Apa dampak negatif dari media sosial?

dampak negatif media sosial

Media sosial menjadi salah satu industri yang digandrungi masyarakat, baik yang muda hingga sudah tua. Bukan rahasia lagi bahwa kita bisa menghabiskan berjam-jam hanya untuk memantau media sosial. Mulai dari instagram, pindah ke twitter, buka facebook, dan lainnya.

Apa dampak negatif dari media sosial ?

Media sosial ternyata bisa membuat banyak orang kecanduan, bagaimana tidak, dengan memakai media sosial, kita bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk melihat ponsel hanya untuk melihat apa yang terjadi pada media sosial kita. Sayangnya, kecanduan media sosial ini bisa memberikan efek buruk bagi psikologis kita. Sebagai contoh, media sosial kini juga seakan-akan berubah menjadi ajang dimana seseorang mengekspresikan diri dan memamerkan kegiatan sehari-hari. Hal ini ternyata bisa memicu rasa iri pada orang lain, khususnya jika ada teman yang memiliki kesuksesan lebih besar dari kita. Rasa iri ini bisa membuat masalah berupa depresi yang tentu sangat buruk bagi psikologis kita.

Selain rasa iri, media sosial juga kerap menjadi ajang bullying yang sangat sering terjadi. Banyak orang yang pada akhirnya merasa depresi, tertekan, hingga memutuskan untuk bunuh diri hanya karena merasa dipermalukan oleh banyak orang di media sosial. Hal ini membuat banyak pakar kesehatan yang berkata jika media sosial sebaiknya dipakai dengan lebih bijak dan lebih cerdas agar tidak memicu bullying.

Media sosial juga membuat masalah psikologis berupa adanya obsesi, ambisi, hingga menipu diri sendiri. Banyak orang yang pada akhirnya memiliki obsesi melakukan atau mendapatkan sesuatu hanya karena melihat orang lain mendapatkannya di media sosial. Obsesi ini bisa menjadi masalah besar jika akhirnya pengguna ponsel memilih untuk memakai segala cara agar keinginannya tercapai. Beberapa orang bahkan bisa menipu diri sendiri dan memiliki kepribadian berbeda di media sosial yang tentu menjadi masalah psikologis yang buruk.

Menggunakan media sosial haruslah diimbangi dengan kebijaksanaan dan kecerdasan. Kita sendiri bisa memilah-milah apa saja yang sekiranya kita butuhkan di media sosial sehingga saat kita melihat media sosial, kita justru merasa terinspirasi, bahagia, hingga mendapatkan informasi yang paling update. Tidak akan ada gunanya memiliki media sosial jika pada akhirnya kita hanya merasakan depresi, kecemasan, hingga rasa iri hati dan obsesi berlebihan karena akan buruk bagi kesehatan mental kita.

Sumber:

Selain berdampak positif, sosial media diketahui juga berdampak negatif terhadap perkembangan seseorang. Menurut penelitian yang dilakukan oleh O’keeffe et.al (2011), sosial media memberikan dampak yang sama bagi anak dan remaja, hal ini dikarenakan anak dan remaja memiliki resiko yang sama dalam hal pengendalian diri yang lemah dan kerentanan dalam tekanan teman sebaya.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh O’Keeffe et.al (2011), Dampak negatif sosial media terbagi menjadi empat kategori, yakni kategori antar teman sebaya (peer to peer), konten yang tidak layak, kurangnya kesadaran terkait isu pribadi, dan pengaruh pihak ketiga seperti iklan dan lain-lain.

  • Dampak negatif yang termasuk dalam kategori dampak teman sebaya (peer to peer) adalah kekerasan online (cyberbullying). Sosial media secara sengaja digunakan untuk mempermalukan teman, menyebarkan informasi permusuhan ke teman, dan kesalahan komunikasi antar teman. Lebih lanjut, kekerasan online (cyberbullying) dapat menyebabkan khawatir, depresi, isolasi diri yang parah, hingga bunuh diri (Hinduja dan Patcjin dalam O’Keeffe et.al, 2011).

    Sosial media juga menyebabkan depresi pada diri anak. Hal ini berawal dari tingginya intensitas penggunaan sosial media sehingga menimbulkan ketergantungan anak pada sosial media. Ketergantungan ini selanjutnya menimbulkan depresi pada diri anak. Depresi akibat ketergantungan sosial media dapat mengarah pada perilaku negatif pada diri anak, seperti isolasi diri, pengembangan perilaku agresif, pengembangan perilaku seksual yang tidak sehat dan berbagai perilaku negatif yang merusak diri anak. Salah satu bentuk depresi akibat ketergantungan sosial media adalah fenomena Facebook Depresion (O’Keeffe dkk, 2011).

  • Dampak sosial media yang termasuk kategori konten tidak layak adalah sexting. Sexting didefinisikan sebagai suatu tindakan mengirimkan, menerima, atau menerukan pesan berupa text, gambar, atau video yang mengandung konten porno (Bekshire Distric Attorney (dalam O’Keeffe et.al, 2011 :801).

    Sexting mengarah pada suatu tindakan seksual yang tidak dikehendaki berupa dorongan atau paksaan untuk mengajak orang lain berbicara tentang sex, melakukan sex, membagikan informasi pribadi terait sex. Sexting mengakibatkan anak secara emosional menjadi shock atau trauma terhadap sex.

  • Dampak yang termasuk kategori kurangnya kesadaran terkait isu pribadi dapat dijelaskan melalui rendahnya kesadaran anak pada isu privacy. Anak menyebarkan informasi pribadi atau informasi yang salah tentang oran lain, menyebarkan berita atau informasi yang tidak benar, atau menyebarkan informasi yang berlebihan tanpa adanya kesadaran pada bahaya yang ditimbulkan akibat penggunaan sosial media.

    Anak cenderung tidak menyadari bahwa komentar, pesan, video atau foto yang tersebar di sosial media bersifat permanen. Hal ini dikarenakan sosial media mampu merekam aktivitas digital pengguna melalui Digital Footprint. Rendahnya kesadaran privacy mengakibatkan anak menjadi target penipuan hingga perdagangan anak. Bahkan, penyebaran informasi yang salah dapat membahayakan masa depan anak dalam bidang akademik dan pekerjaan (O’Keeffe et.al, 2011).

  • Dampak dari kategori pengaruh pihak ketiga dapat ditemukan pada maraknya iklan dalam sosial media. Iklan tersebut tidak hanya mempengaruhi anak untuk membeli produk namun juga berpengaruh pada pola fikir dan sudut pandang anak terhap iklan tersebut. Oleh karena itu, penting bagi anak untuk memilik kecerdasan literasi dalam sosial media untuk mengindari bahaya manipulatif iklan disosial media (O’Keeffe et.al, 2011).

Dampak media sosial terhadap kesehatan mental yang lebih banyak mengarah ke hal-hal yang negatif, antara lain :

  1. Kecanduan media sosial
    Banyak faktor yang menyebabkan seseorang kecanduan media sosial. Selain lingkungan dan kondisi psikis, ada pula dimana kecenderungan depresi dan merasa sendiri dari orang tersebut.

  2. Lebih sering Sedih dibandingkan Bahagia
    Studi dilakukan kepada pengguna media sosial yang dilakukan Universitas Michigan 2013 silam menyatakan, banyak dari pengguna media sosial aktif ternyata sering merasa kurang bahagia.
    Karena kebahagiaan yang dirasakan dan di dapat dari media sosial hanya bersifat sementar dan hanya memanjakan mata, tidak sampai menyentuh rasa di hati mereka. Ini pula yang menyebabkan mereka tidak puas dan terus menggunakan media sosial. Itulah mengapa media sosial membuat kita terisosilasi dari kehidupan sosial.

  3. Kesepian karena hanya mendapat teman virtual
    Sekalipun kita memiliki pengikut atau teman banyak di media sosial, tidak banyak menjamin kamu juga ahli dalam membangun hubungan sosial di dunia nyata. Dan juga, hal ini tidak menjamin kita selalu bahagia. Sebaliknya, kita akan lebih banyak mendapatkan rasa sepi dari media sosial, karena tetap, komunikasi terbaik adalah lewat tatap mata.

  4. Mendapat banyak gangguan kesehatan
    Bagi mereka yang seringkali menghabiskan waktu menelusuri media sosial, beresiko tiga kali lipat mengalami gangguan tidur, salah satunya adalah insomnia. Gangguan kesehatan lainnya adalah gangguan kecemasan.
    Kemudian menurut kepala penelitian dari Universitas Glasgow, Skotlandia, dengan kurangnya waktu tidur yang dialami, pengguna media sosial juga cenderung tidak bisa menstabilkan emosi mereka. Baik itu remaja maupun orang dewasa.

  5. Menjadi korban Cyber – Bullying
    Dengan mudahnya segala informasi dan susahnya membedakan mana informasi yang benar dan hoax, kita akan mudah mendapatkan cyber-bullying, fitnah, dan apapun yang menyudutkan dan mencermarkan nama baik. Pun juga komentar – komentar negatif yang bisa membuat kita tersudut dan merasa rendah diri.
    Dan demikian, penggunaan media sosial harus disesuaikan dengan pertumbuh kembangan remaja serta pengawasan dari dalam diri. Semua harus seimbang agar tercipta pola hidup yang sehat antara dunia maya dan dunia nyata.