Apa batasan dan ruang lingkup pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor)?

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (disingkat Pengadilan Tipikor) adalah Pengadilan Khusus yang berada di lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi.

Saat ini Pengadilan Tindak Pidana Korupsi telah dibentuk di setiap Pengadilan Negeri yang berkedudukan di ibukota provinsi.

Apa batasan dan ruang lingkup pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ?

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi adalah Pengadilan Khususyang berada di lingkungan Peradilan Umum.

Pada awalnya, Pengadilan Tipikor hanya dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang wilayah hukumnya meliputi seluruh wilayah negara Republik Indonesia. Setelah diterbitkannya Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009, Pengadilan Tipikor dibentuk pada setiap Pengadilan Negeri yang meliputi daerah hukum provinsi yang bersangkutan.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdapat pada pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan pada Mahkamah Agung. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berkedudukan di setiap ibu kota kabupaten/kota yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum pengadilan negeri yang bersangkutan[3].

Kewenangan

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara:

  1. tindak pidana korupsi;

  2. tindak pidana pencucian uang yang tindak pidana asalnya adalah tindak pidana korupsi; dan/atau

  3. tindak pidana yang secara tegas dalam undang-undang lain ditentukan sebagai tindak pidana korupsi.

Khusus untuk Pengadilan Tipikor di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh Warga Negara Indonesia di luar wilayah negara Republik Indonesia.

Ruang Lingkup


Pengadilan Tindak Pidana Korupsi merupakan satu-satunya pengadilan yang berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi yang diajukan oleh penuntut umum atau yang diajukan oleh penuntut pada KPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi atau tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh warga negara Indonesia di luar wilayah Negara Republik Indonesia.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi juga berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana korupsi dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh warga negara asing di luar wilayah Negara Republik Indonesia sepanjang menyangkut kepentingan negara Indonesia.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi berwenang memberikan izin untuk melakukan pembekuan, penyitaan, penyadapan, dan/ atau penggeledahan.

Susunan Pengadilan


Susunan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri atas:

  1. Pimpinan
    Pimpinan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi terdiri atas seorang ketua dan seorang wakil ketua. Ketua dan wakil ketua pengadilan Tipikor adalah ketua dan wakil ketua pengadilan negeri. Ketua bertanggung jawab atas administrasi dan pelaksanaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi.

  2. Hakim
    Hakim Pengadilan Tipikor terdiri dari hakim karir dan hakim ad hock. Hakim karir ditetapkan oleh Mahkamah Agung Indonesia dan selama menangani perkara tindak pidana korupsi dibebaskan dari tugasnya untuk memeriksa, mengadili, dan memutus perkara lain. Sementara hakim ad hock diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Hakim ad hoc diangkat untuk masa jabatan selama 5 (lima) tahun dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan.

    Pasal 1 angka 2 UU No. 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi mendefinisikan:

    Hakim Karier adalah hakim pada pengadilan negeri, pengadilan tinggi, dan Mahkamah Agung yang ditetapkan sebagai hakim tindak pidana korupsi

  3. Panitera.
    Panitera adalah pejabat pengadilan yang salah satu tugasnya adalah membantu hakim dalam membuat berita acara pemeriksaan dalam proses persidangan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), Panitera disebut pejabat kantor sekretariat pengadilan yang bertugas pada bagian administrasi pengadilan, membuat berita acara persidangan, dan tindakan administrasi lainnya. Dalam menjalankan tugasnya Panitera biasa dibantu oleh beberapa orang Panitera Muda dan Panitera Pengganti.

Proses Peradilan Tipikor


1. Penyelidikan (pasal 1 ayat 5)

Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Penyelidikan dilakukan oleh Polisi dan khusus TIPIKOR juga dilakukan oleh Jaksa (pasal 284 KUHP) dan KPK (pasal 6 Undang Undang no 30 Tahun 2002).

2. Penyidikan (pasal 1 ke 2 KUHAP)

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilakukan oleh Penyidik (polri, jaksa dan KPK).

3. Penuntutan (Pasal 1 Ke 7)

Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke pengadilan negeri yang berwenang dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang pengadilan. Penuntutan dilakukan oleh Jaksa penuntut Umum pada kejaksaan ( Pasal 1 Ke 8 Kuhap) atau pada KPK Pasal 6 UU KPK).

4. Peradilan/Proses Mengadili (Pasal 1 ke 9)

Mengadili adalah serangkaian tindakan hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara pidana berdasarkan asas bebas, jujur, dan tidak memihak di sidang pengadilan dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini. Hakim adalah pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili (pasal 1 ke 8).

Tahap Peradilan:

  1. Peradilan Tingkat pertama Pada Pengadilan Negeri
  2. Peradilan Banding pada Pengadilan Tinggi
  3. Peradilan Kasasi pada Mahkamah Agung

Skema Pemberantasan TP Korupsi

Perpu No.24 Th 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi

UU No.5 Tahun 1969

UU No.24/Prp/1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi

UU No.3 Th. 1971 ttg Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Tap. MPR No.XI/MPR/1998 ttg Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme
UU No.28 Th. 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme;
UU No. 31 Th. 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
PP No. 65 Th. 1999 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kekayaan Penyelenggara Negara;
PP No. 66 Th. 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pengangkatan serta Pemberhentian Anggota Komisi Pemeriksa;
PP No. 67 Th. 1999 tentang Tata Cara Pemantauan dan Evaluasi Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Komisi Pemeriksa;
PP No. 68 Tahun 1999 tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dalam Penyelenggaraan Negara;

Keppres No.81 Tahun 1999 tentang Pembentukan Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggaraan Negara.

Pasal 43 UU No.31 Th 1999 tentang Pemberantasan TP Korupsi
(1) Dalam waktu paling lambat 2 (dua) tahun sejak UU ini mulai berlaku dibentuk Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
(2) Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai tugas dan wewenang melakukan koordinasi dan supervisi termasuk melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sesuai dengan ketentuan peraturan perUUan yang berlaku.
(3) Keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri atas unsur Pemerintah dan unsur Masyarakat.
(4) Ketentuan mengenai pembentukan, susunan organisasi, tata kerja, Pertanggungjawaban, tugas dan wewenang serta keanggotaan Komisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur dengan UU.

UU No.20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

TINDAK PIDANA KORUPSI DAN TINDAK PIDANA LAIN YG BERKAITAN DENGAN TP KORUPSI

DALAM UU NO.3 TAHUN 1971 TINDAK PIDANA KORUPSI

Dihukum karena tindak pidana korupsi ialah :

(1) a. Barangsiapa dengan melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu Badan yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara, atau diketahui atau patut disangka olehnya bahwa perbuatan tersebut merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

b. Barangsiapa dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu Badan, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang secara langsung atau tidak langsung dapat merugikan keuangan negara dan atau perekonomian negara;

c. Barangsiapa melakukan kejahatan tercantum dalam pasal-pasal 209, 210, 387, 388, 415, 416, 417, 418, 419, 420, 423, 425 dan 435 KUHP;

d. barangsiapa memberi hadiah atau janji kepada pegawai negara, seperti dimaksud dalam Pasal 2 dengan mengingat sesuatu kekuasaan atau sesuatu wewenang yang melekat pada jabatannya atau kedudukannya atau oleh si pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan itu;

Pasal 209 ayat (1) KUHP : diancam dengan ……

Ke-1. barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu benda kepada seorang pejabat dengan maksud supaya digerakkan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya

Ke-2. barangsiapa memberi sesuatu kepada seorang pejabat karena atau berhubung dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

Pasal 210 ayat (1) KUHP : Diancam dengan …………;

Ke-1. Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang Hakim, dengan maksud untuk mempengaruhi putusan tentang perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;

Ke-2. Barangsiapa memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seorang yang menurut ketentuan UU ditentukan menjadi penasehat atau advisear untuk menghadiri sidang suatu pengadilan, dengan maksud untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;
Ayat (2) : Jika pemberian atau janji dilakukan dengan maksud untuk memperoleh pemidanaan;………………

Pasal 387 KUHP :

(1). Diancam dengan ………, seorang pemborong atau ahli bangunan atau penjual bahan-bahan bangunan, yang pada waktu membuat bangunan atau pada waktu menyerahkan bahan-bahan bangunan, melakukan sesuatu perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang.

(2). Diancam dengan ……, barangsiapa yang tugasnya mengawasi penyerahan barang-barang itu, sengaja membiarkan perbuatan yang curang.

Pasal 388 KUHP :

(1). Barangsiapa pada waktu menyerahkan perlengkapan untuk keperluan AL atau AD, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang, diancam dengan …….

(2). Diancam dengan ……, barangsiapa yang tugasnya mengawasi penyerahan barang-barang itu, sengaja membiarkan perbuatan yang curang.

Pasal 415 KUHP : Seorang pejabat atau orang lain yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum terus menerus atau untuk sementara waktu, yang dengan sengaja menggelapkan.

Uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga itu diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan tersebut, diancam dengan ………

Pasal 416 KUHP : Seorang pejabat atau rang lain yang ditugasi menjalankan suatu jabatan umum terus menerus atau untuk sementara waktu, yang sengaja membuat secara palsu atau memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi, diancam dengan ……

Pasal 417 KUHP : Seorang pejabat atau orang lain yang ditugasi menjalankan suatu jabatan umum terus menerus atau untuk sementara waktu, yang sengaja menggelapkan, menghancurkan, merusakkan atau membikin tak dapat dipakai barang-barang yang diperuntukkan guna meyakinkan atau membuktikan dimuka penguasa yang berwenang, akta-akta, surat-surat atau daftar-daftar yang dikuasainya karena jabatannya, atau membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membikin tak dapat dipakai barang-barang itu; atau menolong sebagai pembantu dalam melakukan perbuatan itu, diancam dengan ……

Pasal 418 KUHP : Seorang pejabat yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau sepatutnya
Harus diduga, bahwa itu diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberi hadiah atau janji-janji itu ada hubungannya dengan jabatannya, diancam dengan ……

Pasal 419 KUHP : Diancam dengan ………, seorang pejabat :

Ke-1. yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui, bahwa itu diberikan untuk menggerakkan dia supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;

Ke-2. yang menerima hadiah padahal diketahui bahwa itu diberikan sebagai akibat atau oleh karena dia melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya.

Pasal 420 KUHP : (1). Diancam dengan …… :

Ke-1. seorang Hakim yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui bahwa itu diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang menjadi tugasnya.

Ke-2. barangsiapa yang menurut ketentuan UU ditunjuk menjadi penasehat untuk menghadiri sidang pengadilan menerima hadiah atau janji, padahal diketahui bahwa itu diberikan untuk mempengaruhi nasehat tentang perkara yang harus diputus oleh pengadilan itu.

(2). Jika hadiah atau janji itu diterimanya dengan disadari bahwa itu diberikan supaya mendapat pemidanaan dalam suatu perkara pidana, maka yang bersalah dikenakan pidana ……

Pasal 423 KUHP : Seorang pejabat yang dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain serta melawan hukum, dengan menyalahgunakan kekuasaannya, memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, untuk membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi diri sendiri, diancam dengan ……

Pasal 425 KUHP : Diancam karena melakukan pemerasan dengan pidana
……:

Ke-1. seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas meminta, menerima, atau memotong pembayaran, seolah-olah utang kepadanya, kepada pejabat lainnya atau kepada kas umum padahal diketahui bahwa tidak demikian adanya;

Ke-2. seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan atau penyerahan seolah-olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa tidak demikian halnya.

Ke-3. seorang pejabat yang pada waktu menjalankan tugas, seolah-olah sesuai dengan aturan-aturan yang bersangkutan telah menggunakan tanah negara yang diatasnya ada hak-hak pakai Indonesia, dengan merugikan yang berhak, padahal diketahui bahwa itu bertentangan dengan peraturan tersebut.

Pasal 435 KUHP : seorang pejabat yang dengan langsung maupun tidak langsung, sengaja turut serta dalam pemborongan, penyerahan (leverantien) atau persewaan (verpachtingen), yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruhnya atau sebagian, dia ditugasi Mengurusi atau mengawasinya, diancam dengan ………

e. barangsiapa tanpa alasan yang wajar, dalam waktu yang sesingkat-singkatnya setelah menerima pemberian atau janji yang diberikan kepadanya seperti yang tersebut dalam Pasal 418, 419, dan 420 KUHP, tidak melaporkan pemberian atau janji tersebut kepada yang berwajib.

(2). Barangsiapa melakukan percobaan atau permufakatan untuk melakukan tindak pidana tersebut dalam ayat (1)a, b, c, d, e Pasal ini. (Pasal 1 UU No.3 Tahun 1971).
Pasal 2 UU No. 3 Tahun 1971 : Pegawai Negeri yang dimaksud oleh UU ini, meliputi juga orang-orang yang menerima gaji atau upah dari keuangan negara atau daerah atau yang menerima gaji atau upah dari suatu badan/badan hukum yang menerima bantuan dari keuangan negara atau daerah atau badan hukum lain yang mempergunakan modal dan kelonggaran-kelonggaran dari negara atau masyarakat.

TINDAK-TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TP. KORUPSI:

  1. Barangsiapa dengan sengaja menghalangi, mempersulit, secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan dimuka Pengadilan terhadap terdakwa maupun para saksi dalam perkara korupsi diancam dengan hukuman ……… (Pasal 29 UU No.3 Tahun 1971).

  2. Barangsiapa yang menurut Pasal 6,7,8,9,18,20,21, dan 22 UU ini wajib memberi keterangan dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar, diancam dengan …. (Pasal 30 UU No.3 Tahun 1971).

  3. Saksi yang tidak memenuhi ketentuan termaksud Pasal 10 dan 19 UU ini diancam dengan …… (Pasal 31 UU No.3 Tahun 1971).

DALAM UU NO.31 TAHUN 1999 PERBUATAN-PERBUATAN YANG MERUPAKAN TINDAK PIDANA KORUPSI

  1. a. Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan …… (Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999).
    b. Perbuatan diatas bila dilakukan dalam keadaan tertentu dapat dijatuhi pidana mati (Pasal 2 ayat (2) UU No.31 Tahun 1999). Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 :
    “melawan hukum” dalam arti formil maupun dalam arti materiil.
    “dapat merugikan” menunjukkan delik formil.

    Penjelasan Pasal 2 ayat (2) UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001 : Yang dimaksud dengan “keadaan tertentu” dalam ketentuan ini adalah keadaan yang dapat dijadikan alasan pemberatan pidana bagi pelaku tindak pidana korupsi yaitu apabila tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter dan pengulangan tindakan pidana korupsi.

  2. Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan …… (Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999).
    Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.
    (Pasal 4 UU No.31 Tahun 1999)

  3. a) Dipidana dengan ……………………… setiap orang yang :

    • memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau Penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya, atau
    • memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau Penyelenggara negara karena atau hubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya (Pasal 5 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001).

    b) Bagi pegawai negeri atau Penyelenggara negara yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) (Pasal 5 ayat (2) UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001). Ketentuan ini mengacu pada Pasal 209 KUHP.

  4. a) Dipidana dengan ……………… setiap orang yang :

    • memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, atau
    • memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perUUan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat
      (1) UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001)

    b) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (Pasal 6 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001).

    c) Bagi pegawai negeri atau Penyelenggara negara yang menerima pemberian atau jani sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
    (Pasal 5 ayat (2) UU No.31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Th 2001). Ketentuan ini mengacu pada Pasal 209 KUHP.

  5. a) Dipidana dengan ……………… setiap orang yang :

    • memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, atau
    • memberi atau menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perUUan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan berhubungan dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili (Pasal 6 ayat (1) UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001).

    b) Bagi hakim yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau advokat yang menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (Pasal 6 ayat (2) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No.20 Th. 2001).
    Ketentuan ini mengacu pada Pasal 210 KUHP.

  6. a) Dipidana dengan ……… :

    • pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan bangunan pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang;
    • setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan, sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf a;
    • setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau
    • setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam huruf c (Pasal 7 ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001)

    b) Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima penyerahan barang keperluan TNI dan atau Kepolisian Negara Ri dan membiarkan perbuatan curang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a atau huruf c, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
    (Pasal 7 ayat (2) UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001) Ketentuan ini mengacu pada Pasal 387 dan Pasal 388 KUHP.

  7. Dipidana dengan …… pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja menggelapkan uang atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan perbuatan tersebut (Pasal 8 UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2002).
    Ketentuan ini mengacu pada Pasal 415 KUHP.

  8. Dipidana dengan ……… pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi (Pasal 9 UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001). Ketentuan ini mengacu pada Pasal 416 KUHP.

  9. Dipidana dengan ……………… pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu dengan sengaja:

    • menggelapkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau
    • membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang, akta, surat atau daftar tersebut; atau
    • membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan atau membuat tidak dapat dipakai barang akta, surat atau daftar tersebut (Pasal 10 UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Th 2001).
      Ketentuan ini mengacu pada Pasal 417 KUHP.
  10. Dipidana …… dengan pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya (Pasal 11 UU No.31 Tahun 1999 jo UU No.20 Tahun 2001). Ketentuan ini mengacu pada Pasal 418 KUHP.

  11. Dipidana dengan ……… :

    • pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

    • pegawai negeri atau Penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;

    • hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;

    • seseorang yang menurut ketentuan peraturan perUUan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, pada hal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasehat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;

    • pegawai negeri atau Penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan, atau tidak mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

    • pegawai negara atau Penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima atau memotong pembayaran kepada pegawai negara atau Penyelenggara negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negara atau Penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai hutang kepadanya, padahal diketahui bahwa kas tersebut bukan merupakan hutang;

    • pegawai negeri atau Penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah-olah merupakan hutang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan hutang;

    • pegawai negeri atau Penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perUUan, telah merugikan orang yang berhak padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan perUUan; atau

    • pegawai negeri atau Penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan atau persewaan yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya (Pasal 12 UU No.31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001).

  12. Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negara dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut dipidana dengan ……… (Pasal 13 UU No.31 Tahun 1999).

  13. Setiap orang yang melanggar ketentuang undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa pelanggaran terhadap ketentuan UU tersebut sebagai tindak pidana korupsi berlaku ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini (Pasal 14 UU No.31 Tahun 1999)

  14. Setiap orang yang melakukan percobaan, pembantuan atau permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana korupsi, dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, pasal 3, pasal 5 s/d pasal 14 (Pasal 15 UU No.31 Tahun 1999).

  15. Setiap orang diluar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kesempatan, sarana atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana korupsi dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam pasal 2, pasal 3, pasal 5 s/d pasal 14 (Pasal 16 UU No. 31 Tahun 1999).

PERBUATAN-PERBUATAN YANG MERUPAKAN TINDAK- TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA KORUPSI

  1. Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tersangka atau terdakwa ataupun para saksi dalam perkara korupsi, dipidana dengan ……. (Pasal 21 UU No.31/1999).

  2. Setiap orang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, Pasal 29, Pasal 35 atau Pasal 36 yang dengan sengaja tidak memberi keterangan atau memberi keterangan yang tidak benar dipidana dengan …… (Pasal 22 UU No. 31 Tahun 199).

    Pasal 28 UU No.31 Tahun 1999 :

    “Untuk kepentingan penyidikan, tersangka wajib memberi keterangan tentang seluruh harta bendanya dan harta benda isteri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau korporasi yang diketahui dan atau yang diduga mempunyai hubungan dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan tersangka”

    Pasal 29 UU No.31 Tahun 1999 :

    1. Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan atau pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik, penuntut umum atau hakim berwenang meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa.

    2. Permintaan keterangan kepada bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada Gubernur Bank Indonesia sesuai dengan peraturan perUUan yang berlaku.

    Pasal 35 UU No.31 Tahun 1999 :

    1. setiap orang wajib memberi keterangan sebagai saksi atau ahli, kecuali ayah, ibu, kakek, nenek, saudara kandung, isteri atau suami, anak dan cucu dari terdakwa.

    2. Orang yang dibebaskan sebagai saksi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diperiksa sebagai saksi apabila mereka menghendaki dan disetujui secara tegas oleh terdakwa

    Pasal 36 UU No. 31 Tahun 1999 :

    “Kewajiban memberikan kesaksian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 berlaku juga terhadap mereka yang menurut pekerjaan, harkat dan martabat atau jabatannya diwajibkan menyimpan rahasia, kecuali petugas agama yang menurut keyakinannya harus menyimpan rahasia”.

    Penjelasan pasal 36 : petugas Agama Katolik yang dimintakan bantuan kejiwaan yang dipercayakan menyimpan rahasia.

  3. Dalam perkara korupsi, pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 220, Pasal 231, Pasal 241, Pasal 422, Pasal 429 atau Pasal 430 KUHP, dipidana dengan ………… (Pasal 23 UU No.31 Tahun 1999)

  4. Saksi yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31, dipidana dengan ……… (Pasal 24 UU No. 31 Tahun 1999) Pasal 31 UU No. 31 Tahun 1999 :

    1. Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindakan pidana korupsi dilarang menyebut nama atau alamat pelapor, atau hal-hal yang lain memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor

    2. Sebelum pemeriksaan dilakukan, larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberitahukan kepada saksi dan orang lain tersebut.

UU NO. 30 TAHUN 2002 KETENTUAN-KETENTUAN PIDANA BAGI KPK

  1. Setiap Anggota KPK yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36, dipidana dengan …. (Pasal 65 UU No.30 Tahun 2002

  2. Dipidana dengan pidana penjara yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 65, pegawai pada KPK yang :
    a. Mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang terkait dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK tanpa alasan yang sah;
    b. Menangani perkara tindak pidana korupsi yang pelakunya mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam garis lurus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga dengan pegawai pada KPK yang bersangkutan;
    c. Menjabat komisaris atau Direksi suatu Perseroan, organ yayasan, pengurus koperasi dan jabatan Profesi lainnya atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan jabatan tersebut. (Pasal 66 UU No. 30 Tahun 2002)

  3. Setiap anggota KPK dan pegawai pada KPK yang melakukan tindak pidana korupsi, pidananya diperberat dengan menambah 1/3 (satu pertiga) dari ancaman pidana pokok (Pasal 67 UU No.30 Tahun 2002)

Pasal 36 UU No.30 Tahun 2002 : Pimpinan KPK dilarang :

a. mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK dengan alasan apapun;
b. menangani perkara tindak pidana korupsi yang pelakunya mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda dalam garis harus keatas atau kebawah sampai derajat ketiga dalam anggota KPK yang bersangkutan;
c. menjabat komisaris atau Direksi suatu perseoran, organ yayasan, pengawas atau pengurus koperasi, dan jabatan

Profesi lainnya atau kegiatan lainnya yang berhubungan dengan jabatan tersebut.

Pasal 37 UU No.30 Tahun 2002 :

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 berlaku juga untuk Tim Penasehat dan pegawai yang bertugas pada KPK.