Apa Di Dunia Ini Hanya Boleh Ada Anda?

dunia

Komunis dimusuhi karena dikira atheis
Orang atheis dimusuhi karena tidak percaya Tuhan
Orang yang sudah percaya Tuhan-pun dimusuhi karena Tuhan dan tempat ibadahnya berbeda
Tuhan dan tempat ibadahnya sama dimusuhi karena Nabi dan alirannya berbeda
Nabi dan alirannya sudah sama masih dimusuhi karena bersimpati kepada pemilik warung yang dagangannya disita karena buka saat puasa.
Bagaimana pendapat kalian?

5 Likes

Jika saya boleh berpendapat, hal ini adalah salah satu masalah moral yang dihadapi di Indonesia, terlebih dunia. Saya sangat menyayangkan adanya orang-orang dan segelintir organisasi “garis keras” yang sama sekali menyingkirkan toleransi dan merasa diri dan kelompoknya yang paling benar.

Mari kita lihat komik berikut:

Komik ini adalah karya komikus yang sempat dianggap atheis karena komik komiknya yang menyiratkan kritik atas entitas “Tuhan”
Nah, kembali ke komik tadi, bagaimana pun pendapat orang atau diri sendiri atas kita, tentu kita akan merasa diri kita sendiri yang paling benar, sedangkan orang lain adalah salah. Apakah dengan pendapat seperti itu kita lalu berjalan dengan kepala menengadah? Tidak

Meski kita mengganggap golongan kita yang paling benar, seorang Islam liberalis misalnya. Dimata agama lain kita tetap saja Islam yang satu kesatuan, jikalau ada dari “golongan garis keras” yang berulah, tetap saja kita yang kena getahnya, yang dianggap jelek juga kita.

Lalu komik berikut:

Pendapat atau opini dimana negara ini menjunjung kebebasan berekspresi juga masih saja digunakan oleh mereka yang tidak bisa nriman untuk merepresi kebebasan orang lain.

Keberagaman dan toleransi masih sangat sulit diterima oleh rakyat Indonesia. Banyak orang luar beranggapan bahwa Indonesia dengan negara yang menerima 4 agama besar hidup berdampingan dengan sesamanya. Ternyata mereka keliru.
Malapetaka 11 Januari
Kerusuhan 1998
Aksi 4 November
Semuanya adalah bukti bahwa kepentingan mayoritas vs minoritas masih saja menjadi masalah rakyat.

Suatu hari, saya membaca status dari teman saya yang sempat mau menolong ibu ibu berhijab tertutup (burqa), kebetulan teman saya adalah seorang wanita Kristen dan saat itu memakai kalung Rosario. Ibu ibu itu tidak mau ditolong oleh wanita tersebut karena beda agama, sedangkan dia juga tidak mau ditolong oleh bapak-bapak di tempat kejadian karena alasan bukan muhrimnya, padahal keadaannya parah dan harus segera dipinggirkan dari jalan.

Mungkin pendidikan semasa dini bahwa negara Indonesia ini adalah negara yang menjunjung kemanusiaan dan keadlian bagi seluruh rakyat tanpa melihat darah, agama, keturunan, warna kulit, suku dan etnis perlu ditekankan kembali.

1 Like

Menurut pendapat saya hal demikian dikarenakan sifat egoisme yang tinggi, tanpa menghiraukan pendapat dan kepercayaan orang lain, yang selalu merasa bahwasanya dirinya lah yang paling benar. Dalam konteks kepercayaan memeluk sebuah agama, kita seharusnya tidak boleh menyalahkan setiap kepercayaan orang lain, kita tidak boleh memaksa dan mendoktrin bahwa kepercayaan kita adalah yang paling benar dikarenakan semua orang memiliki pilihan sesuai hati nurani mereka masing-masing, begitu juga dengan pendapat, walaupun agama dan kepercayaan sama tetapi berbeda pendapat, kita tidak boleh memaksakan pendapat orang lain harus sesuai dengan pendapat kita dikarenakan setiap pendapat pasti memiliki sisi positif dan sisi negatifnya masing-masing. Kembali lagi kita harus mengurangi sifat egoisme kita yang selalu mementingkan kepentingan pribadi tanpa menghiraukan orang lain.

Egoisme dalam filsafat adalah teori bahwa diri seseorang adalah, atau seharusnya, motivasi dan tujuan dari tindakan sendiri. Egoisme memiliki dua varian yaitu deskriptif atau normatif. The deskriptif (atau positif), memahami egoisme sebagai deskripsi faktual urusan manusia. Artinya, orang termotivasi oleh kepentingan dan keinginan mereka sendiri, dan mereka tidak dapat dijelaskan sebaliknya. Varian normatif mengusulkan bahwa orang harus sangat termotivasi, terlepas dari apa yang saat ini memotivasi perilaku mereka. Altruisme adalah kebalikan dari egoisme. Istilah “egoisme” berasal dari “ego,” istilah Latin untuk “I” dalam bahasa Inggris. Egoisme harus dibedakan dari egoisme, yang berarti penilaian berlebih psikologis seseorang terhadapa kepentingan sendiri, atau kegiatan sendiri.
Orang bertindak karena berbagai alasan, tapi untuk siapa? Apakah mereka bertindak untuk kepentingan diri mereka sendiri? karena Allah? atau untuk kebaikan planet? Dapat seorang individu pernah bertindak hanya sesuai dengan kepentingan sendiri tanpa memperhatikan kepentingan orang lain. Sebaliknya, bisa seorang individu pernah benar-benar bertindak untuk orang lain dengan mengabaikan timbal alik yang dapat mereka lakukan demi kepentingan sendiri? Jawaban akan tergantung pada anda sendiri. Beberapa filosof berpendapat bahwa seseorang tidak memiliki pilihan dalam hal ini, mengklaim bahwa tindakan seseorang ditentukan oleh peristiwa sebelumnya yang membuat ilusi setiap keyakinan dalam pilihan. Namun demikian, jika unsur pilihan diizinkan terhadap dorongan kausal besar dari alam, atau Tuhan, berarti seseorang memiliki kontrol atas tindakan berikutnya, dan, oleh karena itu, seseorang mungkin menanyakan apakah individu atau tidak , harus memilih tindakan diri atau-lainnya yang berorientasi. Secara moral, kita dapat bertanya apakah individu harus mengejar kepentingan sendiri, atau, apakah dia harus menolak kepentingan diri sendiri dan mengejar kepentingan orang lain sebagai gantinya sejauh mana pentingnya tindakan-tindakan mengenai moral yang terpuji dibandingkan dengan tindakan demi kepentingan sendiri?

Referensi : Egoism | Internet Encyclopedia of Philosophy

2 Likes

Artikel dibawah ini mungkin dapat menjadi pengingat kita terkait hal tersebut.

SEMAKIN TINGGI ILMUNYA, SEMAKIN SEDIKIT MENYALAHKAN ORANG LAIN


Sewaktu baru kepulangannya dari Timur Tengah, Prof. DR. Hamka, seorang tokoh pembesar ormas Muhammadiyyah, menyatakan bahwa Maulidan haram dan bid’ah tidak ada petunjuk dari Nabi Saw., orang berdiri membaca shalawat saat Asyraqalan (Mahallul Qiyam) adalah bid’ah dan itu berlebih-lebihan tidak ada petunjuk dari Nabi Saw.

Tetapi ketika Buya Hamka sudah tua, beliau berkenan menghadiri acara Maulid Nabi Saw saat ada yang mengundangnya. Orang-orang sedang asyik membaca Maulid al-Barzanji dan bershalawat saat Mahallul Qiyam, Buya Hamka pun turut serta asyik dan khusyuk mengikutinya. Lantas para muridnya bertanya: “Buya Hamka, dulu sewaktu Anda masih muda begitu keras menentang acara-acara seperti itu namun setelah tua kok berubah?”

Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya, dulu sewaktu saya muda kitabnya baru satu. Namun setelah saya mempelajari banyak kitab, saya sadar ternyata ilmu Islam itu sangat luas.”

Di riwayat yang lain menceritakan bahwa, dulu sewaktu mudanya Buya Hamka dengan tegas menyatakan bahwa Qunut dalam shalat Shubuh termasuk bid’ah! Tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Saw. Sehingga Buya Hamka tidak pernah melakukan Qunut dalam shalat Shubuhnya.

Namun setelah Buya Hamka menginjak usia tua, beliau tiba-tiba membaca doa Qunut dalam shalat Shubuhnya. Selesai shalat, jamaahnya pun bertanya heran: “Buya Hamka, sebelum ini tak pernah terlihat satu kalipun Anda mengamalkan Qunut dalam shalat Shubuh. Namun mengapa sekarang justru Anda mengamalkannya?”

Dijawab oleh Buya Hamka: “Iya. Dulu saya baru baca satu kitab. Namun sekarang saya sudah baca seribu kitab.”

Gus Anam (KH. Zuhrul Anam) mendengar dari gurunya, Prof. DR. As-Sayyid Al-Habib Muhammad bin Alwi al-Maliki Al-Hasani, dari gurunya Al-Imam Asy-Syaikh Said Al-Yamani yang mengatakan: “Idzaa zaada nadzrurrajuli wattasa’a fikruhuu qalla inkaaruhuu ‘alannaasi.” (Jikalau seseorang bertambah ilmunya dan luas cakrawala pemikiran serta sudut pandangnya, maka ia akan sedikit menyalahkan orang lain).

Semakin gemar menyalahkan orang semakin bodoh dan dangkal ilmunya, semakin Tinggi ilmu seseorang maka semakin tawadhu (rendah hati), carilah guru yang tidak pernah menggunjing dan mengkafirkan siapapun.

Hal ini sama seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk, itulah peribahasa yang sering kita dengar. Yang memiliki arti, orang berilmu yang semakin banyak ilmunya semakin merendahkan dirinya. Tanaman padi jika berisi semakin lama akan semakin besar. Jika semakin besar otomatis beban biji juga semakin berat.

Jika sudah semakin berat, maka mau tidak mau seuntai biji padi akan semakin kelihatan merunduk (melengkung) kearah depan bawah. Karena batang padi sangat pendek, strukturnya berupa batang yang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang saling menopang. Jadi tidak sebanding dengan beban berat biji padi yang semakin lama semakin membesar. Berbeda dengan biji padi yang kosong tidak berisi, walaupun kelihatan bijinya berbuah banyak karena tidak berisi maka seuntai biji padi tersebut akan tetap berdiri tegak lurus.

2 Likes