Apa Itu Tradisi Ngemblok?

Tradisi Ngemblok

Tradisi Ngemblok adalah salah satu tradisi yang berhubungan dengan pernikahan yang ada di Kabupaten Rembang. Kabupaten Rembang terletak di pesisir pantai utara pulau Jawa, khususnya Jawa Tengah dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur. Tradisi ngemblok ini merupakan tradisi yang memiliki keunikan, selain itu ada pula dua pandangan atau prespektif yang ada dalam tradisi ini.

Keunikan dari tradisi ini adalah dimana hantaran yang diberikan untuk prosesi ngemblok berupa jajanan pasar atau kue-kue basah, dan sebagainya sebanyak satu hingga dua truk. Dalam tradisi ngemblok sendiri memiliki dua prespektif yang mana pada prespektif pertama beranggapan bahwa tradisi ini dilakukan oleh perempuan dewasa yang sudah siap menikah untuk melamar laki-laki. Prespektif kedua berpandagan bahwa tradisi ini merupakan jawaban si perempuan atas lamaran yang dilakukan oleh pihak laki-laki. Pada intinya ngemblok ini berhubungan dengan pemberian makanan dari pihak perempuan kepada pihak laki-laki. Tradisi ini juga ditambah dengan penyerahan kerbau sebagai bentuk simbolis pengikat antara pihak laki-laki dan pihak perempuan.

Seiring perkembangan zaman seserahan yang diberikan untuk acara ngemblok tidak hanya berupa makanan saja tetapi terus bertambah. Tambahan seserahan pada acara ngemblok dapat berupa peralatan atau perabot rumah tangga hingga motor dan sebagainya. Hal tersebut menjadikan tradisi ngemblok ini menuai beberapa prespektif.

Prespektif mengenai ngemblok ini,

Tradisi ngemblok ini juga menuai pro dan kontra yang disebabkan oleh adanya sifat “egoisme” dan gengsi dari pihak-pihak tertentu. Perasaan egois dan gengsi yang tinggi membuat hantaran dan seserah semakin tampak “mewah” di samping itu ada pula tuntutan dari pihak keluarga yang terkadang terkesan memberatkan. Tututan tersebut dapat berupa seserahan dan hantaran yang harus dibawakan dan acara-acara penunjang dalam pernikahan.

Perhitungan jawa untuk menentukan tanggal pernikahan juga menjadi salah satu penentu bagi mempelai menuju ke tahap pernikahan. Tak jarang pula pasca ngemblok pihak pengantin merasa ragu setelah mengetahui adanya ketidakcocokan dari weton dan hitungan jawa dari kedua mempelai. Terkadang mereka juga dituntut untuk menggelar wayang kulit atau tayuban sebagai sebuah ritual “ruwatan” agar kehidupan pengantin tersebut berjalan baik ke depannya.

Pro dan kontra juga berasal dari faktor biaya dan perkiraan tradisi atau prosesi pendamping yang perlu dipersiapkan setelah ngemblok berlangsung. Bagi calon pengantin yang mampu secara finansial tentu hal tersebut bukan masalah, tetapi bagi mereka yang memiliki niat baik untuk halal dan hanya cukup untuk tasyakuran sederhana, mungkin tradisi ini dianggap sebagai beban.

Dalam masyarakat jawa dikenal 4 (empat) sistem perkawinan, keempat sistem perkawinan tersebut adalah sebagai berikut[1]:

  • Magang atau Ngenger, merupakan sistem perkawinan dimana sang lelaki telah mengabdikan dirinya kepada si gadis.
  • Triman, adalah suatu sistem perkawinan dimana seorang lelaki mendapatkan istri sebagai sebuahpemberian atau penghadiahan dari salah satu lingkungan keluarga tertentu. Misalnya seperti keluarga kraton atau priyayi agung.
  • Ngunggah-ngunggahi, sistem perkawinan yang dimana pihak pelamar merupakan pihak wanita. Dengan demikian, pada sistem perkawinan ini pihak lelaki atau jajaka menjadi pihak yang dilamar.
  • Peksan, adalah sistem perkawinan paksa. Yaitu merupakan sistem perkawinan yang terjadi atas kemauan dan keinginan kedua orang tua dari pihak lelaki ataupun wanita. Sehingga pada umumnya perkawinan seperti ini banyak terjadi dalam perkawinan anak-anak atau perkawinan di masa lalu.

Setelah mengetahui berbagai sistem perkawinan yang terdapat di dalam suku jawa, maka perlu diketahui bahwa Tradisi ngemblok adalah suatu tradisi yang cukup unik.

Apabila merujuk kepada sistem perkawinan yang diuraikan oleh Koentjaraningrat, maka tradisi ngemblok termasuk ke dalam sistem perkawinan ngunggah-ngunggahi. Yaitu, merupakan suatu tradisi dimana kerabat wanita yang justru melamar laki-laki atau jejakanya. Tradisi ini menjadi suatu tradisi yang berbeda karena pada umumnya pihak lelaki merupakan pihak yang melamar wanita. Dikarenakan adanya suatu kekaguman masyarakat akan peninggalan masa lalu, maka tradisi ini tumbuh dan berkembang sebagai suatu kebiasaan yang diturunkan oleh satu generasi ke generasi berikutnya melalui orangtua kepada anak[2].

Edi winarno, yang merupakan Ketua Masyarakat Sejarawan Indonesia Cabang Rembang menyatakan bahwa tradisi ini biasanya terdapat di sebagian wilayah pesisir timur Rembang. Dijelaskan secara lebih lanjut olehnya, bahwa tradisi ngemblok merupakan simbol penghormatan bagi para lelaki dikarenakan laki-laki memiliki peran yang cukup penting di dalam keluarga. Sehingga, tradisi ini tidaklah didasari atas banyak sedikitnya jumlah lelaki yang ada. Akan tetapi merupakan suatu bentuk penghargaan dari wanita terhadap laki-laki sebagai calon pasangannya nanti[3]. Selain itu, tradisi ngemblok memiliki filosofi bahwa laki-laki di bagian pesisir mempunyai tanggung jawab besar serta pekerja keras yang tangguh. Dikarenakan lelaki pesisir memiliki keberanian luar biasa untuk bertaruh nyawa sebagai nelayan saat menghadapi derasnya ombak dan angin maupun hujan ketika mereka pergi ke laut demi mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarganya.

Tradisi ngemblok sendiri sudah ada sebelum agama islam masuk ke dalam pulau jawa. Akan tetapi dengan seiring perkembangan waktu, tradisi ngemblok saat ini sudah mengikuti berbagai syarat-syarat yang terdapat di dalam hukum islam. Seperti mempelai pria juga diharuskan tetap memberikan emas kawin terhadap perempuan yang melamarnya.

Referensi

[1] Koentjaraningrat, Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT. Gramedia, 1983, hlm 339.

[2] Alifa Nur Rohmah, Peubahan Tradisi Ngemblok Pada Upacara Perkawinan Adat Jawa (Studi Kasus Masyarakat Nelayan di Kecamatan Kragan Kabupaten Rembang), Skripsi Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Semararang, 2009, hlm 42.

[3] Edy Sutriyono, Mengenal Ngemblok, Tradisi Wanita Melamar Pria di Rembang, dikutip dari MURIANEWS di https://www.murianews.com/2016/09/30/96079/mengenal-ngemblok-tradisi-wanita-melamar-pria-di-rembang.html, pada18 Agustus 2020, pukul 12:11 WIB

1 Like

Tradisi ngemblok adalah tradisi meminang yang dilakukan oleh keluarga perempuan kepada keluarga laki-laki dengan membawa makanan, minuman, dan barang-barang lain yang dijadikan sebagai pengikat atau panjer kepada anak laki-laki yang merupakan tradisi di kabupaten Rembang khususnya di Kecamatan Sedan.

1 Like

Ngemblok adalah suatu tradisi yang di mana pihak wanita yang melamar laki-laki. Pada tradisi ini, keluarga dari pihak wanita diwajibkan untuk membawa bermacam-macam penganan yang menjadi persyaratan. Contoh: rengginang, pisang radja, dan jajanan pasar lainnya.

1 Like

Tradisi ngemblok merupakan tradisi melamar yang dilakukan oleh keluarga perempuan kepada keluarga laki-laki. Tradisi ngemblok merupakan warisan dari leluhur yang diwariskan dari generasi dahulu kepada generasi sekarang. Bagi masyarakat yang tidak melaksanakan dianggap keluar dari adat dan akan menanggung konsekuensi. Tradisi perempuan melamar laki-laki pada tadisi ngemblok ini merupakan salah satu bentuk variasi budaya di Jawa Tengah.

1 Like