Apa hikmah yang terkandung dalam surah al-Mudatstsir ayat 40-47 ?

Surah al-Mudatstsir

Fii jannaatin yatasaa-aluun(a); berada di dalam surga, mereka tanya menanya,
‘Anil mujrimiin(a); tentang (keadaan) orang-orang yang berdosa,
Maa salakakum fii saqar(a); Apakah yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?
Qaaluuu lam naku minal mushalliin(a); Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat,
Walam naku nuth’imul miskiin(a); dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin,
Wakunnaa nakhuudhu ma’al khaa-idhiin(a); dan adalah kami membicarakan yang bathil, bersama dengan orang-orang yang membicarakannya,
Wakunnaa nukadz-dzibu biyaumiddiin(i); dan adalah kami mendustakan hari pembalasan,
Hatta ataanaal yaqiin(u); hingga datang kepada kami kematian”.

Apa hikmah yang terkandung dalam surah al-Mudatstsir ayat 40-47 ?

Hikmah atau kandungan delapan ayat al-Quran pada surah al-Mudaththir ayat 40-47 adalah sebagai berikut:

  • Agama menjadikan sisi kanan sebagai lambang kebajikan dan keuntungan. Oleh karena itu, dianjurkan melakukan sesuatu yang baik dengan tangan, kaki, dan melangkah menuju kebaikan dengan langkah kanan;

  • Penghuni surga hidup dengan ketenangan, kebahagiaan dan saling berkunjung serta berdialog satu dengan yang lain, bahkan dengan penghuni neraka;

  • Keterjerumusan ke neraka bukan karena siapa, tetapi karena “apa yang dilakukan.” Demikian kesan yang diperoleh dari bentuk pertanyaan ayat yang ke 41, ayat ini menggunakan kata tanya apa bukan siapa;

  • Macam-macam ibadah dalam Islam ada banyak seperti shalat umpamanya, shalat itu merupakan ibadah wajib. Ia adalah bentuk pengakuan makhluk kepada sang penciptanya yang Maha Segalanya. Dan kewajaran-Nya disembah dan dimohon bantuan-Nya. Pengakuan bahwa para pendurhaka tidak termasuk kelompok hamba-hamba Allah swt., yang shalat mencerminkan buruknya hubungan mereka dengan Allah;

  • Kematian adalah sesuatu yang bersifat “yakin” karena di samping ia merupakan sesuatu yang bersifat pasti, juga karena ajaran-ajaran agama yang harus dipercayai itu akan diketahui dan terungkap secara pastidan diyakini secara penuh setelah datangnya kematian. Tidak ada sesuatu yang demikian pasti, tetapi di perlukan bagaikan tidak pasti, seperti halnya kematian.