivis Universitas Lampung, Widjojo, menegaskan bahwa gerakannya adalah gerakan politik dan bukan gerakan moral dan langkah yang ditempuhnnya berupa aksi atau pergerakan massa.

Gagasan untuk menggabungkan kekuatan gerakan mahasiswa dengan massa di luar kampus ini telah menjadi perdebatan yang sengit diantara kelompok gerakan mahasiswa sendiri. Kelompok yang dikategorikan sebagai GPOB yang menolak unsur non mahasiswa atau rakyat biasa sebagai kekuatannya. Karena GPOB ingin bahwa gerakan mahasiswa harus steril dari infiltrasi kelompok- kelompok di luar mahasiswa. Sehingga dalam setiap aksinya, GPOB hanya melibatkan mahasiswa sebagai massanya. Hal ini berbeda dengan GKOB yang justru mengundang kelompok non mahasiswa, yang mereka sebut dengan rakyat untuk mendukung gerakannya.

Akibat bersatunya kekuatan mahasiswa dan non mahasiswa ini, gerakan mahasiswa di beberapa kampus mengalami perbedaan yang sangat tajam, terutama pada pandangan mengenai kekuasaan dan strategi aksi. Tidak jarang antara GPOB dengan GKOB tidak dapat melakukan aksi bersama karena alasan di atas. Bahkan secara ekstrem ada kelompok yang menolak bergabung dengan kelompok gerakan mahasiswa dari universitas lain. Misalnya, pada tanggal 4 Maret 1998, GPOB dari Universitas Indonesia menolak ajakan mahasiswa IPB untuk melakukan aksi bersama di jalan. Berikut ini kelompok gerakan mahasiswa yang dikategorikan sebagai GPOB dan GKOB

GPOB (Gerakan Pengingat Orde Baru)


Kelompok aksi yang dapat dikategorikan ke dalam GPOB adalah Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Kelompok ini merupakan produk Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus (LDK) X di Universitas Muhammadiyah Malang pada 29 Maret 1998. Pertemuan yang dihadiri oleh sekitar 200 aktivis masjid kampus tersebut telah menghasilkan “Deklarasi Malang”. Meskipun aktivitas gerakannya telah dimulai sebelumnya, namun peresmian sebagai organisasi massa formal, baru diputuskan pada 1-4 Oktober 1998. Menurut Fachri Hamzah, kelahiran KAMMI ini diilhami keberadaan gerakan mahasiswa tahun 1966, yaitu Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI).

Sebagian besar aktivis KAMMI ini berlatar belakang aktivis LDK yang berasal dari organisasi massa besar seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Kelompok ini membentuk basis-basis gerakan di beberapa universitas besar seperti UI, UGM, ITB, IPB, Unair, Undip dan lain-lain. Dalam setiap aksinya, baik yang ada di kota Jakarta, Yogyakarta, Malang dan Surabaya, KAMMI mampu menghadirkan massa yang cukup banyak.

Orientasi KAMMI adalah reformasi politik dan ekonomi yang dilandasi moral dan akhlak. Namun, kelompok ini tidak secara tegas menyatakan ingin mengganti rezim kekuasaan. “Tujuan gerakan KAMMI adalah memastikan adanya perubahan yang bermanfaat bagi umat Islam dan dalam jangka panjang berupaya membentuk forum yang mapan”. KAMMI mengganggap bahwa dialog merupakan sarana yang efektif untuk menghindari anggapan bahwa KAMMI adalah kelompok yang fundamentalis.

Karena kepemimpinan KAMMI yang bersifat struktural maka tokoh-tokoh yang muncul adalah orang yang menjadi Ketua Umum KAMMI Pusat, misalnya Fachri Hamzah pada gerakan reformasi menurunkan Presiden Soeharto dan Andi Rahmat pada gerakan menurunkan Presiden Abdurrahman Wahid.

GKOB (Gerakan Kontra Orde Baru)


Front Perjuangan Pemuda Indonesia (FPPI)

Gerakan mahasiswa tahun 1990 terpecah menjadi dua kelompok. Masing-masing kelompok ini mengembangkan jaringannya sendiri-sendiri. Salah satu jaringan besar itu adalah FMPY di Yogyakarta. Kelompok ini mengembangkan jaringannya dari Surabaya, Solo, Semarang, Purwokerto dan Jakarta. Di tiap-tiap kota jaringan ini memiliki organ-organ kecil sendiri, yang sangat khas lokal dan tidak tergantung dengan jaringan besarnya. Begitu juga dalam menyikapi isu-isu sosial dan politik, mereka tidak diharuskan mempunyai kesamaan sikap dan pilihan aksinya. Jaringan ini tidak lebih sebagai bentuk solidaritas dan sharing informasi.

Dalam hal ideologi, jaringan kelompok ini memperlakukan ideologi sebagai pengetahuan, karena belum pernah ada kesepakatan secara eksplisit oleh para aktivisnya. Namun, jika dilihat dari wacana-wacana yang dikembangkan, kelompok ini menganut paham Sosialisme, Islam dan Nasionalisme. Kelompok ini memandang bahwa realitas politik di Indonesia bersifat unik, karena itu ideologi-ideologi besar tidak relevan bagi gerakan politik.192

Meskipun aktivitasnya sudah lama berjalan, namun sebagai organ resmi yang berskala nasional baru disepakati pada 13 Nopember 1998 di Magelang. Jauh hari sebelum menjadi FPPI, organ-organ dalam jaringan kelompok ini telah aktif melakukan aksi-aksi dalam menuntut reformasi dan melengserkan Soeharto. Beberapa organ-organ tersebut adalah: di Yogyakarta muncul Pusat Perjuangan Pemuda Yogyakarta (PPPY), Solidaritas Orang Pinggiran untuk Kemanusiaan (SOPINK), Front Aksi Mahasiswa Peduli Rakyat (FAMPERA); di Jakarta muncul Forum Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (FAMRED) dan Gerakan Mahasiswa Pancasila untuk Reformasi (GEMPUR); di Purwokerto muncul Aliansi Kebebasan Rakyat Berpendapat (AKRAB) yang kemudian melahirkan Front Aksi Mahasiswa Peduli Rakyat (FAMPR), Komite Mahasiswa untuk Demokrasi Indonesia (Komarudin); di Salatiga muncul Solidaritas Mahasiswa STAIN Salatiga (SEMESTA), Serikat Mahasiswa Independen (SMI); di Semarang muncul Forum Mahasiswa Sadar Lingkungan (FORMASAL); di Surabaya muncul Forum Komunikasi Mahasiswa Surabaya (FKMS); di Malang muncul Gerakan Reformasi untuk Rakyat Malang (GERRAM); di Jombang muncul Forum Mahasiswa Jombang (FORMAJO); dan di Jember muncul Gerakan Mahasiswa Pecinta Rakyat (GEMPAR). Tokoh-tokoh yang muncul dari FPPI ini adalah Syafieq Alieha, Hengky Setiawan dari FAMRED Jakarta, Farhan dari PPPY Yogyakarta, Muhaji dari FKMS Surabaya dan Badrus Salam dari FKMM Malang.

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND)

LMND merupakan organ nasional yang merupakan metamorfosis dari PRD, yang memiliki jaringan di Jakarta, Yogyakarta, Surabaya, Solo, Purwokerto. Meskipun tidak dinyatakan secara eksplisit, kelompok ini memilih ideologi Sosialis Demokratik Kerakyatan. Kelompok ini memiliki organisasi yang cenderung senafas dengan format yang “sentralisme demokratik”. Berbeda dengan FPPI, organ-organ yang tergabung dalam kelompok ini memiliki pilihan bahasa yang sama serta isu-isu besar yang sama. Secara organisasi, kelompok ini lebih rapi dibanding dengan FPPI. Dalam mengantisipasi “incaran” pihak keamanan, kelompok ini menggunakan strategi memilih nama organ “sekali pakai”, yaitu menggunakan nama kelompok tertentu hanya pada saat aksi isu tertentu pula dan setelah itu, organ tersebut tidak terdengar lagi. Strategi ini terutama dijalankan setelah peristiwa 27 Juli 1996 hingga akhir tahun 1997.

Adapun organ-organ yang tergabung dalam kelompok ini adalah: di Yogyakarta muncul Komite Nasional Penegak Demokrasi (KNPD), Komite Perjuangan Rakyat Untuk Perubahan (KPRP); di Solo muncul Komite Mahasiswa Untuk Keadilan dan Demokrasi (KMKD), Dewan Rakyat dan Mahasiswa Surakarta (DRMS), Dewan Ampera Sukoharjo, Dewan Reformasi Rakyat Sragen (DRRS), Dewan Reformasi Rakyat Boyolali (DRRB); di Lampung muncul Persatuan Mahasiswa Pemuda Lampung (PMPL) yang kemudian membentuk Komite Peduli Rakyat (KPR), Komite Mahasiswa Pemuda Rakyat Pelajar Lampung (KMPRPL), Aliansi Demokrasi Indonesia (ALDI); di Jakarta muncul Keluarga Besar UI (KBUI), Komite Buruh untuk Aksi Reformasi (KOBAR), Komite Mahasiswa dan Rakyat untuk Demokrasi (KOMRAD); di Bandung muncul Gerakan Mahasiswa Indonesia untuk Perubahan (GMIP); di Semarang muncul Forum Pembebasan, Komite Aksi Rakyat Semarang (KERAS); dan di Surabaya muncul Aliansi Bersama Rakyat Indonesia (ABRI). Dari LMND inilah muncul beberapa orang yang dianggap sebagai perwakilan dari aspirasi dan suara LMND, misalnya Reinhard Sirait, mahasiswa UI yang juga merangkap sebagai Ketua LMND.

Forum Komunitas Mahasiswa Se-Jabotabek (Forum Kota)

Dalam setiap aksinya, Forum Kota atau FORKOT yang didirikan pada tanggal 7 Maret 1998 mampu menarik massa cukup besar. Kelompok ini dibangun disimpul-simpul kampus yang sebelumnya telah memiliki tradisi perlawanan, seperti ISTN, APP, UKI dan IKIP Jakarta. FORKOT memandang bahwa gerakan mahasiswa yang dibangunnya sebagai kelompok penekan dalam proses menuju reformasi total. FORKOT sangat populer dan mampu menarik perhatian mahasiswa non aktivis sehingga pada setiap aksinya selalu dihadiri ribuan massa.

Ideologi yang dibangun oleh kelompok ini belum begitu jelas, kecuali tuntutannya untuk membentuk Komite Rakyat Indonesia (KRI) sebagai alternatif pemerintahan transisi pasca Soeharto. Konsep ini berasal dari Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang dipersiapkan menjelang kemerdekaan Indonesia tahun 1945. Kelompok ini pernah membangun jaringan di beberapa kota melalui pertemuan mahasiswa se Jawa dan Bali. Namun, hingga sekarang tidak ada tindak lanjutnya.

Dalam perjalanannya meskipun organ ini mengaku cair dalam kepemimpinan tapi dalam beberapa hal ada mucul beberapa orang yang dianggap sebagai tokoh atau perwakilan suara dari organ ini. Seperti Eli Salomo mahasiswa ISTN Jakarta, Adian Napitupulu Mahasiswa UKI Jakarta dan Lutfie Iskandar Mahasiswa ABA-ABI Jakarta

Front Nasional dan Pusat Informasi dan Jaringan Aksi untuk Reformasi (PIJAR)

Selain FORKOT, di Jakarta terdapat dua kelompok gerakan mahasiswa yang cukup signifikan dalam melakukan aksi-aksi demontrasi menuntut reformasi, yaitu Front Nasional dan PIJAR. Kedua kelompok ini berpusat di Universitas Nasional Jakarta. Sama seperti mereka menuntut penyelesaian krisis ekonomi dan melengserkan Soeharto sebagai Presiden. Tokoh yang muncul dari Pijar ini adalah Yeni Rosadamayanti yang berasal dari kampus Universitas Nasional Jakarta

HMI Majelis Penyelamat Organisasi (MPO)

Agak sulit memposisikan kelompok HMI MPO dalam dikotomi GKOB dengan GAOB. Tanpa alasan yang cukup jelas, Muridan S Widjojo mengkategorikan HMI MPO sebagai GKOB. Kemungkinan, alasannya karena HMI MPO dianggap tidak memiliki gen organisasi yang sama dengan HMI, yang terbukti beberapa mantan aktivisnya menjadi Pembantu Presiden Soeharto. Namun, sesungguhnya terdapat perbedaan mendasar antara HMI DIPO dengan HMI MPO, yaitu penolakannya terhadap kebijakan “asas tunggal Pancasila”. Dari penolakan ini jelas bahwa HMI MPO sejak awal telah berseberangan dengan rezim Orde Baru Soeharto. Bahkan, antara tahun 1985 hingga pertengahan tahun 1998, HMI MPO ini dianggap sebagai organisasi yang ilegal oleh pemerintah Orde Baru.197

HMI MPO membentuk tujuh komite aksi yaitu Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Jakarta (FKMIJ), Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Semarang (FKMIS), Liga Mahasiswa Muslim Yogyakarta (LMMY), Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Ujung Pandang (FKMIU), Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Purwokerto (FKMIP), Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Kendari (FKMIK) dan Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Palu (FKMIP). Komite-komite aksi ini akan mempertanggung-jawabkan kegiatannya kepada Dewan Pimpinan Cabang HMI MPO kota setempat. Di Jakarta kelompok ini memiliki basis di Universitas Jayabaya, ABA-ABI, IAIN Ciputat, Universitas 45 Bekasi, Universitas Muhammadiyah Jakarta. Di Yogyakarta, kelompok ini berbasis di Jamaah Shalahuddin UGM dan di beberapa universitas swasta di Yogyakarta.

Antara tahun 1990-an hingga 1997 akhir, isu-isu yang paling sering diangkat dalam setiap aksinya oleh kelompok ini adalah persoalan perilaku keagamaan. Misalnya, isu jilbab, isu lemak babi, isu haram Sumbangan Dana Sosial Berhadiah (SDSB) dan isu-isu politik internasional seperti isu pro-Saddam, anti-Israel, dan isu anti Amerika. Pada tahun 1993-1994, kelompok ini mulai melontarkan isu politik dan ekonomi tentang ketidak-beresan perilaku kekuasaan rezim Orde Baru dengan mengangkat isu kredit macet. Menjelang akhir tahun 1997, kelompok ini mulai mengangkat isu anti Orde Baru Soeharto. Bahkan LMMY beberapa kali melakukan aksi bersama dengan kelompok kiri radikal seperti PRD.