Anorexia nervosa:bertubuh kurus untuk bahagia

IMG-20200417-WA0004

Seringkali gangguan psikologis diartikan sebagai penyakit yang mengganggu psikologi, behaviour, dan segala sesuatu yang mempengaruhi aktivitas sosial. Namun apakah kalian tahu ternyata ada loh gangguan psikologis menyerang nafsu makan seseorang, penyakit ini disebut anorexia nervosa. Penyakit ini mungkin masih asing didengar untuk sebagian orang karena kasus ini sebagian besar terjadi di Benua Eropa. Anorexia nervosa adalah penyakit psikologis yang mempengaruhi penderitanya untuk terus menerus mengurangi berat badan
(Morris & Twaddle, 2007). 80-90% penderita anorexia adalah kaum perempuan. Mayoritas penderita anorexia yaitu sekitar 0,3% wanita muda dengan presentase resiko meningkat 2 kali lipat untuk remaja dengan umur rata-rata diatas 15 tahun. Anorexia merupakan penyakit yang serius dengan tingkat kematian yang tinggi, outcome yang buruk dan belum adanya treatment yang membantu secara empiris untuk orang dewasa.

Seringkali pemicu anorexia adalah sikap obsesif ingin mempunyai tubuh yang ramping. Karena itu tak jarang penderita anorexia adalah seseorang yang sangat memperhatikan berat badannya, seperti model, artis, bahkan olahragawan. Tak hanya itu, penderita anorexia juga biasanya adalah seseorang yang terkena body shamming dalam lingkungannya terutama dalam masalah berat badan. Untuk memperoleh berat badan yang ramping penderita akan melakukan diet ekstrim untuk menurunkan berat badannya. Ketika penderita mengalami penurunan berat badan, penderita akan bahagia dan lama kelamaan akan adiktif untuk mengurangi berat badannya secara terus menerus. Apabila penderita gagal mengurangi berat badan ia akan merasa depresi. Perasaan depresi dan kesenanagan yang didapatkan jika berat badan turun ini yang memicu penderita anorexia terus menerus menurunkan berat badannya. Karena sikap obsesif terhadap penurunan berat badan ini, penderita anorexia akan melakukan segala usaha yang akan membuat berat badannya turun. Pada umumnya mereka akan mengurangi porsi makan mereka atau bahkan tidak makan sama sekali. Selain itu cara-cara yang lain seperti berolahraga denga ekstrem, memuntahkan makanannya, hingga meminum obat pencahar. Cara-cara ini mereka lakukan untuk mengontrol berat badan mereka agar tetap turun.

Pada tahap yang paling parah penderita anorexia tidak lagi dapat mengkonsumsi makanan seperti pada manusia umumnya dikarenakan otak mengirim sinyal kepada tubuh untuk memuntahkan kembali makanan tersebut. Perilaku tersebut terjadi karena penderita anorexia akan mengalami ketakutan apabila ia mengkonsumsi makanan ia akan mengalami kenaikan berat badan yang mana dalam sudut pandang mereka akan membuat dirinya tidak cantik, tidak berguna dsb. Keinginan diri yang ingin terus menerus menurunkan berat badan inilah yang membuat anorexia sulit disembuhkan. Ciri utama penderita anorexia adalah penurunan berat badan yang sangat drastis dilihat dari penampilan fisiknya. Sebelum terjadinya penurunan berat badan yang sangat drastis penderita anorexia cenderung menutup diri, depresi, sering bercermin untuk mengevaluasi bentuk tubuhnya, dan sering menimbang berat badan. Diagnosis awal adanya anorexia seringkali datang dari orang tua, teman dan saudara terdekat untuk setelahnya diketahui dokter. Anorexia menjadi sangat parah ketika indeks massa tubuh 17,5 atau kurang, mempunyai gangguan hormon, dan terjadi amenorrhoea (tidak mengalami menstruasi bulanan). Gangguan hormon yang biasanya dimiliki penderita anorexia adalah gangguan pada hormon norepinefrin dan MPHG yaitu produk akhir dari norepinefrin pada urine dan cairan serebrospinal. Adanya gangguan pada serotonin, dopamin, dan norepinefrin juga menyebabkan masalah pola makan. Gangguan hormon pada penderita anorexia sebagian besar berada di otak yang menjadikan penderita anorexia memiliki masalah serius pada struktur biokimia otak.

Penelitian terbaru pada anorexia nervosa difokuskan pada “ reward pathways ”, dengan hipotesis bahwa jalur ini mungkin mengganggu mekanisme pendekatan makanan pada penderita. Makanan adalah stimulus penting atau “ natural reward ”, dan jalur “reward” sama dengan penyalahgunaan zat yang diaktifkan ketika kita menginginkan, mendekati, dan memakan makanan. Bagian penting pada sirkuit termasuk ventral striatum, yang mana menerima input dopaminergic otak tengah dan mendoroong motivasi dan pendekatan “ reward ”, tugas orbitofrontal cortex untuk penilainan “ reward ”; insula, yang mana memproses sensasi rasa kita dan meningkatkan input ke striatum, dan hipotalamus yang berhubungan dengan homeostasis body. Dengan adanya penyebab yang kompleks ini penderita anorexia yang telah tahap lanjut perlu direhabilitasi dan diawasi oleh profesional di bidang eating disorder .

Pada akhirnya penderita anorexia harus menggunakan feeding tube agar dapat bertahaan hidup. “Feeding tube” yaitu sebuah tube yang dimasukkan lewat hidung menuju lambung. Alat ini nantinya akan membantu mengantar nutrisi dalam bentuk cair yaitu TPN (Total Parental Nutrition) kedalam lambung penderita anorexia, sehingga penderita anorexia akan tetap mendapatkan energi untuk melakukan metabolisme agar dapat tetap hidup. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit anorexia muncul akibat perspektif dan cara pandang yang terlalu ekstrim terhadap standar tubuh langsing. Akibat dari perspektif tersebut tubuh akan merespon dengan tidak dapat mengkonsumsi makanan. Sehingga cara yang dapat dilakukan untuk menghindari penyakit ini adalah dengan self love . Mencintai diri sendiri apa adanya dan menyadari bahwa kecantikan tidak datang hanya dari tubuh yang kurus ramping, menyadari bahwa semua orang dengan bentuk badan apapun adalah cantik. Selain itu, tidak melakukan diet ekstrim seperti memuntahkan kembaali makanan yang telah dimakan. Karena hal tersebut dapat memicu bulimia yang nantinya akan menimbulkan penyakit anorexia. Serta senantiasa menerapkan hidup sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Gorwood, P., Blanchet-Collet, C., Chartel, N. & Duclos, J., 2016. New Insights in Anorexia Nervosa. Frontiers in Neuroscience . Volume(10):1-21.
Le, l.K.-D., Barendregt, J.J., Hay, P. & Mihalopoulus, C., 2017. Prevention of Eating Dissorder; A Systemic Review and Meta-Analysis. DRO . Volume(53):1-50.
Morris, J. & Twaddle, S., 2007. Clinical Review Anorexia Nervosa. Bmj . Volume(334):894-98.
Zipfel, S. et al., 2015. Anorexia Nervosa; aetiology, assessmet, and treatment. Lancet Psychiatry . Volume(1)1-5.

1 Like