Apa hikmah beriman kepada qadha dan qadar ?

Qadha dan qadar

Qadha dan qadar merupakan rukun iman ke enam. Qadha berbentuk ketetapan seluruh makhluk yang tertulis di al-Lauh al-Mahfudz secara global. Sementara qadar adalah ketetapan adanya makhluk tertentu, setelah terpenuhi syarat-syaratnya.

Dengan beriman kepada qadha dan qadar, banyak hikmah yang amat berharga bagi kita dalam menjalani kehidupan dunia dan mempersiapkan diri untuk kehidupan akhirat. Hikmah tersebut antara lain:

  • Melatih Diri untuk Banyak Bersyukur dan Bersabar

    Seseorang yang beriman kepada qadha dan qadar, apabila dia mendapat keberuntungan, maka ia akan bersyukur, karena dia beranggapan bahwa keberuntungan itu merupakan nikmat Allah yang harus disyukuri. Sebaliknya apabila terkena musibah maka ia akan sabar, tawakal, pasrah, karena hal tersebut merupakan ujian dari Allah.

    Firman Allah dalam QS. An-Nahl ayat 53 yang artinya :

    “dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah( datangnya), dan bila ditimpa oleh kemudratan, maka hanya kepada-Nya lah kamu meminta pertolongan. ”

  • Menjauhkan Diri dari Sifat Sombong dàn Putus Asa

    Seseorang yang tidak beriman kepada qadha dan qadar, apabila memperoleh keberhasilan, ia menganggap keberhasilan itu adalah semata-mata karena hasil usahanya sendiri. Ia pun merasa dirinya hebat. Apabila ia mengalami kegagalan, ia mudah berkeluh kesah dan berputus asa , karena ia menyadari bahwa kegagalan itu sebenarnya adalah ketentuan Allah.

    Firman Allah SWT dalam QS.Yusuf ayat 87 yang artinya sebagai berikut:

    ”Hai anak-anakku, pergilah kamu, maka carilah berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir. ”

  • Memupuk Sifat Optimis dan Giat Bekerja

    Manusia tidak mengetahui takdir apa yang terjadi pada dirinya. Semua orang tentu menginginkan bernasib baik dan beruntung. Keberuntungan itu tidak datang begitu saja, tetapi harus diusahakan. Oleh sebab itu, orang yang beriman kepada qadha dan qadar senantiasa optimis dan giat bekerja untuk meraih kebahagiaan dan keberhasilan itu.

    Firman Allah dalam QS Al-Qashas ayat 77 yang artinya :

    ”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan kebahagiaanmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. ”

  • Menenangkan Jiwa

    Seseorang yang beriman kepada qàdha dan qadàr senangtiasa mengalami ketenangan jiwa dalam hidupnya, sebab ia selalu merasa senang dengan apa yang ditentukan Allah kepadanya. Jika beruntung atau berhasil, ia bersyukur. Jika terkena musibah atau gagal, ia bersabar dan berusaha lagi.

    Firman Allah dalam QS. Al-Fajr ayat 27-30 yang artinya sebagai berikut :

    ”Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang tenang lagi diridhai-Nya. Maka masuklah kedalam jamaah hamba-hamba-Ku, dan masuklah kedalam surga-Ku. ”

Iman kepada qadha’ dan qadar Allah adalah rukun iman yang keenam, sebagaimana jawaban Rasululllah shallallahu ‘alaihi wasallam saat Jibril bertanya kepada beliau tentang iman. Beliau bersabda, “Berimanlah kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, pacar Rasul-Nya, beriman kepada hari Akhir, serta takdir-Nya: yang baik maupun yang buruk.”

Al-Qur’an Al-Karim menetapkan bahwa Allah Subhannahu wa Ta’ala menciptakan segala sesuatu. Tidak ada sesuatu pun yang keluar dari takdir-Nya, baik manusia maupun amal perbuatan-Nya. Allah berfirman pada surat Az-Zumar [39] ayat 62.

Artinya: “Allah pencipta segala sesuatu dan Dia Maha Pemelihara atas segala sesuatu”

Segala kebaikan dan kenikmatan yang diterima manusia semuanya berasal dari Allah. Dan segala keburukan yang menimpanya disebabkan karena dosa-dosa dan kemaksiatannya.

Perbuatan yang dilakukan oleh semua makhluk yang mempunyai kehendak. Perbuatan ini terjadi atas dasar keinginan dan kemauan pelakunya karena Allah Ta’ala menjadikannya untuk mereka.

Beriman kepada takdir, yang baik maupun yang buruk termasuk rukun iman. Takdir adalah aturan tauhid, sedangkan iman kepada sebab-sebab yang menghantar pada takdir baik dan buruk adalah aturan syariat. Perkara dunia dan agama tidak akan lurus dan benar tanpa iman kepada tauhid dan syariat. Mengimani bahwa Allah Ta’ala sebelumnya telah menulis takdir semua makhluk-Nya di lauhul mahfuzh, tidak ada satu pun yang terlupa oleh-Nya.

Hingga surga dan Neraka sudah ditetapkan kepada makhluk-Nya.

Artinya: “Diriwayatkan Ali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: “Kami sedang mengiringi sebuah jenazah di Baqi Gharqad (sebuah tempat pemakaman di Madinah), lalu datanglah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menghampiri kami. Beliau segera duduk dan kami pun ikut duduk di sekeliling beliau yang ketika itu memegang sebuah tongkat kecil. Beliau menundukkan kepalanya dan mulailah membuat goresan-goresan kecil di tanah dengan tongkatnya itu kemudian beliau bersabda:

“Tidak ada seorang pun dari kamu sekalian atau tidak ada satu jiwa pun yang hidup kecuali telah Allah tentukan kedudukannya di dalam surga atau di dalam neraka serta apakah ia sebagai seorang yang sengsara atau seorang yang bahagia.”

Lalu seorang lelaki bertanya:

“Wahai Rasulullah! Kalau begitu apakah tidak sebaiknya kita berserah diri kepada takdir kita dan meninggalkan amal ?”

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

Barangsiapa telah ditentukan sebagai orang yang berbahagia, maka dia akan mengarah kepada perbuatan orang-orang yang berbahagia. Dan barangsiapa yang telah ditentukan takdir sebagai orang yang sengsara, maka mereka akan mengarah kepada perbuatan orang-orang yang sengsara.

Kemudian beliau melanjutkan sabdanya:

“Beramallah! Karena setiap orang akan dipermudah! Adapun orang-orang yang ditentukan sebagai orang yang berbahagia, mereka akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang-orang yang bahagia. Adapun orang-orang yang ditentukan sebagai orang yang sengsara, maka mereka juga akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang- orang sengsara.”

Kemudian beliau membacakan ayat berikut ini:

"Adapun orang yang memberikan hartanya dijalan Allah dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala yang terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan jalan yang sukar.’”

image

Hikmah Mengimani Qadha dan Qadar


Hikmah beriman kepada takdir (qadha dan qadar) membuahkan hasil dan dampak yang baik untuk umat dan individu, di antaranya:

  1. Akan membuahkan berbagai macam amal saleh dan sifat yang terpuji, seperti ikhlas, tawakal, rasa takut dan pengharapan kepada Allah, berbaik sangka kepada-Nya, sabar dan tabah, menghilangkan rasa putus asa, ridha dengan Allah, hanya bersyukur kepada Allah, dan senang dengan karunia dan rahmat-Nya, tawadhu’ kepada-Nya, meninggalkan kesombongan dan keangkuhan, mendorong untuk berinfak di jalan kebaikan karena tsiqoh (percaya) kepada Allah, berani, qana’ah (menerima yang ada) dan memiliki harga diri, tekad yang tinggi, tegas, kesungguhan dalam segala permasalahan, bersikap menengah dalam suka dan duka, selamat dari hasad dan penolakan, bebasnya akal dari khurafat dan kebathilan, kelapangan jiwa dan ketenangan hati.

  2. Seorang mukmin dengan taqdir akan berjalan dalam hidupnya di atas jalan kebenaran, nikmat tidak akan membuat dia berputus asa serta meyakini bahwa segala kesulitan yang menimpanya adalah merupakan taqdir dan ujian dari Allah, dengan demikian dia akan bersabar dan tabah dan tidak akan gelisah.

  3. Beriman kepada taqdir, melindunginya dari sebab-sebab yang menjerumuskan kepada kesesatan dan suul khatimah (pengakhiran hidup yang jelek) karena taqdir membuat seseorang senantiasa bersungguh- sungguh untuk istiqamah, memperbanyak amal saleh dan menjauhi kemaksiatan dan penyebab kehancuran.

  4. Menumbuhkan pada jiwa orang-orang beriman keteguhan hati dan keyakinan yang mantap di samping mengusahakan sebab dalam menghadapi musibah dan berbagai kesulitan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda:

    "Sungguh mengherankan urusan seorang mukmin, sesungguhnya semua urusannya baik dan hal itu tidak dimiliki kecuali oleh mukmin, jika ia mendapatkan nikmat ia bersyukur dan itu baik buat dia, dan jika mendapatkan musibah ia bersabar maka hal tertib pun baik untuknya.”

Referensi
  • Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Syahirul Alim Al-Adib (trans.), Kitab Tauhid, (Solo: Ummul Qura, 2015).
  • Said bin Musfir Al-Qahthani, Munirul Abidin (trans.), Edisi Indonesia: Buku Putih Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, (Jakarta: PT. Darul Falah, 2008)
  • Imam Ghazali Masykuri, dkk., Al Mumayyaz, Al-Qur’an Tajwid Warna Transliterasi Per Kata Terjemah Per Kata, (Bekasi: Cipta Bagus Segara, 2014)
  • Shalih bin Fauzan Al-Fauzan, Syahirul Alim Al-Adib (trans.), Kitab Tauhid, (Solo: Ummul Qura, 2015)
  • Imam Al-Mundziri, Rohimi dan Zaenal Mutaqin (trans.), Ringkasan Shahih Muslim, (Bandung: Penerbit Jabal, 2013)
  • Universitas Islam Madinah Bidang Riset & Kajian Ilmiah Bagian Terjemah, Erwandi Tarmizi (Murajaah), Rukun Iman, (Riyadh: Islamic Propagation Office in Rabwah, 1426H).