Apa Pengertian Naskah dalam Penelitian Filologi?


Filologi merupakan penelitian yang mengungkap kebahasaan, kebudayaan, dan kebiasaan suatu masyarakat pada masa lalu yang terdapat pada peninggalan-peninggalan masa lalu, salah satunya adalah melalui tulisan pada naskah.

Apa yang dimaksud dengan naskah?

Pengertian Naskah

Objek penelitian filologi adalah tulisan tangan yang menyirnpan berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya bangsa masa lampau. Semua bahan tulisan tangan itu disebut naskah handschrift dengan singkatan hs untuk tunggal, hss Wltuk jamak; manuscript dengan singkatan ms untuk tunggal, mss untuk jamak). Jadi, naskah itu benda konkret yang dapat dilihat atau dipegang.

Di Indonesia bahan naskah untuk karya Jawa Kuna disebutkan oleh Zoetmulder karas, semacam papan atau batu tulis, yang diduga oleh Robson hanya dipakai untuk sernentara naskah Jawa memakai lontar (ron ta/ ‘daun tal’ atau ‘daun siwalan’ ), dan dluwanf(,yaitu kertas Jawa dari kulitkayu;naskah Bali dan Lombok memakai lontar; naskah Batak memakai kulit kayu, bambu, rotan. Pada abad ke-18 dan ke-19, kertas Eropa yang didatangkan dari Eropa menggantikan dluwang karena kualifasnya lebih baik untuk naskah di Indonesia.

###Perbedaan Naskah dan Prasasti
Baik naskah maupun prasasti kedua-keduanya ditulis dengan tangan. Akan tetapi, antara keduanya dapat dicatat beberapa perbedaan:

  1. Naskah pada umumnya berupa buku atau bahan tulisan tangan seperti diterangkan di atas. Prasasti berupa tulisan tangan pada batu (andesit, berporus, batu putih), batu bata, logam (emas, perak, tembaga), gerabah, marmer, kayu, dan lontar.
  2. Naskah pada umumnya panjang, karena memuat cerita lengkap. Prasasti pada umumnya pendek karena memuat soal-soal yang ringkas saja, misalnya pemberitahuan •resmi mengenai pendirian bangunan suci, doadoa suci penolak rintangan karma dan segala kejahatan, ketentuan dan penyelesaian hukum, asal-usul raja dari dewa (Airlangga dari dewa Wisnu dalam prasasti Kalkuta), asal-usul suatu dinasti, misalnya prasasti Kutai memuat hal Raja Kundunga mempunyai anak bernama Sang Acwawarman, yang mempunyai anak tiga orang, yang sulung bernama Sang Raja Mulawarman. Ada kalanya prasasti hanya memuat nama orang atau nama jabatan saja.
  3. Naskah pada umumnya anonim dan tidak berangka tahun. Prasasti sering menyebut nama penulisnya dan ada kalanya memuat angka tahun yang ditulis dengan angka atau sengkalan.
  4. Naskah berjumlah banyak karena disalin. Prasasti tidak disalin-salin sehingga jumlahnya relatif tidak kurang lebih 500 buah.
  5. Naskah yang paling tua Tjandra-karana (dalam bahasa Jawa Kuna) berasal kira-kira dari abad ke. 5 . Prasasti yang paling tua berasal kirakira dari abad ke4 (prasasti Kutai).

Pengertian Teks

Teks artinya kandungan atau muatan naskah, sesuatu yang abstrak yang• hanya dapat dibayangkan saja. Perbedaan antara naskah dan teks menjadi jelas apabila terdapat naskah yang muda tetapi mengandung teks yang tua. Teks terdiri atas isi, yaitu ide-ide atau amanat yang hendak disampaikan pengarang kepada pembaca dan bentuk bentuk, yaitu cerita dalam teks yang dapat dibaca dan dipelajari menurut berbagai pendekatan melalui alur, perwatakan, gaya b’ahasa, dan sebagainya. •

Dalam penjelmaan dan penurunannya, secara garis besar dapat disebutkan adanya tiga macam teks:

  1. teks lisan {tidak tertulis);
  2. teks naskah tulisan tangan;
  3. teks cetakan.

Masing-masing teks ada filologinya.

Tekstologi

lhnu yang mempelajari seluk-beluk teks disebut tekstologi, yang antara lain meneliti penjebnaan dan penurunan teks sebuah karya sastra, penafsiran, dan pemahamannya. Sebagai pegangan yang berguna sekali adalah sepuluh prinsip Lichacev untuk penelitian tekstologis karya-karya monunental sastra lama Rusia. Dalam ruang lingkup terbatas, penulisan pengantar teori filologi ini sekedar sebagai pedoman menyeluruh. Prinsipprinsip tersebut hanyalah disebutkan saja (dari terjemahan) tanpa keterangan lebih lanjut sebagai berikut.

  1. Tekstologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki sejarah teks suatu karya. Salah satu di antara penerapannya yang praktis adalah edisi ilmiah teks yang bersangkutan.
  2. Penelitian teks harus didahulukan dari penyuntingannya.
  3. Edisi teks harus menggambarkan sejarahnya.
  4. Tidak ada kenyataan tekstologi tanpa penjelasannya.
  5. Secara metodis perubahan yang diadakan secara sadar dalam sebuah teks (perubahan ideologi, artistik, psikologis, dan lain-lain) harus didahulukan daripada perubahan mekanis, misalnya kekeliruan tidak sadar oleh seorang penyalin.
  6. Teks harus diteliti sebagai keseluruhan (prinsip kekompleksan pada penelitian teks).
  7. Bahan-bahan yang mengiringi sebuah teks (dalam naskah) harus diikutsertakan dalam penelitian.
  8. Perlu diteliti pemantulan sejarah teks sebuah karya dalam teks-teks dan monumen sastra lain.
  9. Pekerjaan seorang penyalin dan kegiatan skriptoria-skriptoria (sanggar penulisan/penyalinan: biara, madrasah) tertentu harus ditellti secara menyeluruh.
  10. Rekonstruksi teks tidak dapat menggantikan teks yang diturunkan dalam naskah-naskah.

Terjadinya Teks

Jarang ada teks yang bentuk aslinya atau bentuk sempunianya sekaligus jeias dan tersedia. Menurut de Haan (1973) mengenai terjadinya teks ada beberapa kemungkinan:

  1. Aslinya hanya ada dalam ingatan pengarang atau pengelola cerita. Turun-temurun terjadi secara terpisah yang satu dari yang lain melalui dikte apabila orang ingin merniliki teks itu sendiri. Tiap kali teks diturunkan dapat terjadi variasi. Perbedaan teks adalah bukti berbagai pelaksanaan penurunan dan per:kernbangan cerita sepanjang hidup pengarang .
  2. Aslinya adalah teks tertulis, yang lebih kurang merupakan kerangka yang rnasih rnemungkinkan atau memerlukan kebebasan seni. Dalam hal ini, ada kemungkinan bahwa aslinya disalin begitu saja dengan tarnbahan seperlunya. Kemungkinan lain ialah aslinya disalin, dipinjam, diwarisi, atau dicuri. Terjadilah cabang tradisi kedua atau ketiga di sarnping yang telah ada karena varian-varian pernbawa cerita dimasukkan.
  3. Aslinya merupakan teks yang tidak mengizinkan kebebasan dalarn pembawaannya karena pengarang telah menentukan pilihan kata, urut-urutan kata, dan kornposisi untuk memenuhi maksud tertentu yang ketat dalam bentuk literer itu.

Teks Tulisan – Lisan

Antara teks tulisan dan lisan tidak ada perbedaan yang tegas. Dalarn sastra Melayu, hikayat dan syair dibaeakan keras-keras kepada pendengar. Hal ini berarti bahwa hikayat dan syair yang sudah dibukukan dari cerita-cerita lisan dan disesuaikan dengan sastra tulis tidak dibaca seorang diri, tetapi dibaca bersarna-sarna. Kebiasaan ini bemubungan erat dengan ciri umum sastra Indonesia terutama sastra lisan merupakan milik bersarna. Ciri ini berlaku pula bagi teks dalarn naskah-naskah yang sudah ratusan tahun tuanya.

Di Bali, dalang memanfaatkan naskah .klasik kakawin. Demikian pula abad-abad mempunyai fungsi sosial karena dibacakan pada kesempatan tertentu. Sampai sekarangmasih berlangsung tradisi mabasan atau makakawin, yaitu membacakan kakawin dalam bahasa Jawa Kuna dari lontar yang
kemudian diterjemahkan ke dalarn bahasa Bali.

Di Lornbok teks tembang dibacakan untuk upacara “rites de passage”, misalnya supitan.

Di Jawa, tembang macapat karya pujangga-pujangga besar seperti Ranggawarsita, Mangkunegara IV , Pakubuwana N , dan berrnacam-macarn babad lazim didengarkan bersarna-sama pada peristiwa-peristiwa adat yang pen ting.

Di pesisir utara Jawa Tengah dan Jawa Timur, cerita kentrung dengan tradisi tulis dan lisan disampaikan kepada sejwnlah pendengar pada peralatan khitanan, perkawinan ruwatan dan lain-lain. Dengan demikian, terjalin interaksi terus-menerus antara teks tulis dan lisan.

Naskah dalam penelitian filologi merupakan peninggalan tertulis pada sebuah kertas yang berbentuk bahan cetak, tulisan tangan atau cap. Sebuah tulisan itu berisi tentang ungkapan perasaan, pemikiran dan informasi-informasi sebagai hasil budaya masa lampau. Oleh karena itu, filologi mengkaji masa lalu melalui naskah yang ada.

Di Indonesia sendiri pada era masa lampau, dalam menulis naskah memakai media yang sederhana sesuai dengan daerah masing-masing seperti lontar (biasanya naskah yang berasal dari Bali/Lombok), kayu, kulit, rotan, dluwang, dan bambu. Namun demikian, setelah pengaruh Eropa pada abad ke-18 dan ke-19 kertas Eropa pun muncul untuk menggantikan bahan biasanya yang digunakan di Indonesia karena dianggap lebih baik kualitasnya (Wurianto, 2000).

Naskah merupakan makna serapan dari bahasa Arab. Di dalam sebuah naskah terdapat teks-teks yang ditulis yang merupakan symbol-simbol bahasa untuk mengekspresikan dan menyampaikan informasi. Naskah berupa buku, kertas dan sejenisnya. Oleh karena itu naskah wujudnya konkrit, nyata, dapat dipegang dan dilihat. Semua naskah yang berupa bahan tulis tangan disebut handschrift atau “manuskrip” (Sudardi, 2003).

Kegunaan Naskah

Secara umum, naskah atau manuskrip biasanya digunakan untuk menyebutkan media benda kertas seperti inskripsi yang didalamnya terdapat informasi. namun secara harfiah naskah atau manuskrip merupakan sebuah dokumen yang penulisannya dengan tulis tangan. Tulisan tangan ini menyimpan berbagai ungkapan pemikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa lampau. Istilah manuskrip biasanya disingkat menjadi MS (naskah tunggal) dan MSS (naskah jamak) (Tjandrasasmita dalam Yuanita, 2013).

Perbedaan Naskah dan Prasasti

Naskah dan prasasti harus dibedakan walaupun keduanya memuat informasi, tulisan dan hasil peninggalan sejarah, akan tetapi naskah dan prasasti berbeda. Muatan isi naskah lebih panjang karena di dalamnya terdapat cerita atau informasi yang lengkap serta disalin dalam berbagai versi, sedangkan prasasti ditulis di atas batu bata, logam, dan kayu yang muatannya lebih sedikit. Umur naskah dapat diketahui dari beberapa informasi yang terdapat dalam naskah seperti jenis kertas yang digunakan, sistem penanggalannya yang terdapat masehi dan hijriah serta penanggalan daerah.

Bangsa Indonesia merupakan ladang bahasa bagi naskah klasik yang biasanya ditulis dengan menggunakan huruf dan bahasa daerah. Isi naskah beraneka ragam, mulai dari naskah kesusastraan sampai naskah keagamaan, dan sejarah yang sangat penting diketahui bagi masyarakat mengenai kebudayaan pada masing-masing daerah. Naskah klasik yang berbahasa Melayu dan Jawa umumnya menggunakan bahan dari kertas yang di dalamnya terdapat aneka ragam kehidupan yang dipaparkan, seperti masalah sosial, agama, ekonomi, dan kebudayaan. Namun demikian, jika dilihat dari pengungkapannya, naskah klasik Melayu dan Jawa isinya mengacu pada sifat historis dan religi (Baried, 1985).

Penyimpanan Naskah-Naskah

Salah satu tempat penyimpanan naskah-naskah klasik disebut scriptorium ( scriptorium ) atau scriptoria dalam bentuk jamaknya. Pada pertengahan zaman Eropa, scriptorium ini digunakan untuk menunjukkan sebuah ruangan yang berada di dalam biara, fungsinya untuk menyalin manuskrip dari penulis monastik. Pada tahun 1440 Johansen Gutenberg menemukan mesin pengganda naskah yaitu mesin cetak. Berkat bantuan dari mesin cetak tersebut dokumen yang biasanya di gandakan secara manual , kini dapat digandakan secara cepat dan efisien.