Apa pengertian Asas Legalitas dan Tujuannya?

asas legalitas

Asas ini merupakan salah satu asas fundamental yang harus tetap dipertahankan demi kepastian hukum. Makna asas legalitas harus dimaknai secara bijaksana dalam kerangka penegakan hukum dan keadilan. Jika dilihat dari situasi dan kondisi lahirnya asa legalitas, maka asas tersebut adalah untuk melindungi kepentingan individu sebagai ciri utama tujuan hukum pidana menurut aliran klasik.

Pengertian Asas Legalitas adalah merupakan suatu jaminan dasar bagi kebebasan individu dengan memberi batas aktivitas apa yang dilarang secara tepat dan jelas. Asas ini juga melindungi dari penyalahgunaan wewenang hakim, menjamin keamanan individu dengan informasi yang boleh dan dilarang.

Pengertian Asas legalitas (the principle of legality) yaitu asas yang menentukan setiap tindak pidana harus diatur terlebih dahulu oleh suatu aturan undang-undang atau setidak-tidaknya oleh suatu aturan hukum yang telah ada atau berlaku sebelum orang itu melakukan perbuatan. Setiap orang yang melakukan tindak pidana harus dapat mempertanggungjawabkan secara hukum perbuatannya itu.

Menurut Moeljatno, mengungkapkan asas legalitas, asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak
ditentukan terlebih dahulu dalam perundang-undangan.

Berlakunya asas legalitas memberikan sifat perlindungan selain berfungsi melindungi, juga mempunyai fungsi instrumental, Anselm von Feuerbach, seorang sarjana hukum pidana Jerman, merumuskan asas legalitas secara yaitu :

  • Nulla poena sine lege : tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undang-undang.
  • Nulla poena sine crimine : tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana.
  • Nullum crimen sine poena legali : tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang.

Rumusan tersebut juga dirangkum dalam satu kalimat, yaitu nullum delictum, nulla poena sine praevia lege poenali. Artinya, tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana, tanpa ketentuan undang-undang terlebih dahulu.

Dari penjelasan tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa asas legalitas dalam pasal 1 ayat (1) KUHP mengandung tiga pokok pengertian yakni :
Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana (dihukum) apabila perbuatan tersebut tidak diatur dalam suatu pera-turan perundang-undangan sebelumnya/terlebih dahulu, jadi harus ada aturan yang mengaturnya sebelum orang tersebut melakukan perbuatan; Untuk menentukan adanya peristiwa pidana (delik/tindak pidana) tidak boleh menggunakan analogi, dan Peraturan-peraturan hukum pidana/perundang-undangan tidak boleh berlaku surut.

Tujuan Asas Legalitas :

  • Memperkuat adanya kepastian hukum;
  • Menciptakan keadilan dan kejujuran bagi terdakwa;
  • Mengefektifkan deterent function dari sanksi pidana;
  • Mencegah penyalahgunaan kekuasaan; dan
  • Memperkokoh penerapan “the rule of law”.

Pengertian Asas Legalitas


Menurut kamus umum bahasa Indonesia. Asas mempunyai beberapa arti, salah satu diantaranya adalah kebenaran yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat, juga berarti sebagai alas atau landasan. Jika kata itu dihubungkan maka yang dimaksud dengan asas adalah kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berpikir atau alasan berpendapat, terutama dalam penegakan dan pelaksanan hukum.

Kegunaan asas adalah sebagai landasan dasar tentang apa-apa yang menjadi aturan. Maksudnya adalah bahwa aturan-aturan atau segala sesuatu yang disusun itu dapat diterapkan dan diperluas pengertiannya asal dalam hal ini tidak bertentangan dengan asasnya. Jadi dapat diibaratkan bahwa asas adalah pondasi dari segala aturan hukum.

Hans Kelsen Mengatakan makna dari sebuah Keadilan adalah legalitas, dimana suatu peraturan umum adalah adil apabila diterapkan sesuai dengan aturan tertulis yang mengaturnya, dan sama penerapannya pada semua kasus serupa. Asas legalitas dibangun dengan dengan tujuan meligitimasi hukum dalam kekuasaan pemerintah agar tercipta Negara Hukum di mana pengertiannya adalah negara berdasarkan hukum; hukum menjamin keadilan dan perlindungan bagi semua orang yang ada dalam wilayah negara yang bersangkutan. Segala kegiatan negara berdasarkan hukum atau dalam konteks Negara Hukum Indonesia yaitu Negara Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar yang menjunjung tinggi hak asasi manusia serta menjamin segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecuali.

Asas legalitas dalam hukum pidana merupakan asas yang sangat fundanmental. Asas legalitas dalam hukum pidana begitu penting untuk menentukan apakah suatu peraturan hukum pidana dapat diberlakukan terhadap tindak pidana yang terjadi. Jadi, apabila terjadi suatu tindak pidana, maka akan dilihat apakah telah ada ketentuan hukum yang mengaturnya dan apakah aturan yang telah ada tersebut dapat diperlakukan terhadap tindak pidana yang terjadi.

Asas legalitas termasuk asas yang boleh dikatakan sebagai tiang penyangga hukum pidana. Asas ini tersirat didalam pasal 1 KUHP yang dirumuskan demikian :

  • Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan dilakukan.
  • Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam perundang- undangan, dipakai aturan yang paling ringan bagi terdakwa.

Moelyatno (2008) menulis bahwa asas legalitas itu mengandung tiga pengertian:

  • Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang- undang.
  • Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi (kias).
  • Aturan-aturan hukum pidana tidak berlaku surut.

Makna yang terkandung dalam Asas Legalitas


Setelah mengetahui difinisi tentang asas legalitas terdapat makna terkandung dalam asas legalitas. Namun banyak perbedaan pendapat tentang makna asas legalitas oleh para ahli hukum pidana. Menurut Sudarto mengemukakakn adanya dua hal yang terkandung dalam asas legalitas. Pertama, bahwa suatu tindak pidana harus dirumuskan dalam peraturan perundang-undangan. Kedua, peraturan perundang-undangan ini harus ada sebelum terjadinya tindak pidana. Sudarto kemudian menambahkan bahwa dari makna yang pertama terdapat dua konsekuensi, yaitu perbuatan seseorang yang tidak tercantum dalam undang-undang sebagai suatu tindak pidana tidak dapat dipidana dan adanya larangan penggunaan analogi untuk membuat suatu perbuatan menjadi suatu tindak pidana sebagimana dirumuskan dalam undang-undang sedangkan konsekuensi dari makna yang kedua adalah tidak boleh berlaku surutnya hukum pidana.

Menurut Jan Remmelink ada tiga hal sebagai makna yang terkandung dalam asas legalitas, ketiga hal yang dikemukakan oleh Remmelink adalah :

  • konsep perundang-undangan, yang diandaikan dalam ketentuan pasal 1. Menurutnya, tidak hanya perundang-undangan dalam arti formil saja yang dapat memberikan pengaturan di bidang pemidanaan tetapi menunjuk pada semua produk legislatif yang mencakup pemahaman bahwa pidana akan ditetapkan secara legitimate , termasuk didalamnya adalah peraturan yang dibuat oleh pemerintah daerah, baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten atau kotamadya.

  • undang-undang yang dirumuskan secara terperinci dan cermat atau lex certa. Prinsip ini juga dikenal dengan istilah bestimmtheitsgebot . Perumusan ketentuan pidana yang tidak jelas atau terlalu rumit hanya akan memunculkan ketidakpastian hukum dan menghalangi keberhasilan upaya penuntutan pidan karena warga selalu akan dapat membela diri bahwa ketentuan-ketentuan seperti itu tidak berguna sebagi pedoman beralaku.

  • Pada asas legalitas juga terkandung makna larangan untuk menetapkan ketentuan pidana secara analogis, yang dikenal dengan adagium “nullum crimen noela poena sine lege stricta

Tujuan Asas Legalitas


Pentingnya tindak pidana yang dirumuskan melalui undang- undang tidak lain sebagai wujud dari kewajiban pembentuk undang- undang untuk merumuskan ketentuan pidana secara terinci atau secermat mungkin. Perumusan tindak pidana yang tidak jelas atau terlalu rumit hanya akan memunculkan ketidakpastian hukum dan menghalangi keberhasilan upaya penuntutan karena warga selalu akan dapat membela diri bahwa ketentuan-ketentuan seperti itu tidak berguna sebagai pedoman berlaku.

Dari hal kedua yang disebutkan di atas, bahwa peraturan seperti yang dimaksud harus ada sebelum perbuatan dilakukan. Ini artinya ketentuan hukum pidana tidak diperbolehkan berlaku surut. Asas legalitas ini pada prinsipnya mengandaikan bahwa setiap individu mempunyai kebebasan. Melalui asas legalitas inilah individu mempunyai jaminan terhadap perlakuan sewenang-wenang negara terhadapnya sehingga terjadi kepastian hukum.

Melalui pengaturan Pasal 1 ayat (1) RKUHP ini dapat diketahui bahwa hanya perbuatan yang diatur secara rinci/tegas dalam peraturan perundang-undangan saja yang dapat dikenakan tindak pidana atau tindakan. Selain itu, tidak bisa, termasuk perbuatan-perbuatan yang kiranya patut dipidana, jika undang-undang tidak menentukan bahwa perbuatan tersebut adalah tindak pidana, maka kepada pelakunya tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban.

Arti penting asas legalitas yang diatur dalam Pasal 1 ayat (1) RKUHP diperkuat lagi pengaturan ayat (2) yang melarang penggunaan analogi. Maksud dari bunyi Pasal 1 ayat (2) RKUHP sebenarnya adalah menghendaki tidak adanya pengenaan sanksi terhadap perbuatan- perbuatan yang dilakukan seseorang secara berlebihan. Dengan kata lain, menghendaki bahwa perumusan delik diterapkan secara ketat (nullum crimen sine lege stricta: tiada ketentuan pidana terkecuali dirumuskan secara sempit/ketat di dalam peraturan perundang-undangan‟. Menurut Mudzakkir, alasan dicantumkannya pengaturan larangan analogi adalah agar semua asas umum hukum pidana dimuat dalam ketentuan umum hukum pidana Buku I RUU KUHP dan selanjutnya mengurangi perbedaan pendapat dalam menafsirkan hukum yang dapat menghambat penegakkan hukum pidana. Oleh sebab itu, larangan analogi dimasukkan dalam Pasal 1 ayat (2) sebagai bentuk penguatan doktrin hukum pidana yang diterima oleh para ahli hukum tersebut.