Ada apa dengan Privilege for Good Looking?

good looking

Menurut jurnal Blinded by Beauty:Attractiveness Bias and Accuraye Perceptions of Academic Performance, bahwa
There are various perspectives on why and how such social attributions from faces are made that explain the potential both for accuracy and for limitations in accuracy. Biological cues may shed light on how people are rating social judgements at above-chance accuracy from neutral-expression facial images alone.

Dengan good looking kita diberi privilege dari semua orang termasuk perusahaan. Jika kalian pernah menemukan syarat melamar pekerjaan dan salah satu diantaranya adalah berpenampilan menarik. Daya tarik fisik memiliki pengaruh pada sifat kecerdasan seseorang. Dikatakan proporsi ideal dan wajah simetris, merupakan jawaban dari pola makan yang bergizi.

  • Bagaimana dengan mereka yang mengaku tidak good looking?
  • Apakah mereka tidak memiliki kesempatan yang sama?
    Pertanyaan ini yang mewakili kita semua setelah membaca jurnal diatas, dan sangat mengecewakan jika hal tersebut menjadi sebuah tolak ukur dalam segala hal.

Menurut kalian, tanggapan apa yang cocok untuk menjawab pertanyaan diatas? Dan apakah riset dari jurnal Blinded by Beauty dapat dipatahkan?

References of Journal
KK Sosmed Podcast - Dinda Pratiwi

berdasarkan pengalaman yang saya rasakan, terkadang di Indonesia privilege bukan hanya harus good looking dalam artian semisal dia perempuan maka harus cantik atau pria maka harus tampan. tetapi dari gaya berpakaiannya karena cantik atau tampan itu menurut saya relatif, dan kalau gaya berpakaiannya rapi serta perilaku dan tutur katanya juga sopan menurut saya itu sudah termasuk dalam kategori menarik.

bisa dikatakan good attitude juga penting, tetapi orang disekitar seringkali terpacu untuk selalu jadi good looking (dalam artian ingin menjadi cantik atau tampan sesuai standart yang entah tercipta dari mana dan seharusnya menurut saya tidak ada hal seperti itu)

terkait privilege good looking sepertinya saya kurang setuju, karena saya banyak mendapatkan privilege karena gender. Banyak sekali privilege yang saya dapatkan sebagai perempuan yang menurut saya sangat membantu dan bernilai positif. Seperti misalnya saat kesulitan untuk mengeluarkan motor di parkiran, seringkali saya dibantu oleh orang disekitar saya yang bahkan saya tidak kenal. atau saat kesulitan melakukan parkir mobil tetapi tidak ada tukang parkir, apabila saya membuka kaca mobil saya dan terlihat sebagai perempuan maka akan ada saja orang yang bantu mengarahkan.

dijalan perumahan juga, apabila tidak sengaja berpapasan dengan mobil lain dijalan sempit biasanya dengan menunjukan supir mobilnya perempuan maka mobil lain akan memikirkan dan mengarahkan bagaimana caranya agar bisa lewat dengan aman.

dan saat ini juga kemana-mana menggunakan masker, yang menurut saya wajah tidak terlihat dengan baik dan jelas dan membuat orang jadi tidak bisa menilai dengan baik wajah seseorang ini cantik/tampan. tetapi saya tetap mendapatkan privilege karena gender seperti yang telah saya sebutkan diatas.

Good looking memang merupakan privilege yang ‘menguntungkan’ dibeberapa kesempatan. Termasuk kemudahan diterima dimasyarakat. Tapi untuk kasus ini, menurutku ya, “berpenampilan menarik” sebagai syarat melamar pekerjaan itu belum memiliki definisi yang jelas. Ngga ada patokan, batasan dan kriteria yang jelas akan syarat ini, tapi menurutku maksud berpenampilan menarik disini maksutnya bukan sebatas handsome beautiful, tapi secara penampilan fisik (berpakaian) mereka rapih dan ‘sedap dipandang’ sehingga menjadi poin plus menurut interviewer.
Coba bayangkan kita melakukan interview tetapi pakaian kita berantakan, peluh keringat bercucuran, apakah menarik untuk dilihat? kan tidak.

Nah, sehingga kalo dasar ‘berpenampilan menarik’ ini didasarkan pada cara dia berpenampilan (bukan wajah simetris, tubuh ideal, dll) menurutku semua orang akan memiliki kesempatan yang sama, yang membedakan hanya cara berpikir dan cara dia bekerja.

Jadi, syarat berpenampilan menarik ini sifatnya sangat subyektif. Tapi biasanya berpenampilan menarik itu lebih ke arah orang yang bisa menjaga penampilan seperti paham make up, paham dressing, paham bagaimana menggunakan bahasa tubuh (body language), dan sebagainya yang berkaitan dengan penampilan fisik. Biasanya dibutuhkan kalau profesinya berkenaan dengan hubungan sosial antar manusia seperti PR, marketing, Trainer, dan lain sebagainya. Mungkin memang ga ada hubungannya antara skill dengan penampilan, tapi kita tidak bisa menampik fakta bahwa orang akan jauh lebih nyaman berbicara dengan orang yang memperhatikan penampilan fisiknya dibandingkan dengan yang tidak

Menurut saya, berpenampilan menarik sebagai salah satu syarat melamar kerja bisa jadi untuk meningkatkan strategi pemasaran dari perusahaan yang menerapkannya. Karena, tidak dapat dipungkiri bahwa daya tarik fisik masih menjadi salah satu faktor terjadinya hubungan interpersonal dan munculnya interest. Jadi, sebenarnya tidak salah dengan syarat tersebut.

Namun, setiap orang sudah memiliki tempatnya masing-masing, seperti orang yang bersuara bagus menjadi penyanyi atau podcaster, orang yang tangannya lihai menjadi pelukis atau pemahat, begitu pula dengan orang yang menggunakan beauty privilege sebagai salah satu hal yang dijual untuk menarik minat orang lain. Lagipula, kecantikan itu relatif, jadi tergantung bagaimana orang menilai dan bagaimana perspektif dari tiap orang.

Saya juga merasakan ketidakadilan dari Beauty Privilege ini, namun saya mengabaikannya. Karena kalau dipikir-pikir untuk apa mengikuti kata orang, mereka tidak memiliki hak untuk menjadikan diri kita seperti ekspektasinya. Jadi, saya mengabaikannya dengan bersyukur dan meningkatkan kelebihan yang saya miliki dibalik kekurangan yang ada.