Apa makna yang terkandung didalam Surat an-Nisa ayat 76 ?

Surat an-Nisa

“Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena Sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah.” Surat an-Nisa ayat 76

Apa makna yang terkandung didalam Surat an-Nisa ayat 76 ?

Pada ayat-ayat sebelumnya, Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk berperang, berjihad fi sabilillah dengan menyebutkan kemuliaannya, karena ia dilakukan dalam rangka menegakkan yang haq, keadilan, dan kebaikan, bukan dalam rangka menuruti hawa nafsu dan ketamakan.

Ibnu Katsir berpendapat bahwa orang-orang mukmin berperang karena taat kepada Allah Swt. dan ingin memperoleh ridha-Nya, sedangkan orang- orang kafir berperang karena taat kepada setan. Kemudian Allah menggugah semangat orang-orang mukmin dengan menyebutkan bahwa tipu daya setan itu adalah lemah.

Sedangkan al-Maraghi juga menjelaskan bahwa orang-orang mukmin berperang tidak lain demi meninggikan kalimat yang haq , sedangkan orang- orang kafir berperang tidak lain hanya karena mengikuti bisikan setan dan penghias kekufuran. Karena, sekiranya kaum mumin meninggalkan peperangan, niscaya kezhaliman dan kerusakan akan merajalela.

Kemudian Buya Hamka menjelaskan bahwa berperang mempertahankan sabilillah adalah berdasarkan Iman, sedangkan peperangan mengikut syaitan berdasar kepada hawa nafsu angkara mungkar. Sudah menjadi sunnatullah di alam ini, yang benar selalu bertentangan dengan yang salah, yang hak dengan yang batil, namun yang hak tetap di atas dan yang batil runtuh ke bawah, sebab dasarnya lemah. Namun yang batil akan selalu timbul kalau yang hak tidur dan terlengah. Pembela yang hak sekali-kali tidak boleh lemah hati dan tidak boleh putus asa, karena keteguhan hati adalah sumber kekuatan yang hakiki.

Perang seperti inilah yang boleh dikatakan jihad fi sabilillah , yakni perang karena mempertahankan agama. Contohnya perang Imam Bonjol dan Perang Diponegoro. Pada umumnya, perang-perang yang dilakukan negeri-negeri Islam untuk mengusir penjajahan oleh kaum kafir dengan niat yang lurus, maka perang tersebut termasuk perang fi sabilillah.

Diriwayatkan Jama’ah dari Abu Musa. Ia berkata : “Rasulullah ditanya tentang seseorang yang berperang karena kegagahannya, seseorang lagi karena emosi, seseorang lagi karena riya’. Mana diantara itu termasuk sabilillah ?” Rasulullah menjawab :

”siapa yang ikut berperang agar kalimah Allah lebih tinggi maka itu adalah fi sabilillah. (HR Mutafaq `Alaih)”.

Yang dimaksud dengan kalimat Allah adalah mengajak manusia ke dalam Islam. Ini adalah ukuran yang memisahkan antara jihad Islam dengan perang jahiliyah, dan ini pula yang memisahkan antara jihad Allah dengan jalan syitan/ thogut.

Kata thogut yang berarti syitan itu, kadang-kadang terpecah menjadi thaghiyah, yaitu pemimpin-pemimpin atau kepala-kepala pemerintah yang sangat besar hawanafsu berkuasa, tamak dan lain-lain.