Apa penyebab terjadinya Konflik Arab-Israel ?

Konflik Arab-Israel

Konflik Arab-Israel (Aṣ-Ṣirāʿ al-ʿArabī al-'Isrā’īlī), secara kasar terjadi selama satu abad, adalah konflik politik dan peperangan terbuka. Konflik ini terjadi karena didirikannya gerakan Zionis yang bertujuan untuk mendirikan negara Israel. Konflik antara negara-negara Arab dan Israel masih berlangsung sampai sekarang.

Apa penyebab terjadinya Konflik Arab-Israel ?

Konflik Arab-Israel merupakan suatu fenomena modern, yang berujung pangkal pada akhir abad ke-20. Konflik tersebut menjadi menjadi suatu masalah besar internasional dengan lahirnya negara Israel pada tahun 1948. Konflik yang menyebabkan paling tidak lima perang besar dan sejumlah konflik yang lebih kecil, termasuk dua intifada(pembrontakan) Palestina ini semakin kompleks karena diwarnai dengan klaim-klaim keagamaan.

Ketegangan antara orang Yahudi dan Arab mulai muncul setelah dekade 1880-an, ketika imigrasi orang Yahudi Eropa meningkat sejalan dengan perkembangan gerakan Zionisme, sebuah gerakan politik yang menginginkan pendirian sebuah negara Yahudi di tanah leluhurnya.

Imigrasi ini meningkatkan jumlah penduduk Yahudi di Palestina: pada tahun 1880, hanya empat persen dari sekitar 590.000 penduduk Palestina yang berasal dari kaum Yahudi dan menjadi sekitar 85.000 orang pada saat Perang Dunia I pecah. Karena itu, sejak awal imigrasi Yahudi ini ditentang oleh orang-orang Arab, karena dianggap mengancam kekuasaan mereka atas tanah Palestina.

image
Konflik meningkat ketika Perang Dunia I pecah dan Turki, yang mengusai Palestina, memihak Jerman. Untuk merongrong kekuasaan Ottoman, Inggris menjajikan sebuah negara Arab Raya jika orang Arab bersedia membantu mereka melawan Turki. Namun pada saat yang bersamaa, lewat Deklarasi Balfour, Inggris menjanjikan sebuah “Tanah Air” Yahudi di Palestina jika orang Yahudi bersedia membantu mereka melawan kekuatan Sentral.

Ternyata, Inggris tidak menepati kedua janji itu setelah menang perang. Alih-alih memperoleh sebuah negara Arab Raya, Inggris dan Prancis memecah-belah Timur Tengah di antara mereka, dimana Palestina dijadikan sebuah negara Permandatan.

Untuk menenangkan orang Arab dan menjaga kepentingan nasionalnya, Inggris kemudian mendirikan Kerajaan Transyordan di bawah Dinasti Hashemite yang mencakup 77 persen wilayah Permandatan Palestina serta menolak dominasi orang Yahudi di sisa wilayah Palestina. Akibatnya, timbul konflik segitiga orang Inggris, Arab, dan Yahudi, yang sering kali memakan korban jiwa.

Ketika konflik semakin memanas setelah Perang Dunia II, PBB mengusulkan pembagian wilayah Palestina menjadi dua bagian sebagai upaya untuk memecahkan konflik. Sementara orang Yahudi menerimanya, orang Arab menolaknya. Akibat, ketika negara Israel diproklamasikan setelah kekuasaan Inggris berakhir, pecahlah Perang Arab-Israel Pertama tahun 1948.

Perang berakhir dengan kekalahan Arab dan tetap berdirinya negara Israel. Namun perang tersebut tidak diakhiri dengan suatu perdamaian. Sebaliknya, kedua kubu tetap berhadapan sebagai musuh dan bersiap melanjutkan peperangan babak berikutnya.

Sumber: hariansejarah.id