Apa hubungan antara Amal Saleh dan Kesehatan Jiwa ?

Amal saleh mempunyai makna setiap perbuatan kebajikan yang diridhai oleh Allah SWT. Apa hubungan antara Amal Saleh dan Kesehatan Jiwa ?

Kita semua mengetahui bahwa agama memerintahkan dan mendo­ rong kita untuk berbuat baik dan beramal saleh. Yaitu berbuat atau melakukan sesuatu yang akan membawa kebaikan bagi orang lain dalam masyarakat dan mengantarkan kita kepada keridaan Ilahi di akhirat nanti.

Perintah dan dorongan berbuat baik itu datang dari Allah, Tuhan Yang Mahaesa, melalui para Utusan­Nya. Namun sesungguhnya dorongan kepada perbuatan baik itu sudah merupakan “bakat primordial” manusia, bersumber dari hati nurani (nūrānī, bersifat nūr atau terang) karena adanya fitrah pada manusia. Oleh karena itu berbuat baik adalah sesuatu yang “natural” atau alami, karena dia tidak lain adalah perpanjangan naluri­Nya sendiri, alamnya sendiri, yang ada secara primordial, sejak seseorang belum dilahirkan di dunia.
Maka jika Allah memerintahkan kita berbuat baik, sesungguhnya seolah­-olah Dia hanyalah mengingatkan kepada kita akan “nature” kita sendiri, kecenderungan alami kita sendiri.

Dengan kata lain, berbuat baik adalah sesuatu yang manusiawi, yang sejalan dan mencocoki sifat dasar manusia sendiri. Dengan sendirinya perbuatan jahat adalah melawan kemanusiaan, menyalahi sifat dasar manusia itu.

Dari sudut penglihatan itu, maka perintah Allah kepada kita untuk berbuat baik tidaklah untuk “kepentingan” Sang Maha Pencipta itu. Perbuatan baik kita tidak berarti dan tidak boleh diartikan sebagai “pelayanan” kita kepada Tuhan. Tuhan adalah Mahakaya (al-Ghanī), dan mutlak sedikit pun tidak memerlukan sesuatu dari makhluk­Nya, termasuk dari manusia. Sebaliknya, perbuatan baik atau amal saleh itu adalah untuk kepentingan kita sendiri, demi kebahagiaan kita sendiri, yang dalam kebahagiaan itu tercakup kesehatan jiwa. Karena itu difirmankan Allah dalam Kitab Suci:

“Barangsiapa berbuat baik, maka hal itu untuk dirinya sendiri; dan barangsiapa berbuat jahat, maka hal itu adalah atas (kerugian) dirinya sendiri,” (Surah Fussilat : 46).

Juga ditegaskan, dalam rangka penuturan tentang bangsa Yahudi:

“Jika kamu berbuat baik, maka kamu berbuat baik untuk diri kamu sendiri, dan jika kamu berbuat jahat, maka itu pun untuk diri kamu sendiri itu,” (Surah Al-Isra : 7).

Maka dari itu berbagai kajian ilmiah mengenai manusia telah mengukuhkan bahwa manusia yang “reach out”, mengulurkan tangan untuk menolong orang lain, adalah orang yang bahagia. Jika suatu kali kita berjumpa orang yang memerlukan pertolongan, kemudian kita menolongnya, sepintas lalu tampak seperti perbuatan kita itu adalah untuk kepentingan orang tersebut. Tetapi, dalam perenungan lebih mendalam, seuntung­untung orang yang kita tolong itu, tetap masih lebih beruntung dan bahagia kita sendiri, justru karena kita mampu menolong.

Lebih lanjut, karena perasaan bahagia itu, kita akan mendapatkan dunia ini terasa lapang dan luas untuk kita, disebabkan oleh lapang dan luasnya dada (jiwa) kita. Kita dibimbing oleh Allah, berkat perbuatan baik kita sendiri, kepada kehidupan yang luas, lapang, dan penuh harapan. Inilah salah satu makna janji Allah dalam firman­Nya,

“Kebaikanlah bagi mereka yang berbuat baik di dunia ini, dan bumi Allah itu adalah luas adanya,” (Surah Az-Zumar : 19).

Jadi, sesungguhnya, amal saleh itu adalah untuk kesentosaan dan kesehatan jiwa kita, kebahagiaan kita. Dan doa pun akan lebih didengar Allah jika disertai amal saleh.

Sumber : Nurcholish Madjid