Apa itu Munggah Molo dan Slup-slupan?

Rumah menjadi bagian terpenting dalam kehidupan manusia, oleh sebab itu sekiranya perlu memanjatkan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah memberikan rezeki. Rasa syukur ini dalam adat Jawa di wujudkan dalam bentuk upacara adat munggah molo, Upacara Adat Munggah Molo merupakan salah satu yang ada dalam tradisi Jawa atau tradisi nenek moyang.

Tradisi ini dilakukan ketika seseorang dalam proses membangun rumah, lebih tepat waktunya ketika menaikkan kerangka atap rumah (Molo) untuk penyangga genteng. Rincian acara adat ini dilaksanakan ketika pagi hari dengan berbagai syarat yang tersaji atau dalam adat jawa disebut sesajen (sesaji) yang semuanya memiliki filosofi tersendiri di antara sesaji tersebut; Gedhang setandan (pisang yang banyak) dimaksudkan agar terbinalah kekompakan dan harmonisasi diantara keluarga dan masyarakat sekitar.

Tebu yang di cabut dari pangkalnya bermaksud agar keluarga beristiqamah dalam melakukan kebaikan layaknya pangkal tebu yang tegak menopang batang tebu, sewit Pari (satu ikat padi kuning) dimaksudkan agar keluarga dapat menggapai kejayaan dan kemakmuran akan tetapi semakin jaya semakin menunduk (tawadhu’) tidak sombong, kelapa melambangkan agar keluarga menjadi kuat dan dapat bermanfaat untuk sesama (rahmatan lil 'alamin), bendera merah putih menandakan nasionalisme, koin (uang receh) sebagai modal untuk usaha, dada pasar (jajanan pasar) sebagai panjatan rasa syukur.

Pakaian keluarga menandakan keluarga harus selalu menjaga akhlaqul karimah dengan menutup aurat, kendi , pakumas (paku warna emas), kayu salam dan daun salam mengharapkan keselamatan dari Allah SWT, payung agar tuhan semesta alam dapat melindungi dengan rahmat-Nya, ayam panggang, dan pohon pisang. Setelah syarat-syarat tersebut sudah ada kemuadian keluarga memanggil tokoh agama untuk mendo’akan dan memimpin prosesi adat tersebut, dan diakhiri makan bersama para tukang bangunan dan masyarakat sekitar. Tradisi ini bukan berarti melenceng dari syari’at Islam. Karna sejatinya ini adalah ungkapan rasa syukur kehadirat Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW, dan ini bentuk akulturasi Jawa dan Islam yang telah ada sejak dahulu.

Ketika rumah tersebut sudah jadi, kita akan menjumpai ada sebuah tradisi selamatan rumah baru, menurut orang jawa disebut dengan istilah Slup-slupan. Tradisi semacam ini biasanya dilakukan ketika si pemilik rumah akan menempati rumah yang baru selesai dibangun atau dibelinya. Tradisi selamatan ini dilakukan karena sebagai bentuk syukur mereka atas nikmat yang telah diberikan kepadanya.

Dalam ritual ini ada beberapa hal yang harus di persiapkan, yaitu lampu minyak, tempat air (diisi air dari tempat asal), beras dan bumbu, tiker, dan sapu lidi. Prosesi acara adat tersebut yaitu ada dua orang yang perlu melakukan ritual ini, satu orang memegang sapu lidi untuk menyapu, dan satu orang lagi memegang lampu minyak dan tempat air. Dua orang ini akan berdoa terlebih dahulu di depan rumah dan setelah berdoa, mulailah mereka mengitari rumah dengan menyapu dan menyirami sekeliling rumah dengan air dari dalam tempatnya tersebut.

Setelah selesai, lampu minyak tadi harus menyala selama sehari dan tidak boleh padam. Dan di satukan di salah satu sudut rumah beserta dengan beras, tiker, bumbu dan empon-emponnya.

Makna dari air disiram ke sekeliling rumah agar rumah menjadi dingin, anyem, tentram. Sapu lidi dan kegiatan menyapu agar semua kotoran bersih, baik dari yang fisik maupun non fisik. Lampu agar selalu mendapat sinar terang dalam menjalani hidup. Beras, simbol agar tidak pernah kekurangan pangan. Bumbu dapur, sebagai simbol bahwa selalu tersedia bumbu untuk masak dan obat-obatan.

1 Like