Apa arti bermain bagi anak-anak?

image

Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain , anak akan berkata-kata, belajar memnyesuaikan diri dgn ling, melakukan apa yg dapat dilakukan, dan mengenal waktu, jarak, serta suara.

Apa arti bermain bagi anak-anak?

Bermain adalah cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial dan bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain anak akan berkata-kata, belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukan dan mengenal waktu, jarak, serta suara (Wong, 2004).

Bermain juga merupakan suatu aktivitas dimana anak dapat melakukan atau mempraktekkan keterampilan, memberikan ekspresi terhadap pemikiran, menjadi kreatif, serta mempersiapkan diri untuk berperan dan berperilaku dewasa (Hidayat, 2005).

Bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, dan merupakan aspek terpenting dalam kehidupan anak serta merupakan satu cara yang paling efektif untuk menurunkan stres pada anak dan penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak (Nursalam, 2005).

Fungsi Bermain


Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan, sehingga tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan dan cinta kasih.

Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensoris-motorik, perkembangan sosial, perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi (Soetjiningsih, 1995).

Untuk lebih jelasnya di bawah ini terdapat beberapa fungsi bermain pada anak di antaranya:

a. Membantu perkembangan sensorik dan motorik

Cara yang dapat dilakukan adalah dengan merangsang sensorik dan motorik terutama pada bayi. Rangsangan bisa berupa taktil, audio dan visual. Anak yang sejak lahir telah dikenalkan atau dirangsang visualnya maka di kemudian hari kemampuan visualnya akan lebih menonjol seperti lebih cepat mengenal sesuatu yang baru dilihatnya. Demikian juga pendengaran, apabila sejak bayi dikenalkan atau dirangsang melalui suara-suara maka daya pendengaran dikemudian hari lebih cepat berkembang dibandingkan tidak ada stimulasi sejak dini.

b. Membantu perkembangan kognitif

Perkembangan kognitif dapat dirangsang melalui permainan. Hal ini dapat terlihat pada saat anak sedang bermain. Anak akan mencoba melakukan komunikasi dengan bahasa anak, mampu memahami obyek permainan seperti dunia tempat tinggal, mampu membedakan khayalan dan kenyataan, mampu belajar warna, memahami bentuk ukuran dan berbagai manfaat benda yang digunakan dalam permainan. Dengan demikian maka fungsi bermain pada model demikian akan meningkatkan perkembangan kognitif selanjutnya.

c. Meningkatkan sosialisasi anak

Proses sosialisasi dapat terjadi melalui permainan. Sebagai contoh pada usia bayi ia akan merasakan kesenangan terhadap kehadiran orang lain dan merasakan ada teman yang dunianya sama. Pada usia toddler anak sudah mencoba bermain dengan sesamanya dan ini sudah mulai proses sosialisasi satu dengan yang lain. Pada usia toddler anak biasanya sering bermain peran seperti berpura-pura menjadi seorang guru, menjadi seorang anak, menjadi seorang bapak, menjadi seorang ibu dan lain-lain. Kemudian pada usia prasekolah ia sudah mulai menyadari akan keberadaan teman sebaya sehingga anak mampu melakukan sosialisasi dengan teman dan orang lain.

d. Meningkatkan kreatifitas

Bermain juga dapat berfungsi dalam peningkatan kreatifitas, dimana anak mulai belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang ada dan mampu memodifikasi objek yang akan digunakan dalam permainan sehingga anak akan lebih kreatif melalui model permainan ini, seperti bermain bongkar pasang mobil-mobilan.

e. Meningkatkan kesadaran diri

Bermain pada anak akan memberikan kemampuan pada anak untuk mengekplorasi tubuh dan merasakan dirinya sadar akan orang lain yang merupakan bagian dari individu yang saling berhubungan. Anak belajar mengatur perilaku dan membandingkan perilakunya dengan perilaku orang lain.

f. Mempunyai nilai terapeutik

Bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman sehingga stress dan ketegangan dapat dihindarkan. Dengan demikian bermain dapat menghibur diri anak terhadap dunianya.

g. Mempunyai nilai moral pada anak

Bermain juga dapat memberikan nilai moral tersendiri kepada anak. Pada permainan tertentuseperti sepak bola, anak belajar benar atau salah karena dalam permainan tersebut ada aturan-aturan yang harus ditaati dan tidak boleh dilanggar. Apabila melanggar, maka konsekuensinya akan mendapat sanksi. Anak juga belajar benar atau salah dari budaya di rumah, di sekolah dan ketika berinteraksi dengan temannya.

Jenis-jenis Permainan


Dalam bermain kita mengenal beberapa sifat bermain pada anak, di antaranya bersifat aktif dan bersifat pasif, sifat demikian akan memberikan jenis permainan yang berbeda. Dikatakan bermain aktif jika anak berperan secara aktif dalam permainan, selalu memberikan rangsangan dan melaksanakannya. Sedangkan bermain pasif terjadi jika anak memberikan respons secara pasif terhadap permainan dan lingkungan yang memberikan respons secara aktif. Melihat hal tersebut kita dapat mengenal macam-macam dari permainan di antaranya (Nursalam, 2005):

a. Berdasarkan isinya

  1. Bermain afektif sosial (Social affective play)
    Inti permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara anak dengan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapatkan kesenangan dan kepuasan dari hubungan yang menyenangkan dengan orang tuanya dan/atau orang lain. Contoh: bermain “cilukba”, berbicara sambil tersenyum/ tertawa, atau sekedar memberikan tangan pada bayi untuk menggenggamnya.

  2. Bermain bersenang-senang (Sense of pleasure play)
    Permainan ini menggunakan alat yang dapat menimbulkan rasa senang pada anak dan biasanya mengasyikan. Misalnya: dengan menggunakan pasir, anak akan membuat gunung-gunungan atau benda-benda apa saja yang dapat dibentuknya dangan pasir. Ciri khas permainan ini adalah anak akan semakin lama semakin asyik bersentuhan dengan alat permainan ini dan dengan permainan yang dilakukannya sehingga susah dihentikan.

  3. Bermain keterampilan (skill play)
    Sesuai dengan sebutannya, permainan ini meningkatkan keterampilan anak, khususnya motorik kasar dan motorik halus. Misalnya: memindahkan benda dari satu tempat ke tempat lain, dan anak akan terampil naik sepeda. Jadi, keterampilan tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang dilakukan.

  4. Games atau permainan
    Games dan permainan adalah jenis permainan yang menggunakan alat tertentu dengan menggunakan perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau dengan temannya. Banyak sekali jenis permainan ini mulai dari yang sifatnya tradisional maupun modern. Misalnya: ular tangga, congklak, puzzle.

  5. Unoccupied behavior
    Pada saat tertentu, anak sering terlihat mondar mandir, tersenyum, tertawa, jinjit-jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada di sekitarnya. Jadi, sebenarnya anak tidak memainkan alat permainan tertentu, dan situasi atau objek yang ada di sekelilingnya yang digunakan sebagai alat permainan.

  6. Dramatic play
    Sesuai dengan sebutannya, pada permainan ini anak memainkan peran sabagai orang lain melalui permainanya. Anak berceloteh sambil berpakainan meniru orang dewasa, misalnya ibu guru, ibunya, ayahnya, kakaknya dan sebagainya yang ingin ia tahu. Apabila anak bermain dengan temannya, akan terjadi percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru. Permainan ini penting untuk proses identifikasi anak terhadap peran tertentu.

b. Berdasarkan karakteristik sosial:

  1. Onlooker play
    Pada jenis permainan ini, anak hanya mengamati temannya yang sedang bermain, tanpa ada inisiatif untuk ikut berpartisipasi dalam permainan. Jadi, anak tersebut bersifat pasif, tetapi ada proses pengamatan terhadap permainan yang sedang dilakukan temannya.

  2. Solitary play
    Pada permainan ini, anak tampak berada dalam kelompok permainan, tetapi anak bermain sendiri dengan alat permainan yang dimilikinya dan alat permainan tersebut berbeda dengan alat permainan yang digunakan temannya. Tidak ada kerja sama ataupun komunikasi dengan teman sepermainanya.

  3. Parallel play
    Pada permainan ini, anak dapat menggunakan alat permainan yang sama tetapi antara satu anak dengan anak lain tidak terjadi kontak satu sama lain sehingga antara anak satu dengan anak lain tidak ada sosialisasi satu sama lain. Biasanya permainan ini dilakukan oleh anak toddler.

  4. Associative play
    Pada permainan ini sudah terjadi komunikasi antara satu anak dengan anak lain tetapi tidak terorganisasi, tidak ada pemimpin atau yang memimpin permainan dan tujuan permainan tidak jelas. Contoh permainan jenis ini adalah bermain boneka, bermain hujan-hujanan, dan bermain masak-masakan.

  5. Cooperative play
    Aturan permainan dalam kelompok tampak lebih jelas pada permainan jenis ini juga tujuan dan pemimpin permainan. Anak yang memimpin permainan mengatur dan mengarahkan anggotanya untuk bertindak dalam permainan sesuai dengan tujuan yang diharapkan dalam permainan tersebut. Misalnya, pada permainan sepak bola, ada anak yang memimpin permainan, aturan main harus dijalankan oleh anak dan mereka harus dapat mencapai tujuan bersama yaitu memenangkan permainan dengan memasukan bola ke gawang lawan mainnya.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bermain Pada Anak


Menurut Supartini (2004), ada beberapa faktor yang mempengaruhi bermain, yaitu:

a. Tahap perkembangan anak

Aktifitas bermain yang dilakukan anak harus sesuai dengan tahapan pertumbuhan dan perkembangannya. Artinya, permainan anak usia bayi tidak lagi efektif untuk pertumbuhan dan perkembangan anak usia sekolah, begitupun sebaliknya. Permainan adalah alat stimulasi pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga jenis dan alat permainannya pun harus sesuai dengan karakteristik anak untuk tiap-tiap tahap usianya.

b. Status kesehatan anak

Untuk melakukan aktifitas bermain diperlukan energi. Walaupun demikian, bukan berarti anak tidak perlu bermain pada saat sedang sakit. Kebutuhan bermain pada anak sama halnya dengan kebutuhan bekerja pada orang dewasa. Yang terpenting pada saat kondisi anak sedang menurun atau anak terkena sakit, bahkan dirawat di rumah sakit, orang tua dan perawat harus jeli memilihkan permainan yang dapat dilakukan anak sesuai dengan prinsip bermain pada anak yang sedang dirawat di rumah sakit.

c. Jenis kelamin anak

Ada beberapa pandangan tentang konsep gender dalam kaitanya dengan permainan anak. Permainan adalah salah satu alat untuk membantu mengenal identitas diri sehingga sebagian alat permainan anak perempuan tidak dianjurkan untuk digunakan oleh anak laki laki.

d. Lingkungan

Terselanggaranya aktifitas bermain yang baik untuk perkembangan anak salah satunya dipengaruhi oleh nilai moral, budaya, dan lingkungan fisik rumah. Fasilitas bermain tidak selalu harus yang dibeli di toko atau mainan jadi, tetapi lebih diutamakan yang dapat menstimulus imajinasi dan kreatifitas anak, bahkan sering kali mainan tradisonal yang dibuat sendiri dari atau berasal dari benda-benda di sekitar kehidupan anak lebih merangsang anak untuk kreatifitas.

e. Alat dan jenis permainan

Orang tua harus bijaksana dalam memberikan alat permainan untuk anak. Pilih yang sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak. Label yang tertera pada mainan harus dibaca terlebih dahulu sebelum membelinya, apakah mainan tersebut sesuai dengan usia anak. Orang tua dan anak dapat memilih mainan bersama-sama, tetapi harus diingat bahwa alat permainan harus aman bagi anak. Oleh karena itu, orang tua harus membantu anak memilihkan mainan yang aman.

Pedoman untuk Keamanan Bermain

Menurut Soetjiningsih (1995), agar anak-anak dapat bermain dengan maksimal, maka diperlukan hal-hal seperti:

  1. Ekstra energi
    Untuk bermain diperlukan energi ekstra. Anak-anak yang sakit kecil kemungkinan untuk melakukan permainan.

  2. Waktu

    Anak harus mempunyai waktu yang cukup untuk bermain sehingga stimulus yang diberikan dapat optimal.

  3. Alat permainan

    Untuk bermain, alat permainan harus disesuaikan dengan usia dan tahap perkembangan anak serta memiliki unsur edukatif bagi anak.

  4. Ruang untuk bermain

    Bermain dapat dilakukan di mana saja, di ruang tamu, halaman, bahkan di tempat tidur.

  5. Pengetahuan cara bermain

    Dengan mengetahui cara bermain maka anak akan lebih terarah dan pengetahuan anak akan lebih berkembang dalam menggunakan alat permainan tersebut.

  6. Teman bermain

    Teman bermain diperlukan untuk mengembangkan sosialisasi anak dan membantu anak dalam menghadapi perbedaan. Bila permainan dilakukan bersama dengan orangtua, maka hubungan orangtua dan anak menjadi lebih akrab.

Didalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, bermain diartikan sebagai melakukan sesuatu untuk bersenang-senang. Jadi seorang anak yang bermain berarti anak itu sedang melakukan aktifitas yang menyenangkan bagi dirinya.

Bermain adalah kegiatan yang dilakukan berulang-ulang demi kesenangan, baik dengan tujuan maupun tanpa ada tujuan dan menimbulkan efek menyenangkan pada diri anak. Landreth yang dikutip oleh Masito mengemukakan bermain merupakan bagian integral dari masa kanak-kanak, media yang unik untuk memfasilitasi perkembangan ekspresi bahasa, keterampilan komunikasi, perkembangan emosi, keterampilan sosial, keterampilan pengambilan keputusan, dan perkembangan kognitif pada anak-anak.

Aktifitas bermain yang dilakukan anak-anak merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional dan sosial. Bermain juga merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain, anak-anak akan berkata-kata, belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak, serta suara.

Bermain adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak baik sehat maupun sakit. Melalui bermain anak akan belajar berkata-kata, bagaimana menyesuaikan dengan tuntutan lingkungan, apa yang dapat ia lakukan.

Bermain pada anak sama dengan kerja pada orang dewasa, dan merupakan salah satu cara yang efektif untuk menurunkan stres pada anak, dan juga penting untuk kesejahteraan mental dan emosional anak.

Erickson yang dikutip oleh Pakerti Widia mendefinisikan bermain sebagai suatu situasi dimana ego dapat bertransaksi dengan pengalaman menciptakan suatu model dan menguasai realitas melalui percobaan dan perencanaan.

Bermain adalah kegiatan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan anak sehari-hari karena bermain sama dengan bekerja pada orang dewasa, yang dapat menurunkan stres anak, media yang baik untuk anak belajar berkomunikasi dengan lingkungannya, menyesuaikan diri dengan lingkungannya, dan penting untuk meningkatkan kesejahteraan mental serta sosial anak.

Fungsi Bermain


Fungsi utama bermain adalah merangsang perkembangan sensorismotorik, perkembangan intelektual, perkembangan sosial perkembangan kreativitas, perkembangan kesadaran diri, perkembangan moral dan bermain sebagai terapi.

  1. Perkembangan sensoris-motorik
    Pada saat melakukan permainan, aktifitas sensoris-motorik merupakan komponen terbesar yang digunakan anak dan bermain aktif sangat penting untuk perkembangan fungsi otot.

  2. Perkembangan intelektual
    Pada saat bermain anak melakukan eksplorasi dan manipulasi terhadap segala sesuatu yang ada dilingkungan sekitarnya, terutama mengenal warna, bentuk, ukuran, tekstur, dan membedakan objek. Pada saat bermain pula anak akan melatih diri untuk memecahkan masalah. Misalnya ketika bermain mobil-mobilan, bannya terlepas dan anak dapat memperbaikinya, maka ia telah belajar memecahkan masalahnya melalui eksplorasi alat mainannya dengan menggunakan daya pikir dan imajinasinya semaksimal mungkin. Semakin sering anak melakukan eksplorasi seperti ini, maka akan melatih kemampuan intelektualnya.

Karakteristik Bermain


Ada lima karakteristik bermain yaitu sebagai berikut :

  1. Bermain adalah Sukarela
    Karena didorong oleh motivasi dari dalam diri seseorang sehingga akan dilakukan oleh anak apabila hal itu betul-betul memuaskan dirinya, bukan karena iming-iming hadiah atau karena diperintah oleh orang lain. Jadi, permainan yang dilakukan anak adalah suatu kepuasan tersendiri karena tidak harus memnuhi tuntutan atau harapan dari luar, anak-anaklah yang menentukan perannya sendiri dalam bermain.

  2. Bermain adalah pilihan anak
    Anak-anak memilih secara bebas sehingga apabila seorang anak dipakasa untuk bermain, sekali pun mungkin dilakukan dengan cara yang halus maka aktivitas itu bukan merupakan aktivitas dan bukan lagi bukan lagi kegiatan bermain atau non play.

  3. Bermain adalah permainan yang menyenangkan
    Anak-anak merasa gembira dan bahagia dalam melakukan aktivitas bermain tersebut, bukan menjadi tegang atau stress. Bermain yang menyenangkan merupakan syarat mutlak dalam melakukan kegiatan di TK.

  4. Bermain adalah simbolik
    Melalui kegiatan bermain anak akan mampu menghubungkan pengalaman mereka dengan kenyataan sekarang, misalnya berpura-pura menjadi orang lain, anak-anak akan bertingkah laku seperti yang diperankannya.

  5. Bermain adalah aktif melakukan kegiatan
    Dalam bermain anak-anak bereksplorasi, bereksperimen, menyelidiki dan bertanya tentang manusia, benda-benda, kejadian atau peristiwa.

Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Bermain


Menurut Ismail yang dikutip oleh Montolalu ada tujuh faktor yang dapat mempengaruhi permainan anak, yaitu:

  1. Kesehatan
    Semakin sehat anak, semakin banyak energinya untuk bermain aktif (seperti bermain dan olah raga). Dengan demikian anak yang kekurangan tenaga akan lebih menyukai hiburan saja.

  2. Perkembangan motorik
    Bermain anak pada setiap usia melibatkan koordinasi motorik. Pengendalian motorik yang baik memungkinkan anak terlibat dalam bermain aktif.

  3. Intelegensi
    Pada setiap usia, anak yang pandai lebih aktif ketimbang anak yang kurang pandai, dan bermain mereka lebih menunjukkan kecerdikkan. Anak yang pandai menunjukkan keseimbangan perhatian bermain yang lebih besar, termasuk upaya menyeimbangkan faktor fisik dan intelektual yang nyata.

  4. Jenis kelamin
    Pada masa kanak-kanak, anak laki-laki menunjukkan perhatian pada berbagai jenis bermain yang lebih banyak ketimbang anak perempuan.Tetapi, terjadi sebalikknya pada masa akhir kanak-kanak.

  5. Lingkungan
    Anak dari lingkungan yang buruk, kurang bermain ketimbang anak lainnya.Karena kesehatan yang buruk, kurang waktu, peralatan, dan ruang. Anak yang berasal dari lingkungan desa kurang bermain ketimbang mereka yang berasal dari lingkungan kota. Hal ini karena kurangnya teman bermain serta kurangnya peralatan dan waktu bebas.

  6. Status sosial ekonomi
    Anak dari kelompok sosial ekonomi yang tinggi lebih menyukai kegiatan yang mahal, seperti lomba atletik, bermain sepatu roda.Sedangkan mereka yang berasal dari kalangan bawah terlihat dalam kegiatan yang tidak mahal, seperti bermain bola dan kelereng.

  7. Jumlah waktu bebas
    Jumlah waktu bermain terutama bergantung pada status ekonomi keluarga.Apabila tugas rumah tangga atau pekerjaan menghabiskan waktu luang mereka, anak terlalu lelah untuk melakukan kegiatan yang membutuhkan tenaga yang besar.

Tujuan bermain


Memberikan bermain secara bergantian merupakan sesuatu yang sentral dan gerak perkembangan anak yang terletak pada pola permainan yang diberikan, bermain diberikan kepada anak karena pemahaman daya nalar mereka belum berfungsi secara optimal. Menurut Chayatie yang dikutip oleh Wardani dkktujuan dari bermain antara lain:

  1. Icebreaker, memberi peluang kepada peserta untuk memperkenalkan diri satu sama lain dan menuntun mereka ke pokok permasalahan.
  2. Membangun kerja sama, tim latihan ini digunakan untuk memperbaiki hubungan masing-masing individu dan sekelompok didalam suatu kelompok.
  3. Komunikasi, latihan yang digunakan untuk komunikasi dirancang agar peserta dapat mengetahui keterampilan komunikasi mana yang dapat diperbaiki.
  4. Kemampuan fasilitator atau presentasi, keterampilan memfasilitasi ditujukan kepada orang yang perlu mengembangkan atau memperbaiki kemampuan mereka berbicara didepan umum atau presentase.
  5. Latihan pembangkit semangat, latihan ini dapat digunakan kapan saja jika anda melihat peserta sudah mulai kehilangan minatnya atau mengantuk.
  6. Pembelajaran, latihan ini dirancang bagi para peserta agar dapat melihat sikap atau gaya belajar mana yang memerlukan perbaikan.
  7. Persepsi, latihan presepsi umumnya menyenangkan bagi setiap orang yang menggunakannya.
  8. Evaluasi, sebagian besar latihan evaluasi ditujukan kepada para peserta untuk mengevaluasi diri sendiri atau program.
  9. Manajemen diri, latihan ini memberikan peluang kepada peserta untuk memahami bagaimana mereka dapat memperbaiki teknik pengembangan diri mereka sendiri.

Bermain merupakan sifat naluriah seorang anak. Bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan dan menarik. Bermain membantu mengembangkan imajinasi anak, kreativitas, kemampuan dalam memecahkan masalah dan meningkatkan keterampilan sosial.

Dengan menggunakan imajinasi, mereka menciptakan kepercayaan untuk bermain yang memungkinkan anak-anak untuk memiliki kontrol atas dunia mereka ketika bermain. Seorang anak bisa bermain sendiri, bermain dengan anak lain, tetapi memiliki interaksi terbatas, atau dua atau lebih anak bisa aktif bermain bersama, berbagi pengalaman.

Arti bermain bagi anak berdasarkan pengamatan, pengalaman dan hasil penelitian para ahli mengemukakan bahwa bermain mempunyai arti sebagai berikut: dengan bermain, anak memperoleh kesempatan mengembangkan potensi-potensi yang ada pada dirinya dan memberikan peluang bagi anak untuk berkembang seutuhnya baik fisik, intelektual, bahasa dan perilakunya.

Bermain juga berfungsi sebagai terapi dalam kehidupan anak, karena dengan bermain anak akan merasa senang dan menimbulkan kepuasan pada anak. Melalui bermain anak memperoleh kesempatan menemukan serta bereksperimen dengan alam sekitar. Contoh: ketika anak mengamati tanaman yang tumbuh, maka anak akan memperoleh pengalaman yang makin memperjelas hal-hal yang mereka pelajari di kelas atau di rumah tentang bagian-bagian yang ada pada tanaman.

Ada beberapa tahap-tahap perkembangan bermain menurut Piaget:

  1. Sensory Motor Play adalah bermain yang mengandalkan indera dan gerakan-gerakan tubuh (anak usia 3 atau 4 bulan – 24 bulan)

Bermain dimulai pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum usia 3 bulan – 4 bulan, gerakan atau kegiatan anak belum dapat dikategorikan bermain. Sejak usia 3 bulan – 4 bulan kegiatan anak lebih terkoordinasi dan belajar dari pengalamannya. Pada usia 18 bulan baru tampak adanya percobaan-percobaan aktif pada kegiatan bermain anak.

  1. Symbolic atau Make Believe Play (usia 2 tahun – 7 tahun)

Periode pra operasional yang terjadi antara 2 tahun – 7 tahun dapat di kategorikan symbolic , tandanya ialah anak dapat bermain imajinasi dan bermain pura-pura. Pada masa ini anak lebih banyak bertanya dan menjawab pertanyaan.

  1. Social Play Games With Rules (8 tahun – 11 tahun)

Dalam bermain pada tahap yang tertinggi, penggunaan simbol lebih banyak diwarnai oleh nalar dan logika yang bersifat objektif. Sejak usia 8 tahun – 11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rules .

  1. Games With Rules And Sport (11 tahun ke atas)

Kegiatan bermain ini masih menyenangkan dan dinikmati anak-anak, meskipun aturannya jauh lebih ketat.

Jadi, bermain bagi anak merupakan proses belajar yang menyenangkan karena bermain dapat membantu anak mengenal dunianya, mengembangkan konsep-konsep baru, mengambil resiko, meningkatkan keterampilan sosial anak dan dapat membentuk perilaku anak.

Mulyadi (2004) memberikan 5 definisi tentang bermain, yaitu:

  1. Sesuatu yang menyenangkan dan memiliki nilai intrinstik pada anak,
  2. Tidak meiliki tujuan ekstrinsik, motivasinya lebih bersifat intrinsic,
  3. Bersifat spontan dan sukarela, tidak ada unsur keterpaksaan dan bebas dipilih oleh anak, 4. Melibatkan peran aktif keikut sertaan anak,
  4. Memiliki hubungan sistematik yang khusus dengan sesuatu yang bukan bermain, seperti kreativitas, pemecahan masalah, belajar Bahasa, perkembangan sosial dan sebagainya.

Permainan menurut KBBI adalah sesuatu yang digunakan untuk bermain, barang atau sesuatu yang dipermainkan. Ada beberapa ahli yang menjelaskan teori tentang permainan. Menurut Gross , permainan harus dipandang sebagai latihan fungsi-fungsi yang sangat penting dikehidupan dewasa nanti. Sedangkan menurut Schaller , permainan memberikan kelonggaran sesudah melakukan tugas dan sekaligus mempunyai sifat membersihkan, ia berpendapat bahwa permainan adalah kebalikan dari bekerja.