Ancaman Pidana Pelaku Kekerasan Terhadap PRT Anak


Apabila si X mengizinkan anak di bawah umur yang bekerja kepadanya sebagai pekerja rumah tangga (PRT) dibawa pergi oleh si Y untuk tujuan membantu orang tersebut, dan ternyata anak tersebut dianiaya atau mengalami tindak kekerasan saat dibawa pergi, apakah si X terkena sanksi pidana?

Untuk menjawabnya, kami akan menggunakan pendekatan Teori Penyertaan dalam tindak pidana pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”). Menurut Pasal 55 KUHP, terdapat empat golongan orang yang dapat dipidanakan, yakni:

  1. Pelaku (pleger);
  2. Menyuruh melakukan (doenpleger);
  3. Turut serta (medepleger);
  4. Penganjur (uitlokker).

Dengan penggolongan pelaku pidana di atas, X tidak dapat disebut sebagai “pelaku” (pleger) karena pelaku kekerasan sesungguhnya adalah Y.

X juga bukan termasuk orang yang “menyuruh melakukan” (doenpleger) karena X tidak menyuruh Y untuk melakukan kekerasan pada si pekerja anak tersebut.

X juga tidak bisa dikategorikan “turut serta” (medepleger). R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 73) menjelaskan mengenai apa yang dimaksud dengan “orang yang turut melakukan” (medepleger) dalam Pasal 55 KUHP.

Menurut R. Soesilo, “turut melakukan” dalam arti kata “bersama-sama melakukan”. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana. Di sini diminta bahwa kedua orang itu semuanya melakukan perbuatan pelaksanaan, jadi melakukan anasir atau elemen dari peristiwa tindak pidana itu. Tidak boleh misalnya hanya melakukan perbuatan persiapan saja atau perbuatan yang sifatnya hanya menolong, sebab jika demikian, maka orang yang menolong itu tidak masuk “medepleger” akan tetapi dihukum sebagai “membantu melakukan” (medeplichtige) dalam Pasal 56 KUHP.

Dalam hal ini, X tidak dapat dikategorikan “turut serta” karena X tidak melakukan perbuatan pelaksanaan dari tindak kekerasan tersebut. Yang terakhir, X juga tidak memenuhi unsur sebagai “penganjur” (uitlokker) karena Y melakukan kekerasan kepada anak tersebut bukan anjuran/saran dari X.

Penganiayaan terhadap Anak
Jadi, dalam hal ini, X tidak dapat turut dipidana karena X tidak dapat dikategorikan ke dalam empat golongan yang dapat dipidanakan menurut KUHP di atas. Sedangkan perbuatan Y yang melakukan penganiayaan dan kekerasan terhadap anak tersebut dapat dipidana.

Pasal tentang penganiayaan anak ini diatur khusus dalam Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”).

sumber: hukumonline.com