Apa itu pemeriksaan setempat?


Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan setempat di dalam hukum perdata?

Pemeriksaan setempat secara formil tidaklah masuk kedalam alat bukti yang terdapat di dalam Pasal 1866 Kitab Undang-Undang Perdata, Pasal 164 HIR dan dalam Pasal 284 RBg. Tetapi dalam kenyataanya, karena tujuan pemeriksaan setempat ialah untuk memperoleh kepastian mengenai peristiwa yang menjadi sengketa, maka dari itu secara nyata bahwa pemeriksaan setempat ini nyatanya oleh hakim sudah dipakai menjadi alat bukti. Sengketa yang terjadi di dalam Hukum acara perdata sejatinya dapat diselesaikan dalam tiga cara yaitu judicial settlement of dispute (persidangan), extra judicial settlement of dispute (penyelesaian di luar persidangan) dan penyelesaian sengketa lainnya yang terjelma di dalam suatu badan yang dianggap memiliki wewenang, seperti pengadilan untuk menyelesaikan sengketa hukum atau quasi peradilan .

Fungsi dari diadakannya pemeriksaan setempat adalah untuk membuktikan kejelasan dan kepastian mengenai lokasi, ukuran serta batas-batas objek dari sengketa. Sudikno Mertokusumo menjelaskan bahwa fungsi dari pemeriksaan setempat ini adalah untuk memberikan kepastian kepada hakim mengenai peristiwa yang menjadi sengketa, dan menurut Sudikno hakikat dari diadakannya pemeriksaan setempat adalah sebagai alat bukti. Pembuktian sendiri merupakan hal yang sangat amat penting bagi hakim untuk menjatuhkan suatu putusan, apabila penggugat tidak berhasil untuk membuktikan dalil-dalilnya yang menjadi dasar guatannya, maka gugatannya akan ditolak, sedangkan apabila hasil gugatan terebut berhasil dibuktikan maka guagatan tersebut akan dikabulkan.

Abdul Kadir Muhammad juga menegaskan bahwa peran dari diadakannya pemeriksaan setempat adalah untuk menyelesaikan masalah dimana hakim dipergunakan untuk memperoleh kepastian mengenai peristiwa sebagai bahan resmi bagi pertimbangan putusan oleh hakim. Berbagai hal yang perlu diketahui mengenai pemeriksaan setempat adalah sebagai berikut:

1. Pengaturan
Pengaturan mengenai pemeriksaan setempat terdapat di dalam HIR, RBg dan juga Rv. Dengan ini akan dibahas lebih jauh mengenai pengaturan pemeriksaan setempat sebagai berikut:

I. Pada HIR, di dalam HIR pengaturan mengenai pemeriksaan setempat diatur di dalam Pasal 153. Pasal ini terdiri dari:

• Pemeriksaan setempat dapat dilakukan apabila itu dianggap perlu. Pemeriksaan ini nantinya dapat dipergunakan oleh hakim sebagai keterangan saat mengambil keputusan oleh hakim (ayat (1)).
• Panitera membuat berita acara pemeriksaan setempat yang ditandatangani oleh Haim Komisaris dan panitera tersebut (ayat (2)).

II. Pada RBg pemeriksaan setempat diatur didalam Pasal 180. Pasal in terdiri dari 3 ayat, isi dari pasal ini sama dengan Pasal 153 HIR. Kelebihan dari RBg ini terdapat pada ayat (3), yang didalamnya mengatur pendelegasian pemeriksaan setempat kepada PN di tempat objek terperkara terletak.

III. Pada Rv, mengenai pemeriksaan setempat diatur di dalam BAB II Bagian 7 dengan Titel: Pemeriksaan di Tempat dan Penyaksiannya. Pada Rv pengaturan mengenai pemeriksaan setempat diatur di dalam Pasal 211-214. Pemeriksaan setempat yang diatur di dalam Rv itu lebih luas.

2. Pengertian
Pengertian mengenai pemeriksaan setempat ini terdapat di dalam Pasal 153 HIR, dari Pasal tersebut Majelis Hakim dapat melakukan pemeriksaan setempat yang berarti:

I. Proses pemeriksaan persidangan yang semestinya dilakukan di ruang sidang gedung pengadilan, dipindahkan atau dilakukan di tempat lain, yaitu di tempat letak objek barang terperkara.

II. Persidangan di tempat itu bertujuan untuk melihat keadaan objek tersebut atau memeriksa objek itu di tempat barang itu terletak.

III. Yang melakukan perisdangan di tempat itu, bisa salah seseorang atau dua orang anggota majelis yang bersangkutan dibantu oleh seorang panitera.

Dari penjelasan yang telah dipaparkan diatas dapat disimpulkan bahwa pemeriksaan setempat merupakan sidang pengadilan yang dilakukan di tempat objek barang yang sedang diperkarakan terletak, hal ini dilaksanakan untuk melihat keadaan atau memeriksa secara langsung objek tersebut.

Pemeriksaan dilakukan oleh salah satu hakim anggota majelis dan ia dibantu oleh seorang panitera yang nantinya akan bertugas untuk membuat berita acara, serta dihadari oleh para pihak yang berperkara ataupun kuasa mereka masing masing.

Tujuan dari diadakannya pemeriksaan setempat sendiri adalah agar hakim dapat mengetahui dengan jelas dan pasti letak, luas serta objek dari barang yang diperkarakan atau untuk mengetahui dengan jelas serta pasti mengenai kuantitas dan juga kualitas dari barang sengketa

3. Oleh Hakim atau Atas Permintaan Para Pihak
Apabila kita meninjau dari Pasal 153 HIR, Pasal 180 RBg dan Pasal 211 Rv, mengenai hal pemeriksaan setempat sendiri diadakan berdasarkan hal berikut:

I. Oleh Hakim Karena Jabatannya
Hakim karena jabatannya bisa menetapkan atau memerintahkan untuk diadakan pemeriksaan setempat. Hakim dapat melakukan hal ini apabila hal ini dianggap penting untuk mengetahui secara pasti keadaan dari objek yang dipersengketakan itu sendiri. Berdasrakan SEMA No. 7 Tahun 2001, maka apabila terdapat indikasi bahwa objek gugatan masih kabur, hakim dapat melaksanakan pemeriksaan setempat agar dapat menghindari kesulitan pelaksanaan eksekusi putusan dinanti hari.

II. Atas Permintaan Para Pihak
Pemeriksaan setempat dapat dilakukan atas permintaan yang datang dari para pihak. Hal ini dijamin di dalam Pasal 153 HIR, Pasal 180 Rbg ataupun Pasal 211 Rv. Pada intinya ketiga Pasal tersebut menyatakan bahwa para pihak yang berperkara dapat meminta untuk diadakan pemeriksaan setempat. Permintaan untuk mengadakan oemeriksaan setempat ini dapat diajukan oleh salah satu pihak apabila pihak lainnya membantah kebenaran letak, luas ataupun batas tanah sebagai objek sengketa. Apabila kita meninjau pada Pasal 214 Rv maka apabila hakim memerintahkan pemeriksaan setempat, maka hakim menentukan siapa yang harus membayar panjar biaya lebih dahulu. Apabila kedua belah pihak enggan membayar lebih dahulu, maka pemeriksaan setempat tidak dilakukan atau perbutan yang diperintah kan tidaklah dilakukan.

4. Perintah Dituangkan dalam Putusan Sela
Pelaksanaan dari pemeriksaan setempat didasrkan dari perintah Majelis Hakim yang sedang memeriksa perkara. Hal ini terdapat di dalam Pasal 153 HIR, Pasal 180 RBg dan terdapat juga di dalam putusan sela, yang berisi hal-hal sebagai berikut:

I. Penunjukan pelaksanaan pemeriksaan setempat, pada putusan sela tersebut terdapat beberapa nama apejabat yang bertindak sebagai pelaksana yang terdiri dari:

a. Paling tidak salah seorang hakim anggota majelis
b. Disertai oleh seorang panitera
c. Dapat dibantu oleh ahli

II. Berisi mengenai perintah hal yang harus dilakukan. Di dalam putusan sela memuat berbagai perintah mengenai hal-hal yang harus di periksa. Perintah ini di deskripsikan secara jelas dan rinci di dalam putusan sela tersebut.

5. Pelaksanaan pemeriksaan setempat
Pemeriksaan setempat dapat dilakukan kepada benda bergerak dengan syarat bahwa barang tersebut sulit atau tidak mungkin dibawa atau diajukan di sidang pengadilan. Mengenai pelaksanaan dari sidang pemeriksaan setempat sendiri berpedoman kepada ketentuan yang terdapat di dalam Pasal 153 HIR, Pasal 180 Rbg dan Pasal 211 Rv.

I. Dihadiri para pihak
II. Datang ke tempat dimana barang terletak
III. Panitera membuat berita cara
IV. Membuat akta pendapat

6. Pendelegasian pemeriksaan setempat
Pendelegasian pelaksanaan sidang pemeriksaan setempat kepada PN yang lain di atur di dalam Pasal 180 ayat (3) RBg dan Pasal 213 Rv. Apabila pemeriksaan setempat harus dilakukan dalam wilayah hukum PN yang lain, disebabkan objek barang itu terletak di wilayah PN hukum yang dimaksud.

7. Biaya perkara pemeriksaan setempat
Perihak biaya perkara pemeriksaan setempat sendiri telah diatur di dalam Pasal 214 Rv, yang di dalamnya dinyatakan bahwa:

I. Dibebankan kepada pihak yang meminta
II. Hakim sendiri yang menentukan
III. Komponen biaya pemeriksaan setempat

Referensi

M. Nur Rasaid, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta, 1996.

R. Soepomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 2002.

Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata, Liberty, Yogyakarta, 1993.

Retnowulan Sutantio, Hukum Acara Perdata Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung, 2005.

Abdul Kadir Muhammad, Hukum Acara Perdata Indonesia, Citra, Bandung,

Yahya Harahap, Acara Perdata: Tentang Gugatan, Persidangan, Penyitaan, Pembuktian, dan Putusan Pengadilan, PT. Sinar Grafika, Jakarta, 2006.