Menurut Dudek (1997, dalam Leueckenotte, 2000), kejadian konstipasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu :
1) Asupan serat
Serat makanan (diatery fiber) adalah komponen dalam tanaman yang tidak tercerna secara enzimatik menjadi bagian-bagian yang dapat diserap di saluran pencernaan (Almatsier, 2010).
Ragam Serat makanan
Menurut Wirakusumah (2003) ada dua istilah yang sering digunakan dalam kaitannya dengan serat yaitu :
-
Dietary fiber (serat makanan) ialah semua jenis serat yang tetap dalam kolon setelah pencernaan, baik serat larut air maupun serat tidak larut air.
-
Crude fiber (serat kasar) ialah serat tumbuhan yang tidak larut dalam air, misalnya selulosa, hemiselulosa, dan lignin. Adapun serat yang larut dalam air adalah pektin, gum, gel dan mucilages.
Klasifikasi Serat
Klasifikasi serat menurut karakteristik kelarutan dalam air, yaitu :
-
Serat larut air (Soluble fibre)
Serat larut air adalah serat yang larut dalam air kemudian membentuk gel dalam saluran pencernaan dengan cara menyerap air. Soluble fiber meliputi pectin, gum, mucilage, dan beberapa hemicelluloses. Bentuk lain soluble fiber/serat larut ditemukan pada gandum, padi dan polong. Pengaruh serat larut dalam saluran cerna berhubungan dengan kemampuan mereka untuk menahan air dan membentuk gumpalan/gel.
-
Serat tidak larut air (Insoluble fibre)
Serat tidak larut air yaitu serat yang tidak dapat larut dalam air dan juga dalam sistem pencernaan, tetapi memiliki kemampuan menyerap air dan meningkatkan tekstur dan volume tinja. Insoluble fiber terutama terdiri dari cellulose dan hemicelluloses. Sumber utama serat ini berada dalam padi, sereal dan biji-bijian (Devi, 2010).
Sumber Serat
Sumber makanan yang tinggi serat antara lain:
- sayur-sayuran : daun bawang, bawang prei, kecipir muda, kangkung, tauge, tomat, lobak, kembag kol, daun kelor, brokoli, buncis, kentang, kol, wortel, timun, daun singkong, daun kemangi, dan lain-lain.
- buah-buahan : jambu biji, belimbing, anggur, kedondong,.
- sereal : oat, gandum, rye, jagung, beras, dan beras merah.
- biji-bijian : sunflower seed dan sesame seed.
- kacang-kacangan : kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, kacang tolo, kacang bogor (Kusharto, 2007).
Anjuran konsumsi
Belum ada AKG untuk serat. Namun, untuk diet 2.000 kalori untuk orang dewasa, paling sedikit 1.000-2.000 kalori harus berasal dari karbohidrat kompleks. Diet serat yang dianjurkan adalah 20 gram-35 gram per hari dan cukup untuk pemeliharaan tanpa efek negatif terhadap kesehatan (Devi, 2010).
Cara menghitung serat
Asupan serat diperoleh dari data konsumsi makanan yang dikumpulkan dengan metode food recall selama 24 jam. Prinsip dari metode recall 24 jam dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam metode ini responden menceritakan semua yang dimakan dan diminum selama 24 jam yang lalu (kemarin). Recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak berturut-turut.
Langkah-langkah pelaksanaan recall 24 jam adalah sebagai berikut:
-
Petugas atau pewawancara menanyakan kembali dan mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden dalam ukuran rumah tangga (URT) selama kurun waktu 24 jam yang lalu. Kemudian petugas melakukan konversi dari URT ke dalam ukuran berat (gram). Dalam menaksir/memperkirakan ke dalam ukuran berat (gram) menggunakan berbagai alat bantu seperti contoh ukuran rumah tangga (piring, gelas, sendok, dan lain-lain).
-
Menganalisis bahan makanan ke dalam zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM).
-
Membandingkan dengan Daftar Kecukupan Gizi yang Dianjurkan (DKGA) atau Angka Kecukupan Gizi (AKG) untuk Indonesia (Supariasa, dkk, 2001).
Keuntungan Serat
Keuntungan-keuntungan serat antara lain:
- berfungsi untuk mengontrol berat badan.
- mencegah/meringankan risiko konstipasi, Irritable Bowel Syndrome, penyakit divertikular, dan haemorrhoid.
- mencegah kanker kolon.
- menurunkan kadar Low Density Lipoprotein dan kolesterol.
- memperlambat absorbsi glukosa (berguna untuk meregulasi kadar gula darah) (Devi, 2010).
Asupan serat dan konstipasi
Konsumsi serat makanan, khususnya serat tak larut (tak dapat dicerna dan tak larut air panas) menghasilkan kotoran yang lembek. Insoluble fibre bersifat menahan air pada fragmen serat sehingga menghasilkan tinja yang lebih banyak dan berair. Akibatnya akan terjadi stimulasi gerakan peristaltik, mempercepat waktu transit kolon, peningkatan frekuensi defekasi, dan penurunan tekanan di dalam kolon (Wirakusumah E. , 2003).
2) Intake cairan
Kebutuhan cairan merupakan bagian dari kebutuhan dasar manusia secara fisiologis, yang memiliki proporsi besar dalam bagian tubuh, hampir 90% dari total berat badan tubuh. Sementara itu, sisanya merupakan bagian padat dari tubuh. Secara keseluruhan, kategori persentase cairan tubuh berdasarkan umur adalah bayi baru lahir 75% dari total berat badan, pria dewasa 57% dari total berat badan, wanita dewasa 55% dari total berat badan, dan dewasa tua 45% dari total berat badan. Persentase cairan tubuh bervariasi, bergantung pada faktor usia, lemak dalam tubuh dan jenis kelamin (Alimul Hidayat, 2006).
Di samping sumber air yang nyata berupa air dan minuman lain, hampir semua makanan mengandung air. Sebagian besar buah dan sayuran mengandung sampai 95% air, sedangkan daging, ayam, dan ikan sampai 70-80%. Air juga dihasilkan di dalam tubuh sebagai hasil metabolisme energi. Ketidakseimbangan air dapat berakibat buruk bagi kesehatan, seperti konstipasi dan dehidrasi.
Konsumsi air diatur oleh rasa haus dan kenyang. Hal ini terjadi melalui perubahan yang dirasakan oleh mulut, hipotalamus (pusat otak yang mengontrol pemeliharaan keseimbangan air dan suhu tubuh) dan perut. Bila konsentrasi bahan-bahan di dalam darah terlalu tinggi, maka bahan-bahan ini akan menarik air dari kelenjar ludah. Mulut menjadi kering, dan timbul keinginan untuk minum guna membasahi mulut. Bila hipotalamus mengetahui bahwa konsentrasi darah terlalu tinggi, maka timbul rangangan untuk minum. Pengaturan minum dilakukan pula oleh saraf lambung (Almatsier, 2010).
Pada lansia, proses penuaan normal dapat mempengaruhi keseimbangan cairan. Perubahan fisiologi yang terjadi antara lain respons haus sering menjadi tumpul, nefron (unit fungsional ginjal) menjadi kurang mampu menahan air, penurunan TBW (total body water) yang berhubungan dengan FFM (Fat Free Mass). Perubahan normal karena penuaan ini meningkatkan resiko dehidrasi (Audrey Berman et.al, 2009).
Angka kecukupan air untuk usia di atas 50 tahun keatas menurut AKG, tahun 2004 dalam Devi (2010) adalah 1,5-2 liter/hari.
Intake cairan berpengaruh pada eliminasi fekal. Kolon menggunakan banyak air untuk memecah makanan padat. Bahan sisa metabolisme dalam saluran cerna akan membawa sejumlah air yang telah digunakan untuk mencairkan makanan, dan hal ini tergantung pada ketersediaan air di dalam tubuh. Air yang membawa sisa metabolisme akan bertindak sebagai pelumas untuk membantu sisa metabolisme ini bergerak di sepanjang kolon. Semakin tubuh membutuhkan air, semakin besar usahanya untuk menyerap kembali air yang tersedia di dalam usus. Proses ini memberikan tekanan besar pada sisa metabolisme agar airnya dapat diabsorbsi kembali oleh mukosa atau dinding selaput dari kolon. Dampaknya tinja menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras (Guyton & Hall, 1996).
3) Aktivitas fisik
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi untuk mengeluarkannya, seperti berjalan, menari, mengasuh cucu, dan lain sebagainya (Darmojo & Martono, 2006).
Gaya hidup yang kurang menggunakan aktivitas fisik akan berpengaruh terhadap kondisi tubuh seseorang. Aktivitas fisik tersebut diperlukan untuk membakar energi dari dalam tubuh.
Manfaat aktivitas fisik
Manfaat mobilisasi yang tepat dan benar bagi lansia :
- Meningkatkan kemampuan dan kemauan seksual lansia
- Kulit tidak cepat keriput atau menghambat proses penuaan
- Meningkatkan keelastisan tulang sehingga tulang tidak mudah patah
- Menghambat pengecilan otot dan mempertahankan atau mengurangi kecepatan penurunan kekuatan otot (Darmojo & Martono, 2006).
Aktivitas fisik dan konstipasi
Penurunan aktivitas fisik dapat mengakibatkan terjadinya penurunan gerak peristaltik dan dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras. Aktivitas fisik juga membantu seseorang untuk mempertahankan tonus otot. Tonus otot yang baik dari otot-otot abdominal, otot pelvis dan diafragma sangat penting bagi defekasi (Asmadi, 2008).
4) Depresi
Depresi yaitu keadaan jiwa yang tertekan dan penurunan fungsi kognitif hingga berpotensi menimbulkan bergagai kendala (Noorkasiani, 2009).
Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia baik fungsi psikis mupun fungsi fisik, yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotorik, konsentrasi, anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Ilmu kedokteran jiwa darurat, 2004).
Bentuk-bentuk Depresi
Gangguan depresi dibedakan dalam dua bentuk.
-
Pertama adalah bentuk gangguan depresi yang ditandai dengan episode depresi. Bentuk depresi ini muncul dalam gejala-gejala seperti rasa sedih, tidak berdaya, murung, munculnya perasaan bersalah dan berdosa, jika depresinya semakin berat maka akan timbul perasaan putus asa diikuti munculnya keinginan mati dan ide bunuh diri.
-
Kedua berupa gangguan depresi bipolar yang kadang disebut juga dengan gangguan manic depresif, yang ditandai dengan perubahan drastis antara manic dan depresi (Sulistyorini, 2005).
Faktor Resiko
Menurut Noorkasiani (2009), faktor risiko depresi adalah :
- Kehilangan/meninggal orang (objek) yang dicintai
- Sikap pesimistik
- Kecenderungan berasumsi negatif terhadap suatu pengalaman yang mengecewakan
- Kehilangan integritas pribadi
- Berpenyakit degeneratif kronis, tanpa dukungan sosial yang adekuat : depresi dan penyakit kronik mungkin dapat terjadi secara bersamaan karena adanya perubahan fisik yang dihubungkan dengan penyakit yang merupakan penyebab dari depresi dan individu akan menunjukkan reaksi psikologis.
Tingkat Depresi
Menurut Maslim (1996) dalam bukunya PPDGJ III, Tingkat Depresi dapat dibedakan atas :
-
Tingkat Depresi Ringan : harus ada 2 gejala dari kelompok 1, disertai minimal 2 gejala dari kelompok 2 (sedikit kesulitan dalam melanjutkan pekerjaan, hubungan sosial dan kegiatan sehari-hari).
-
Tingkat Depresi Sedang : harus ada 2 gejala dari kelompok 1, disertai minimal 2 dari kelompok 2 dan hambatan psikososial sedang dari kelompok 3.
-
Tingkat Depresi Berat : harus ada gejala dari kelompok 1, minimal
4 gejala dari kelompok 2 dan hambatan psikososial berat dari kelompok 3 (tidak dapt melanjutkan kegiatan).
Tanda dan Gejala
Depresi merupakan sindrom kompleks yang manifestasinya beragam, yang paling sering adalah berupa keluhan vegetatif (insomnia), mengurus, konstipasi, serta dibarengi dengan penurunan kondisi kesehatan, bahkan memikirkan ajal. Para lansia itu dapat terlihat sedih, menangis, cemas, sensitif, atau paranoid.
5) Penggunaan obat-obatan
Pengobatan kadang-kadang bertambahnya usia identik dengan ketergantungan obat. Pada dasarnya, pengobatan dapat memperbaiki kondisi kesehatan dan meningkatkan kualitas hidup, tetapi di lain pihak pengobatan pun dapat mempengaruhi asupan kebutuhan gizi lansia. Efek ini timbul karena obat-obatan tertentu dapat mempengaruhi proses penyerapan zat gizi. Tidak jarang lansia harus mengkonsumsi obat-obatan dalam waktu yang cukup lama. Banyak obat menyebabkan efek samping konstipasi. Beberapa di antaranya seperti obat-obatan antikolinergik, antasida aluminium, golongan narkotik, golongan analgetik, antihipertensi dan diuretik.
Obat antikolinergik mengurangi sekresi asam lambung dengan menghambat aktivitas nervus vagus. Ini berakibat penurunan motilitas gastrointestinal (efek antispasmodik). Obat antikolinergik yang umum dipakai, misalnya Robinul, Pamine, Tyrimide, Monodral, Pro-Banthine. Antasida dipakai untuk mengobati ulkus ventrikuli, ulkus duodeni, dispepsia dan esofagitis. Garam aluminium dapat mengakibatkan konstipasi. Contoh obat antasida aluminium yang umum dipakai seperti Mylanta, Gastrogel, Aludox, Simeco, dan lain-lain.
Analgesik lemah mempengaruhi produksi substansi penyebab nyeri pada tempat luka, dan meliputi aspirin dan salisilat, paracetamol, NSAID (non-steroidal anti-inflammatory drugs), dan opiat lemah (kodein dan dekstropropoksifen). Obat analgesik non-narkotika memberikan beberapa efek samping yang tidak diinginkan. Efek samping yang paling umum terjadi adalah pada saluran pencernaan yaitu menghambat aktivitas kontraktil dan melambatkan pengosongan lambung. NSAID yang umum dipakai seperti Asam mefenamat (Ponstan, Mefic, Stanza), ibuprofen, aspirin, naproksen, piroksikam, indometasin, dan lain sebagainya (Tambayong, 2001).
Keburukan narkotik adalah depresi pernapasan, konstipasi, toleransi dan ketergantungan bila sering digunakan. Alkaloid yang berasal dari opium adalah morfin, codein, papaverine dan noscapin. Obat golongan ini merangsang otot polos, berakibat spasme otot gastrointestinal, saluran biliaris, dan saluran kemih. Selain itu mengurangi motilitas usus dan mengakibatkan konstipasi. Pengobatan diuretik akan mempengaruhi keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga mempengaruhi proses absorpsi di usus. Obat diuretik yang umum dipakai misalnya Furosemide, Torsemide, Metolazone, Hydroflumethiazide, Bendroflumethazide, dan lain sebagainya (Katzung, 2001).
6) Gangguan metabolik
Hiperkalsemia mengacu pada kelebihan kalsium dalam plasma. Secara umum, gejala-gejala hiperkalsemia adalah sebanding dengan tingkat kenaikan kadar kalsium serum. Hiperkalsemia mengurangi eksitabilitas neuromuskular karena hal ini menekan aktivitas pertemuan mioneural. Gejala-gejala seperti kelemahan muskular, inkoordinasi, anoreksia, dan konstipasi dapat karena penurunan tonus pada otot lurik dan polos. Hipotiroid yaitu dimana produksi hormon pada kelenjar tiroid mengalami penurunan sehingga kecepatan metabolisme tubuh terganggu, sehingga ketika proses metabolisme makanan dalam tubuh terhambat maka proses pengeluarannya pun juga lebih lambat (Smeltzer & Bare, 2001).
7) Kurang privasi untuk BAB
Kurang privasi untuk BAB, mengabaikan dorongan BAB dapat menjadi stimulus psikologis bagi individu untuk menahan buang air besar dan dapat menyebabkan konstipasi (Darmojo&Martono, 2006).
8) Obstruksi mekanik
Kanker kolon adalah tumor ganas yang berasal dari mukosa kolon. Kanker yang berada pada kolon kiri cenderung mengakibatkan perubahan pola defekasi sebagai akibat iritasi dan respon refleks, perdarahan, mengecilnya ukuran feses, dan konstipasi karena lesi kolon kiri yang cenderung melingkar mengakibatkan obstruksi (Darmojo&Martono, 2006).