Apa Hakikat dari Belajar Anak Usia Dini?

image
Anak usia dini juga sepatutnya mendapatkan pola belajar sesuai dengan usianya.

Apa hakikat dari belajar anak usia dini?

Pengertian Belajar Anak Usia Dini

Pengertian belajar telah lama dikenal dan dapat ditemukan dalam berbagai sumber atau literature. Banyak ahli yang mencoba mendefinisikan dan membuat tafsirannya tentang arti belajar itu sendiri. James O. Whittaker dalam Annurrahman mengemukakan: belajar adalah proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. Belajar merupakan suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri didalam interaksi dengan lingkungannya.

Belajar menurut teori ini mementingkan suatu proses dari pada hasil Menurut Hasnida “Anak cenderung banyak belajar dari pengalaman melakukan interaksi dengan benda dan orang lain dari pada belajar melalui symbol dan kata- kata.” Proses anak secara tidak langsung akan membentuk tingkah laku keseluruhan dari pengalaman belajar yang dia dapat.

Pendapat lain mengemukakan tentang belajar menurut Annurrahman “Seseorang dikatakan belajar bilamana terjadi perubahan, dari sebelumnya tidak mengetahui sesuatu menjadi mengetahui.” Peneliti menyimpulkan belajar adalah proses setiap individu untuk mendapatkan pengetahuan yang baru dari pengalaman yang didapatkannya melalui interaksi lingkungan sekitar dan mengubah sikap tingkah laku menjadi yang lebih baik.

Prinsip Belajar Anak Usia Dini

Shaffer (1995) menyatakan bahwa belajar terjadi ketika anak membuat satu perubahan yang lebih permanen dalam pikirannya atau perilakunya sebagai hasil dari interaksi antara kematangan dan belajar. Prinsip-prinsip belajar anak usia dini menurut Masitoh, dkk (2005: 74-78) sebagai berikut:

1. Anak adalah pembelajar aktif

Anak usia dini memiliki sifat-sifat multidimensional dari aktivitas anak tersebut. Sifat-sifat multidimensional yang dimiliki anak sebagai yaitu:

  1. ketika anak bergerak mereka mencari stimulus yang dapat meningkatkan kesempatan untuk belajar;
  2. anak menggunakan seluruh tubuhnya sebagai alat untuk belajar dan melibatkan semua alat indranya seperti merasakan, menyentuh, mendengar, melihat, mengamati suatu subjek atau melakukan eksplorasi; dan
  3. anak adalah peserta yang aktif dalam mencari pengalamannya sendiri. Oleh karena itu, sebagai guru atau praktisi dalam memfasilitasi belajar anak usia dini hendaknya memberi kesempatan kepada anak dengan berbagai rangsangan maupun kegiatan-kegiatan yang dapat merangsang indra anak dan sebaiknya anak memperoleh pengalaman secara langsung (hands on expeerince).

2. Belajar anak dipengaruhi oleh kematangan

Kematangan merupakan suatu masa dimana pertumbuhan dan perkembangan mencapai titik kulminasi untuk melaksanakan tugas perkembangan tertentu. Kematangan yang dicapai oleh setiap individu pada prinsipnya berbeda. Oleh karena itu, sebagai guru anak usia dini guru harus memahami bagaimana kematangan anak itu dapat dicapai dan menetapkan apa yang harus dicapai dalam memfasilitasi kematangan tersebut.

3. Belajar anak dipengaruhi oleh lingkungan

Anak memperoleh pengetahuan dan keterampilan tidak hanya dari kematangan, tetapi lingkungan juga memberikan kontribusi yang sangat berarti dan sangat mendukung proses belajar anak. Anak akan belajar dengan baik apabila anak merasa aman dan nyaman secara psikologis. Agar belajar anak optimal, maka diperlukan lingkungan baik lingkungan fisik maupun psikologis yang dapat menstimulasi anak untuk melakukan berbagai aktivitas sehingga anak dapat mengembangkan pemahaman barunya. Pemahaman anak diperoleh melalui mengamati atau berpartisipasi dengan guru, dengan anak- anak lain, dan atau dengan orang dewasa lainnya.

Bredekamp & Coople (1997) mengemukakan bahwa lingkungan harus memungkinkan anak dapat melakukan proses belajar. Oleh karena pentingnya lingkungan untuk belajar anak usia, maka guru hendaknya mengatur atau mengorganisasi lingkungan agar kebutuhan biologis dan fisik anak terpenuhi.

4. Anak belajar melalui kombinasi pengalaman fisik, interaksi sosial, refleksi

Pengalaman fisik adalah pengalaman yang diperoleh anak melalui pengindraan terhadap objek-objek yang ada di lingkungan sekitar anak melalui kegiatan memanipulasi langsung, mendengar, melihat, meraba, merasa, menyentuh serta melakukan sesuatu dengan benda-benda yang ada di lingkungan anak. Pengetahuan anak muncul tidak hanya dari kegiatan pasif tapi juga dari aktivitas mental anak yang lebih kompleks. Vygotsky mengungkapkan bahwa pengalaman sosial anak dengan lingkungan fisik dan objek-objek juga dipengaruhi oleh orang lain ketika anak bermain dan berbicara dengan kelompok atau dengan guru dan dengan orang dewasa lainnya sehingga akan mengembangkan, mengubah, dan menafsirkan ide- ide yang ada dalam diri anak tersebut. Olek karena itu, sebagai guru anak usia dini hendaknya menyediakan lingkungan belajar yang dapat memberi kesempatan pada anak untuk berinteraksi melalui lingkungan fisik maupun lingkungan sosial sehingga anak akan menemukan pengetahuannya sendiri dan merefleksikan dalam berbagai aktivitasnya.

5. Anak belajar dengan gaya yang berbeda

Setiap anak memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Kovake (1991) mengemukakan bahwa terdapat tiga tipe gaya belajar pada anak, yaitu: tipe auditif, tipe visual, dam tipe kinestetik. Tipe auditif adalah gaya belajar anak yang akan merespon lebih baik terhadap apa yang mereka dengar. Tipe visual adalah gaya belajar yang akan merespon lebih baik terhadapa apa yang mereka liat. Sedangkan tipe kinestetik adalah gaya belajar yang selalu harus bergerak dan secara terus menereus menyentuh benda untuk mendapatkan konsep. Oleh karena itu, sebagai guru anak usia dini harus menyediakan kegiatan yang memungkinkan anak dapat menggunakan pengindraannya sesuai dengan tipe belajarnya sehingga konsep atau keterampilan- keterampilan tertentu dapat diperoleh anak.

6. Anak belajar melalui bermain

Anak dapat bermain di sekolah, di rumah dan dimanapun. Mereka bermain dengan orang lain, benda-benda, dan ide-idenya sendiri. Spoden mengemukakan bahwa bermain diartikan sebagai suatu yang fundamental karena melalui bermain anak memperoleh dan merespon informasi, belajar tentang hal-hal baru, dan melatih keterampilan yang sudah ada. Melalui bermain anak dapat memahami, menciptakan, dan memanipulasi simbol-simbol dan melakukan percobaan dengan peran-peran sosial. Oleh karena itu, sebagai guru anak usia dini perlu menyiapkan bendabenda atau objek-objek yang memungkinkan anak melakukan kegiatan bermain. Berdasarkan penjabaran diatas, prinsip-prinsip belajar anak usia dini yaitu: anak adalah pembelajaran aktif; belajar anak dipengaruhi oleh kematangan; belajar anak dipengaruhi oleh lingkungan; anak belajar melalui kombinasi pengalaman fisik, interaksi sosial, dan refleksi; anak belajar dengan gaya yang berbeda; dan anak belajar melalui bermain. Berdasarkan beberapa uraian diatas dapat disimpulkan bahwa prinsip-prinsip belajar anak usia dini di atas merupakan ketentuan yang harus dipahami oleh guru atau pendidik anak usia dini sehingga guru mampu atau dapat memfasilitasi belajar anak usia dini sesuai dengan perkembangannnya sehingga proses pembelajaran anak usia dini tentunya dalam pembelajaran sains akan berkembang secara optimal sehingga pemahaman konsep sains anak akan meningkat.

Karakteristik Belajar Anak Usia Dini

Karakteristik belajar anak usia dini berbeda dengan cara belajar orang dewasa. Belajar anak usia dini sesuai dengan karakteristik perkembangan yang dimiliki anak tersebut. De Vries (2000) dalam mengemukakan bahwa karakteristik cara belajar anak usia dini yaitu:

  1. anak belajar berdasarkan minatnya
  2. anak belajar dengan cara menjalin kerja sama dengan orang dewasa dan dengan anak lainnya dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui eksplorasi dan manipulasi.

Masitoh (2015) mengemukakan karakteristik cara belajar anak usia dini sebagai berikut:

1. Anak belajar melalui bermain

Ciri-ciri dalam kegiatan belajar anak usia dini adalah belajar melalui kegiatan bermain, karena bermain merupakan sarana belajar anak usia dini . Bodrova & Leong mengemukakan bahwa melalui bermain, anak usia dini dapat meningkatkan kemampuan mental dan sosial bagi anak. Bermain adalah suatu aktivitas yang langsung dan spontan yang dilakukan seorang anak bersama orang lain atau dengan menggunakan benda-benda di sekitarnya dengan senang, sukarela, imajinatif, dan dengan menggunakan perasaannya, tangannya atau seluruh anggota tubuhnya

2. Anak-anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya

Aliran konstruktivisme yang dimotori Piaget dan Vygotsky banyak memberikan kontribusi yang sangat besar terhadap cara belajar anak. Piaget mengemukakan bahwa anak adalah pembangun yang aktif dari pengetahuannya sendiri ketika mereka menyesuaikan pikirannya seperti halnya mereka mengeksplorasi lingkungannya dengan melihat, mendengar, meraba, mencium, merasa dan tumbuh secara kognitif menuju berpikir logis.Selanjutnya Vygotsky mengemukakan bahwa anak membangun pengetahuannya melalui interaksi sosial dan pembelajaran dengan orang dewasa ketika mereka menjembatani pengertian dengan bahasa dan tandatanda atau simbol-simbol dan tumbuh menuju berpikir verbal. Piaget maupun Vygotsky pada prinsipnya sependapat bahwa anak usia dini membangun pengetahuannya sendiri melalui interaksi dengan lingkungannya. Anak akan merasa senang dalam belajar apabila berada dalam lingkungan yang menyenangkan.

Berdasarkan penjabaran di atas, karakteristik cara belajar anka usia dini sesuai dengan karakteristik perkembangan yang dimiliki anak tersebut. Karakteristik cara belajar anak usia dini tersebut yaitu anak belajar melalui bermain dan anak belajar dengan cara membangun pengetahuannya berdasarkan minatnya dan dengan cara menjalin kerja sama dengan orang dewasa dan dengan anak lainnya dalam berinteraksi dengan lingkungannya melalui eksplorasi dan manipulasi. Karakteristik cara belajar anak usia dini di atas dapat dijadikan kriteria penting dalam pemilihan strategi pembelajaran yang akan dilakukan guru dalam proses pengajaran atau kegiatan belajar mengajar sehingga belajar anak akan dapat terlaksana secara bermakna, aman, nyaman, menyenangkan dan tanpa paksaan atau berdasarkan kemauan sendiri dari diri anak tersebut.

1 Like