Apa bedanya Skizofrenia dengan Bipolar ?

image

Siapa tak kenal Van Gogh, Kurt Cobain, Frank Sinatra, atau Demi Lovato? Ya, mereka adalah deretan seniman sekaligus selebriti dunia. Namun, tahukah Anda, mereka punya satu kesamaan lain? Mereka sama-sama mengidap bipolar disorder.

Dilansir dari Mayo Clinic, gangguan bipolar merupakan kondisi kesehatan mental seseorang yang menyebabkan perubahan suasana hati ekstrem.

Perubahan suasana hati ini mencakup emosi tertinggi (sangat senang yang disebut fase manik atau hipomanik untuk yang lebih ringan) dan terendah (sangat murung atau depresi). Sepintas mungkin gejala dari bipolar mudah diamati, terutama jika mengikuti siklus tersebut. Tapi, mendiagnosis seseorang mengidap bipolar ternyata tak mudah.

Gejala kondisi ini bisa bertolak belakang dengan urutan manik-depresi yang diharapkan. Apalagi, kejadian manik atau hipomanik bisa hampir tak terdeteksi. Selain itu, pada fase depresi sering kali dianggap sebagai penyakit lain. Penyalahgunaan narkoba pun bisa jadi alasan sulitnya diagnosis kondisi mental ini.

Menurut WebMD, 50 persen orang dengan gangguan bipolar harus mendatangi tiga tenaga profesional hingga akhirnya mendapat diagnosis yang tepat. Artinya, perawatan gangguan bipolar bisa jadi terlambat.

Padahal, gangguan bipolar adalah kondisi seumur hidup dan hampir tiap episodenya tak bisa diprediksi. Dengan kata lain, hal ini memungkinkan seseorang kesulitan beraktivitas karena perubahan suasana hati.

Apa bedanya Skizofrenia dengan Bipolar ?

Beda Skizofrenia dengan Bipolar
Berbicara mengenai skizofrenia, tentu masih banyak orang yang awam akan penyakit ini. Penyandang skizofrenia pada umumnya dianggap masyarakat sebagai orang yang gila atau sakit jiwa. Pada dasarnya gangguan skizofrenia memang tergolong dalam penyakit kejiwaan. Banyak faktor yang sebenarnya bisa memicu terjadinya skizofrenia, akan tetapi faktor utama penyebabnya lebih sering ditemui karena depresi berat. Skizofrenia yang berasal dari bahasa inggris schizophrenia ini memiliki arti sebagai pikiran yang terpecah atau terbelah. Maksudnya bahwa penderitanya biasanya memiliki banyak pikiran namun cenderung memendamnya sendiri, serasa apa yang dipikirkan tak terpecahkan. Dengan berpikir secara berlebihan, orang tersebut bisa lepas dari kontrol dirinya sendiri dan menjadikan pikiran juga emosi tak seimbang. Sehingga, hal itulah yang kemudian mendorong dirinya mengidap skizofrenia. Hal itulah yang kemudian mendorong dirinya mengidap skizofrenia.

Gejala Skizofrenia
Dikutip dari Mayo Clinic dan WebMd, skizofrenia termasuk dalam golongan gangguan berat pada otak sehingga membuat seseorang yang menyandang skizofrenia terlihat seperti orang abnormal ketika melakukan aktivitasnya sehari-hari. Pada orang yang didiagnosa mengalami skizofrenia, biasanya akan mengalami gejala awal yaitu delusi, halusinasi, berkhayal yang tidak seperti biasanya, dan akan mengalami kesulitan dalam perilaku juga pemikiran. Dominan pada penderita skizofrenia akan merasa takut ketika ada bisikan yang didengarkan. Skizofrenia bisa diderita oleh semua orang, tak memandang gender juga usia. Umumnya usia yang bisa mengidap skizofrenia kisaran 15 hingga 35 tahun, akan tetapi usia tersebut tergantung pada sisi psikis yang terbentuk. Tentunya semua itu tergantung pada lingkungan sekitar seseorang. Jika ditanya penyebab sebenarnya pada skizofrenia, sebenarnya para ahli pun belum mengetahui alasan pasti mengapa seseorang bisa mengidap skizofrenia. Akan tetapi, skizofrenia ini bisa dikatakan lebih mengacu pada penyakit yang mempengaruhi sisi psikologis seseorang. Namun, jika seseorang positif mengalami skizofrenia dan sedang mengandung, kemungkinan skizofrenia bisa menurun pada janin yang sedang dikandung.

Jenis Skizofrenia
Skizofrenia sendiri sebenarnya berbeda pada setiap orang yang mengalaminya. Skizofrenia terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu paranoid, katatonik, tidak teratur, diferentiatif dan residual. Sebenarnya gejala pada setiap golongan skizofrenia berbeda, akan tetapi gabungan dari golongan-golongan tersebut lebih umum dialami oleh penyandang skizofrenia. Karena itulah, cukup sulit untuk mendeteksi gejala skizofrenia yang diderita masuk ke dalam golongan yang mana. Berbeda dengan skizofrenia yang bisa terbentuk karena depresi yang berat sehingga mengalami halusinasi dan delusi. Bipolar memang termasuk ke dalam salah satu golongan penyakit yang berhubungan dengan gangguan kejiwaan namun pada bipolar seseorang bisa mengalami gejala yang kadang membingungkan. Perasaan yang dapat berubah secara fluktuatif dan drastis menjadi gejala yang paling umum dialami oleh penderita bipolar. Seperti mudah marah juga mudah senang atau bahagia, sehingga orang yang mengalami bipolar terlihat seperti orang yang memiliki dua kepribadian ganda. Itulah perbedaan skizrofenia dan bipolar.

Gejala Bipolar
Pada fase sedih, biasanya penderita bipolar akan merasa lemah, lesu, tak bergairah, dan jika sedih akan merasa sangat mendalam. Sedangkan pada fase bahagia atau senang, biasanya akan merasa sangat bersemangat, banyak bicara, dan terlihat senang yang berlebihan. Pada penderita bipolar yang masih bisa dikatakan gejala awal yang belum akut, biasanya akan mengalami perubahan mood secara drastis dengan selang waktu satu minggu sekali. Sedangkan yang bisa dikatakan dalam keadaan parah, mood seorang pengidap bipolar bisa berubah naik turun dalam kurun waktu yang bersamaan. Penyebab bipolar sendiri sebenarnya hampir sama dengan skizofrenia, belum bisa diketahui secara jelas penyebabnya. Namun, penyebab bipolar diduga selain karena depresi juga akibat kelainan zat pengantar ke otak, juga pola gaya hidup yang tidak sehat.

Pengobatan Skizofrenia dan Bipolar
Lalu bagaimana metode pengobatan yang bisa dilakukan pada penderita skizofrenia dan bipolar? Pada penderita skizofrenia, dokter biasanya akan mengkombinasikan terapi perilaku secara kognitif (CBT) ditambah dengan obat antipsikotik. Selain itu, peran keluarga juga sangat penting dalam masa penyembuhan pasien. Umumnya penderita skizofrenia bisa disembuhkan, apabila saat gejala yang muncul segera diobati ke psikiater sehingga bisa dengan cepat ditangani. Namun, lain cerita dengan pasien skizofrenia yang sudah parah. Pasien tersebut tentunya akan sangat bergantung pada obat yang diberikan oleh dokter, bahkan hanya sekedar untuk bisa tertidur dengan nyenyak tanpa bisikan pun perlu bantuan obat. Selain obat-obatan, menurut penelitian yang dilakukan oleh University of Western Onatario di Kanada, gingseng panax mampu meringankan gejala yang dialami oleh penderita skizofrenia. Flat Affect merupakan gejala naik turunnya emosi yang dialami pasien skizofrenia, sehingga dengan mengonsumsi ginseng tersebut bisa mengurangi gejala itu. Tetapi, ginseng tersebut bukan lantas bisa membuat konsumsi obat dari dokter bisa dihentikan, ginseng hanya sebagai pendamping saja. Sedangkan pada penderita bipolar, metode penyembuhan yang bisa dilakukan tentunya selain mengubah pola hidup menjadi sehat, pasien juga harus diajarkan untuk bisa mengendalikan emosi dirinya sendiri. Hal itu merupakan terapi yang bisa membuat pasien menjadi lebih tenang dan tidak merasa sedih yang berlebihan. Selain mengubah pola hidup, dokter juga akan memberikan obat-obatan untuk membantu pemulihan secara bertahap. Disamping itu, pasien penderita bipolar juga akan diberi terapi psikologis. Dengan melakukan terapi perilaku kognitif, pasien akan diajarkan cara untuk menanggulangi stres secara efektif. Pencegahan yang bisa dilakukan untuk menghindari penyakit skizofrenia juga bipolar sendiri, biasakan untuk pola hidup sehat. Hindari konsumsi kopi secara berlebihan, begadang dengan intens waktu yang sering. Selain itu apabila Anda merasa stres dengan sesuatu yang Anda pikirkan, cobalah untuk sharing dengan teman atau keluarga, dengan begitu kehidupan sosial Anda juga bisa memberikan dampak yang baik untuk kondisi psikis Anda. Saat Anda merasakan gejala dari kedua gangguan ini, cobalah untuk berkonsultasi ke dokter yang tepat. Penanganan sejak dini bisa menolong Anda dari gangguan kejiwaan.

Sumber:
sains.kompas.me