Apa makna dari Surat Surat al-Baqarah ayat 195 ?

Surat al-Baqarah

“Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.” Surat al-Baqarah ayat 195

Apa makna dari Surat Surat al-Baqarah ayat 195 ?

Pada ayat-ayat sebelumnya diterangkan bahwa hikmah perubahan bentuk bulan adalah untuk menentukan waktu bagi manusia dalam melaksanakan ibadah dan urusan kehidupan terutama yang berhubungan dengan waktu haji. Waktunya ditentukan pada bulan Syawal, Zulkaiddah, dan Zulhijjah di mana pada waktu itu menurut tradisi masyarakat jahiliyah dilarang untuk berperang.

Pada ayat ini kaum muslim diizinkan berperang berkaitan dengan dunia dan jika peperangan diberi sifat Islam, ia akan bermakna jihad, sedangkan al-Harb juga mempunyai arti perang, dimana peperangan yang dinyatakan atas latar belakang pribadi atau suku dan bertujuan mencari materi bukan atas dasar meninggikan agama Allah, berperang habis-habisan sampai ada yang kalah dan yang menang.

Asbabun nuzul ayat ini, dalam sebuah riwayat dikemukakan sebuah peristiwa di saat Islam telah jaya dan banyak pengikutnya, kaum an-Shar berbisik sesamanya: “harta kita telah habis, dan Allah telah menjayakan Islam. Bagaimana sekiranya kita membangun dan memperbaiki ekonomi kembali? Maka turun ayat ini sebagai teguran kepada mereka, jangan menjerumuskan diri pada “ tahlika ”.

Ibnu Katsir menjelaskan bahwa Allah menyuruh agar berinfak di jalan Allah dalam berbagai segi amal kedekatan dan ketaatan, terutama menggunakan harta untuk memerangi musuh dan menyerahkannya pada sektor yang dapat memperkuat kaum muslim dalam melawan musuh dan meninggalkannya merupakan kebinasaan dan kehancuran.

Al-Maraghi juga menjelaskan bahwa belanjakanlah harta kalian untuk membeli sarana pertahanan demi membela agama. Belikanlah segala macam senjata dan peralatan untuk membela diri sejenis dengan yang dimiliki oleh musuh-musuh kalian, jika tidak ada yang lebih baik. Sehingga dengan sarana tersebut diperkirakan kalian akan memperoleh kemenangan. Kalian akan merusak diri apabila tidak mau membelanjakan harta benda baik berupa uang maupun peralatan perang untuk fi sabilillah dan membela agama.

Buya Hamka berpendapat bahwa dalam menghadapi peperangan fi sabilillah, maka perbelanjaan akan dilipatgandakan dari pada waktu damai. Pada saat yang demikian, sangatlah dikehendaki kesanggupan berkorban, sekali-kali jangan bakhil. Karena jangan sampai terjadi kebinasaan disebabkan mengurus kepentingan harta benda sendiri sehingga tertinggallah berjuang dan berperang di jalan Allah.

Orang-orang yang beriman diperintahkan selalu memperbaiki mutu amal ibadahnya dan di sini menyangkut mutu segala yang berhubungan dengan peperangan. Karena peperangan itu melalui tingkat-tingkat kemajuan yang luar biasa, sehingga taktik pada pada zaman Rasulullah sudah jauh berbeda dengan taktik perangan pada zaman modern ini. Kadang-kadang alat- alat perang lima tahun lalu pada tahun ini sudah dipandang ketinggalan zaman. Sebab itu di ujung ayat Allah Swt berfirman “

sesungguhnya Allah suka kepada orang-orang yang berbuat baik”.

Dalam at-Ta’wilat an-Nijmiyyah dikatakan, ”dan infakkanlah di jalan Allah” harta dan raga kalian. Infak seperti itu lebih baik bagi kalian. “Janganlah kalian menjatuhkan diri kalian sendiri ke dalam kerusakan” dengan menolak untuk menyegerakan barang yang di jual, maka kalian binasa dengan menolak harga yaitu syurga.

Ismail Haqqi al-Buruswi berpendapat bahwa makna ayat belanjakan harta kalian di jalan Allah dan jangan kalian menahannya. Menolak berperang dan berinfak bagi kepentingan perang termasuk kebinasaan. Penolakan tersebut sebagai perkara yang dapat memperkuat musuh dan melemahkan kaum muslim. Hal senada juga diungkapkan oleh Sayyid Qutuhb dan beliau menambahkan bahwa jihad membutuhkan manusia (pelaku) maka ia juga membutuhkan harta. Maka dari itu, dalam al-Qur’an banyak seruan berjihad selalu disertai seruan untuk berinfak.

Dari tingkatan jihad dan infak, kemudian mereka dinaikkan lagi ke tingkat ihsan, yang merupakan tingkatan tertinggi di dalam Islam. Sebagimana sabda Rasulullah Saw… arti Ihsan :

Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau meliahat-Nya, jika engkau memang tidak meliahat-Nya, maka (sadarilah) bahwa sesungguhnya Dia melihatmu

Referensi :

  • Ismail Haqqi al-Buruswi, Terjemahan Tafsir Ruhul Bayan , juz II, (Bandung: CV Diponegoro: 1995).
  • Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil Qur’an, jilid 2, (Jakarta: Gema Insani, 2004).
  • Qamaruddin Saleh, Asbabun Nuzul , (Bandung: CV. Diponegoro,1975).
  • Imam Abi Fida al-Hafazh Ibn katsir al-Damasyqiy, op, cit, Jilid 1.