Antara agama dan budaya, tidak ada titik temu?

Saat ini banyak sekali perdebatan yang dilatarbelakangi oleh kepercayaan agama dan adat istiadat atau budaya. Seperti contohnya tahlilan, banyak orang yang bilang bahwa ini bukan ajaran agama islam, namun orang kita sudah terbiasa melakukannya untuk mendoakan orang yang baru meninggal.

Ini memperlihatkan bahwa antara agama dan budaya sedikit tidak menemukan titik temu, bahakn bertentangan. Disatu sisi, agama merupakan petunjuk dan sumber kehidupan, sebagai yang meyakini agama, mempercayai ilmu agama adalah iman. Di sisi lain, budaya adalah ciri khas yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat Indonesia dan tidak dapat dipisahkan.

Lalu, teman-teman berada di posisi mana, jika diharuskan memilih, dan mengapa demikian? Terus apa yang harus dilakukan masyarakat terkait dengan perdebatan ini?

1 Like

menurut pandangan aku agama menyebarkan ajarannya melalui budaya dan budaya membutuhkan agama untuk melestarikannya. Agama tidak serta-merta menghapus budaya dalam masyarakat, yang beberapa memang tidak sesuai dan bertolak belakang dengan nilai-nilai agama. Akan tetapi, agama lebih menggunakan budaya untuk media dakwah sekaligus masuk dalam budaya dengan menyesuaikan apa yang boleh atau sesuai dengan ajarannya Di sini agama berperan untuk memfiltrasi berbagai norma dan nilai dari kebudayaan, misalkan: budaya wayang, tumpengan, tahlilan, dan sebagainya.

Bung Karno pernah mengatakan “Kalau jadi Hindu jangan jadi orang India, kalau jadi orang Islam jangan jadi orang Arab, kalau Kristen jangan jadi orang yahudi, tetaplah jadi orang nusantara dengan adat-budaya nusantara yang kaya raya ini”. Kalimat tersebut memang mengundang banyak pro-kontra karena memang berpotensi menimbulkan multi-tafsir. Namun sebenarnya inti dari kalimat tersebut ada di bagian akhir, yaitu “tetaplah jadi orang nusantara dengan adat-budaya nusantara yang kaya raya ini”.

Setiap agama memiliki negara asal terciptanya, seperti Islam dari Arab, Kristen dari wilayah Levant yang sekarang berada di Palestina, Hindu dan Buddha dari India, dan Konghucu dari Tiongkok. Dari situ entah kita sadari atau tidak, setiap negara asal agama-agama tersebut tentunya memiliki budaya tersendiri yang telah ada jauh sebelum agama itu tercipta. Aku ambil contoh Islam dari Arab dan budaya dandanan serta pakaian Arab. Sejak sebelum lahirnya agama Islam, orang Arab telah memakai sorban dan gamis yang fungsinya untuk melindungi tubuh mereka dari terpaan pasir gurun. Dengan demikian, sorban dan gamis bukanlah ciri agama Islam namun merupakan budaya bangsa Arab.

Dari pernyataan Bung Karno tersebut dapat kita pahami bahwa kita memang diwajibkan untuk meyakini dan mengamalkan agama yang kita percayai. Namun, kita harusnya bisa membedakan mana ajaran agama dan mana budaya negara asal agama tersebut. Inilah yang seringkali menimbulkan kesalahpahaman. Pernyataan Bung Karno tersebut memiliki makna yang sangat bagus, yaitu mengingatkan kita untuk selalu melestarikan adat dan budaya nusantara.

Jadi kesimpulannya, sebagai umat yang taat kepada agamanya dan cinta kepada negaranya, baiknya kita bisa menyeimbangkan kewajiban kita dalam beribadah dengan tetap melestarikan budaya kita. Karena sejak zaman dahulu, agama kita tidak dapat terlepas dari akulturasi budaya lokal seperti Wali Songo yang menyebarkan Islam dengan menggunakan budaya Jawa, adanya Gereja Kristen Jawa (GKJ), dan agama Hindu-Buddha di Indonesia yang ternyata berbeda dengan yang ada di India.

Sumber

Ngasiran, N. (2018, 23 Januari). Hindu Buddha di Nusantara Beda dengan Versi India. Diakses pada 29 Juli 2021, dari Hindu Buddha di Nusantara Beda dengan Versi India.

Siregar, F. G. B. (2017, 29 Januari). Mengulik Ucapan Bung Karno “Kalau Jadi Orang Islam Jangan Jadi Orang Arab…”. Diakses pada 29 Juli 2021, dari Mengulik Ucapan Bung Karno "Kalau Jadi Orang Islam Jangan Jadi Orang Arab..." Halaman all - Kompasiana.com.

Sucahyo, N. (2018, 3 November). Mencari Titik Temu Agama dan Budaya. Diakses pada 29 Juli 2021, dari Mencari Titik Temu Agama dan Budaya.

Fenomena yang banyak terjadi di masyarakat kita adalah pergolakan yang terjadi antara agama dan kebudayaan setempat. Sebagian orang berpendapat bahwa mengamalkan ajaran agama harus persis seperti apa yang diajarkan di tempat pertama agama itu ada. Namun, sebagian lagi berpendapat bahwa mengamalkan agama dan budaya secara bersamaan itu sah-sah saja selagi tidak menyimpang dari ajaran utama. Bagi saya, di Indonesia ini agama dan budaya asli seharusnya bisa hidup bersama. Kalau kita menilik ke belakang, ajaran dari luar dikenalkan di Indonesia juga dengan pendekatan kebudayaan. Saya ambil contoh dari Sunan Bonang, beliau mengenalkan agama Islam di Nusantara dengan cara menyelipkan ajarannya dalam seni seperti wayang dan tembang Jawa. Beliau melakukan ini karena tahu masyarakat pada saat ini masih kental dan susah dipisahkan dengan kebudaayan yang telah ada lebih dulu dan lebih melekat pada kehidupan sehari-hari.

Memeluk suatu agama bukan berarti harus meninggalkan segala bentuk kearifan lokal dan hanya berkiblat pada kearifan lokal dimana agama berasal. Tapi, tak ada salahnya cermat memilah bagian budaya mana yang tidak sesuai dengan ajaran agama. Bagaimanapun juga, kita bebas memilih mau mengikuti yang mana sesuai kepercayaan masing-masing. Yang penting adalah jangan sampai lupa bahwa kita adalah masyarakat asli Indonesia. Di sini kita hidup di bangsa yang majemuk, jadi tetap hormatilah kepercayaan asli dan kepercayaan yang kamu anut.

Justru menurut saya, agama dan budaya adalah dua hal yang tak terpisahkan. Agama merupakan salah satu bentuk budaya sehingga agama pun juga membawa banyak unsur budaya di dalamnya.

Religion and culture always exist in a close relation. Together with aesthetics and ethics, religion constitutes culture. Religion is expressed and clothed in cultural guise. (Beyers, 2017)

Agama dan budaya sebenarnya memang merupakan dua hal yang berbeda. Terkadang, menjadikan agama sebagai identitas budaya (seperti yang banyak terjadi dalam banyak adat) bisa mengaburkan batas antara agama dan budaya. Namun ada kalanya agama dan budaya berada di posisi yang saling berlawanan, ketika agama menjadi semacam anti-budaya.

Ada kemungkinan juga jika agama dan budaya tidak memiliki titik temu, mungkin saja budaya yang dimaksud berada di luar budaya asli agama tersebut sehingga terjadi kontradiksi.

Referensi

Beyers, J. (2017). Religion and culture: Revisiting a close relative. Herv. theological studies. vol.73 n.1 Pretoria

Terima kasih teman atas pandanganya. Menarik kesimpulan teman-teman diatas mengakui bahwa Indonesia memiliki permasalahan ini, tapi disisi lain menganggap bahwa kedua hal ini justru saling berhubungan, seperti penyebaran agama melalui budaya.

Ini sebenarnya jadi permasalahan juga buat saya, karena beberapa kali mendapat kritik atau protes dari orang tua terkait dengan budaya atau kebiasaan yang dilakukan, dengan dalih tidak sesuai dengan agama. Menurut saya pribadi, meyakini budaya sampai melakukan kegiatan budaya itu gak salah sama, malah bagus. Saat ini saya malah lihat bahwa orang-orang banyak yang mengikuti budaya lain, sesuai dengan kata-kata

Dan tentu saja, agama-agama yang dianut oleh masyarakat Indonesia mayoritas berasal dari luar Indonesia, sehingga awalnya tidak terlalu memiliki hubungan atau keterkaitan dengan budaya di sini.

1 Like

saya setuju dengan pendapat @nichobisma Jika Agama Tidak Sejalan dengan Budaya: Suatu Refleksi terhadap Perubahan Identitas Agama. Dalam suatu budaya tertentu yang di dalamnya terdapat perbedaan ajaran dengan ajaran agama, maka keduanya tidak akan dapat berjalan bersama. Ada kalanya ajaran dalam budaya tidak dapat diterima dalam ajaran agama tertentu.

1 Like