Apa itu Antropolinguistik?


Bagaiamana jadinya jika displin ilmu antropologi dan linguistik bertemu pada titik temu dan menjadi satu displin ilmu baru, antropolinguistik?

Apa itu antropolinguistik?

Pengertian Antropolinguistik

Antropologi linguistik (linguistic anthropology) merupakan bidang ilmu interdisipliner yang mempelajari hubungan bahasa dengan seluk-beluk kehidupan manusia termasuk keebudayaan sebagai seluk-beluk inti kehidupan manusia. Dalam berbagai literatur, terdapat juga istilah linguistik antropologi (anthropological linguistics), linguistik budaya (cultural linguistics), dan etnolinguistik (ethnolinguistics).

Meskipun ada penekanan tertentu yang membedakan keempat istilah tersebut, pada hakikatnya kajian-kajian keempat istilah tersebut tidak bisa dipisahkan, saling mengisi, dan saling melengkapi, bahkan sering tumpang tindih. Hal itu berarti bahwa keempat istilah itu mengacu pada kajian yang hampir sama walaupun harus diakui bahwa istilah antropologi linguistik (linguistic anthropology) lebih sering digunakan di antara istilah itu.

Beranalogi pada sosiolinguistik, psikolinguistik, dan neurolinguistik, istilah yang lebih netral untuk digunakan adalah antropolinguistik (Sibarani, 2004:50). Orang yang ahli dalam bidang linguistik antropologi (anthropological linguistics) disebut “linguis antropologi” (anthropological linguist), dalam bidang antropologi linguistik (linguistic anthropology) disebut “antropolog linguistik” (linguistic anthropologist), dalam bidang etnolinguistik (ethnolinguistics) disebut “etnolinguis” (ethnolinguist), dalam bidang linguistik budaya (cultural linguistics) disebut “linguis budaya” (cultural linguist), dan dalam antropolinguistik (anthropolinguistics) disebut antropolinguis (anthropolinguist).

Dalam tulisan ini digunakan istilah antropolinguistik dan orangnya disebut antropolinguis untuk mengacu pada istilah-istilah tersebut di atas. Studi bahasa dalam bidang antropolinguistik dikaitkan dengan peran bahasa dalam seluk-beluk kehidupan manu sia.Karena kebudayaan merupakan aspek yang paling dominan atau paling inti dalam kehidupan manusia, segala hierarki kajian bahasa dalam bidang antropolinguistik lebih sering dianalisis dalam kerangka kebudayaan. Studi bahasa ini disebut dengan memahami bahasa dalam konteks budaya.

Studi budaya dalam bidang antropolinguistik berarti memahami seluk-beluk budaya dari kajian bahasa atau memahami kebudayaan melalui bahasa dari sudut pandang linguistik. Aspek-aspek lain kehidupan manusia selain kebudayaan seperti politik, religi, sejarah, dan pemasaran juga dapat dipelajari melalui bahasa sehingga hal itu juga menarik dalam kajian antropolinguistik. Atas dasar itu, antropolinguistik tidak hanya mengkaji bahasa, melainkan juga budaya dan aspek-aspek lain kehidupan manusia. Namun, ketika mengkaji budaya dan aspek-aspek kehidupan manusia, antropolinguistik mempelajarinya dari bahasa atau teks lingual.

Jalan masuk (the entry point) kajian antropolinguistik adalah bahasa dan kemudian dapat “menjelajahi” kebudayaan dan aspek-aspek lain kehidupan manusia itu secara menyeluruh.Ketika antropolinguis mengkaji kesopansantunan sebagai bagian dari kebudayaan, dia dapat mempelajari praktik kesantunan berbahasa dan ketika antropolinguis mengkaji pemilihan kepala daerah (pilkada) sebagai bagian dari aspek kehidupan masyarakat, dia dapat mempelajari bahasa dalam spanduk (banner) dan bahasa kampanye.

Konsep Parameter Antropolinguistik

Dalam mengkaji penggunaan bahasa, antropolinguis memegang dan menerapkan tiga parameter, yakni (1) keterhubungan (interconnection), (2) kebernilaian (valuability), dan (3) keberlanjutan (continuity). Keterhubungan itu mungkin hubungan linier yang secara vertikal atau hubungan formal yang secara horizontal.

Hubungan formal berkenaan dengan struktur bahasa atau teks dengan konteks (situasi, budaya, sosial, ideologi) dan koteks (paralinguistik, gerak-isyarat, unsurunsur material) yang berkenaan dengan bahasa dan proses berbahasa, sedangkan hubungan linier berkenaan dengan struktur alur seperti performansi. Kebernilaian memperlihatkan makna atau fungsi, sampai ke nilai atau norma, serta akhirnya sampai pada kearifan lokal aspek-aspek yang diteliti. Keberlanjutan memperlihatkan keadaan objek yang diteliti termasuk nilai budayanya dan pewarisannya pada generasi berikutnya (Sibarani, 2014: 319).