5 Cara Sukses Melawan Rasa Malas dan Meraih Kesuksesan Menurut Prinsip Kehidupan Orang Jepang

Dalam mengejar kesuksesan, salah satu rintangan terbesar yang sering kita hadapi adalah rasa malas. Prinsip kehidupan orang Jepang, yang dikenal dengan ketekunan, disiplin, dan keseimbangan, menyediakan wawasan berharga tentang cara mengatasi rasa malas dan bergerak menuju kesuksesan.

Tulisan ini, “5 Cara Sukses Melawan Rasa Malas dan Meraih Kesuksesan Menurut Prinsip Kehidupan Orang Jepang,” menjelajahi metode dan filosofi yang telah membantu masyarakat Jepang tidak hanya dalam meningkatkan produktivitas tapi juga dalam mencapai kesejahteraan pribadi dan profesional.

Dari konsep ikigai hingga filosofi kaizen, kita akan membongkar enam strategi inti yang dapat diadaptasi siapa saja untuk memotivasi diri sendiri, meningkatkan disiplin, dan akhirnya, meraih kesuksesan.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan panduan praktis dan inspirasi bagi siapa saja yang ingin mengalahkan rasa malas dan membangun kehidupan yang lebih produktif dan bermakna.

Ikigai


Ikigai adalah konsep Jepang yang secara kasar diterjemahkan sebagai “alasan untuk hidup.” Konsep ini merupakan gabungan dari dua kata dalam bahasa Jepang: “iki” (hidup) dan “gai” (alasan). Pada intinya, ikigai berkaitan dengan menemukan kegembiraan, kepuasan, dan arti dalam kehidupan sehari-hari.

Hidup akan memiliki nilai lebih ketika seseorang menemukan alasan untuk bangun setiap pagi.

Konsep ikigai dapat dipahami melalui diagram Venn yang menggambarkan empat aspek utama kehidupan yang saling berhubungan: apa yang Anda cintai (passion), apa yang Anda kuasai (vocation), apa yang dibutuhkan dunia (mission), dan apa yang dapat Anda bayarkan (profession). Titik temu keempat aspek tersebut merupakan ikigai seseorang, menunjukkan sebuah jalur di mana individu tidak hanya menemukan kepuasan dalam apa yang mereka lakukan, tetapi juga memberikan kontribusi positif bagi masyarakat.

image

Penggunaan praktis dari ikigai tidak terbatas pada aspek karir saja tetapi juga dalam berbagai aspek kehidupan lainnya. Mengidentifikasi ikigai pribadi membantu seseorang dalam membuat keputusan yang lebih bermakna, meningkatkan kebahagiaan, dan mendorong produktivitas.

Penting untuk dicatat bahwa menemukan ikigai merupakan sebuah proses yang berkelanjutan dan sering kali membutuhkan introspeksi mendalam. Hal ini mungkin melibatkan eksplorasi berbagai kegiatan, hobbi, dan jalur karir hingga seseorang menemukan kombinasi yang tepat yang memenuhi keempat aspek tersebut.

Dalam konteks budaya Jepang, ikigai juga berkaitan dengan konsep kebersamaan dan keharmonisan sosial. Ini menggarisbawahi pentingnya menemukan tempat seseorang dalam masyarakat dan cara individu tersebut dapat berkontribusi secara positif. Oleh karena itu, ikigai sering kali dipandang sebagai keseimbangan antara kebutuhan pribadi dan tuntutan sosial, memungkinkan seseorang untuk hidup dengan penuh arti sambil menjaga kesejahteraan komunal.

Penelitian menunjukkan bahwa memiliki ikigai dapat berkontribusi pada lonjakan umur yang lebih panjang dan lebih sehat. Hal ini mungkin karena individu yang memiliki rasa tujuan cenderung lebih termotivasi untuk menjaga kesehatan mereka dan terlibat dalam aktivitas yang memperkaya jiwa.

Kesimpulannya, ikigai bukan hanya tentang menemukan pekerjaan yang sempurna atau hobi yang memuaskan; ini tentang menemukan keseimbangan yang harmonis antara berbagai aspek kehidupan yang memberi seseorang rasa tujuan dan kebahagiaan. Dengan menjadikan ikigai sebagai pusat, individu dapat merancang kehidupan yang memuaskan dan bermakna, sekaligus berkontribusi positif bagi masyarakat sekitar mereka.

Shosin


Shoshin merupakan konsep Zen Buddhism yang berarti “pikiran pemula.” Dalam praktiknya, shoshin mengajak kita untuk mendekati kehidupan dan pembelajaran dengan rasa ingin tahu, keterbukaan, dan tanpa prasangka, seakan-akan kita baru pertama kali menemui sesuatu, meskipun pada kenyataannya kita mungkin sudah mengalaminya berulang kali. Konsep ini menekankan pentingnya menjaga kesegaran pikiran, memungkinkan seseorang untuk terus belajar dan berkembang tanpa terhambat oleh pengetahuan atau pengalaman sebelumnya.

Shoshin mengingatkan kita bahwa menjadi seorang ahli dalam suatu bidang bisa jadi sebuah pedang bermata dua. Di satu sisi, keahlian membawa pengetahuan mendalam dan kemahiran. Namun, di sisi lain, bisa mengakibatkan kekakuan pikiran, di mana seseorang menjadi begitu terikat pada apa yang mereka tahu sehingga mereka kehilangan kemampuan untuk melihat dengan perspektif baru atau menerima informasi baru. Dengan memelihara shoshin, seseorang berusaha untuk terus melihat dunia dengan mata yang terbuka lebar, menerima pelajaran dari semua pengalaman, dan mendekati setiap tugas atau tantangan dengan sikap yang segar dan penuh antusiasme.

Setiap momen adalah mempelajari sesuatu yang baru, yang didasari oleh rasa keingintahuan yang tinggi

Dalam konteks pembelajaran, shoshin mengajarkan kita bahwa setiap momen adalah kesempatan untuk belajar sesuatu yang baru, bahkan jika itu sesuatu yang kita pikir kita sudah pahami sepenuhnya. Ini menantang kita untuk melepaskan ego dan kesombongan yang mungkin datang dengan menjadi seorang ‘ahli’, mengakui bahwa selalu ada ruang untuk pertumbuhan dan peningkatan. Prinsip ini dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan, dari belajar keterampilan baru, beradaptasi dengan perubahan dalam pekerjaan, hingga memperdalam hubungan interpersonal.

Shoshin juga memiliki implikasi yang mendalam dalam inovasi dan kreativitas. Dengan memelihara pendekatan yang terbuka dan ingin tahu, individu dan organisasi dapat lebih mudah menemukan solusi inovatif untuk masalah yang rumit. Ini membuka jalan untuk eksplorasi dan eksperimen tanpa rasa takut akan kegagalan, mengingat setiap kegagalan dan kesuksesan sama-sama dihargai sebagai kesempatan belajar.

image

Penerapan shoshin dalam kehidupan sehari-hari dapat mengambil bentuk praktik sederhana seperti meditasi, jurnal reflektif, atau bahkan kegiatan kreatif yang menantang kita untuk keluar dari zona nyaman. Tujuannya adalah untuk mengembangkan sikap yang terus menerus mencari dan menghargai kebaruan dalam segala hal, dari tugas rutin sehari-hari hingga pengalaman hidup yang paling transformatif.

Mengadopsi shoshin bukan berarti menolak semua yang kita tahu atau membuang pengetahuan yang telah kita kumpulkan. Sebaliknya, itu tentang menyeimbangkan pengetahuan itu dengan kesadaran bahwa tidak peduli seberapa banyak kita tahu, selalu ada sesuatu yang baru untuk dipelajari. Ini adalah pengakuan bahwa kebijaksanaan sejati bukan datang dari pengetahuan yang luas, melainkan dari sikap yang terbuka dan rendah hati terhadap pembelajaran.

Kesimpulannya, shoshin mengajak kita untuk mengejar kehidupan dengan rasa ingin tahu dan keajaiban yang tak pernah padam, menantang kita untuk melihat dunia dengan mata yang baru setiap hari. Dengan memelihara pikiran pemula, kita bukan hanya menjadi pembelajar seumur hidup, tapi juga meningkatkan kapasitas kita untuk kebahagiaan, kreativitas, dan pemahaman yang lebih dalam tentang dunia di sekitar kita.

Wabi-sabi


Wabi-sabi adalah prinsip estetika Jepang yang mendalam, merayakan keindahan yang terdapat dalam ketidaksempurnaan, kefanaan, dan kesederhanaan. Ini adalah konsep yang sulit dijelaskan sepenuhnya dalam kata-kata karena melibatkan perasaan intuitif terhadap keanggunan yang redup dan tidak sempurna dalam objek, alam, dan kehidupan itu sendiri. Wabi-sabi menantang pandangan dunia yang lebih luas yang sering kali menghargai kemegahan, kekalahan, dan kecerahan, mengajak kita untuk menemukan kedalaman dan kekayaan dalam hal-hal yang sederhana, tidak lengkap, dan sementara.

Wabi-sabi berkembang dari pengajaran Zen Buddhism, yang menekankan pentingnya kesadaran, ketenangan, dan penerimaan terhadap alam semesta seperti adanya. Konsep ini mengajak kita untuk menghargai keindahan alami dari proses penuaan, mengakui bahwa segala sesuatu, dari benda hingga kehidupan itu sendiri, bersifat sementara, tidak sempurna, dan tidak lengkap. Dalam hal ini, wabi-sabi bisa dilihat sebagai pengingat akan realitas kehidupan yang tidak bisa dihindari: semuanya berubah, dan keindahan terdapat dalam penerimaan akan kefanaan tersebut.

Mengambil tindakan lebih baik daripada menunggu kesempurnaan

Dalam praktiknya, wabi-sabi hadir dalam seni, desain, dan cara orang Jepang mengapresiasi dan menginteraksikan dengan objek sehari-hari dan lingkungan alami. Hal ini bisa dilihat dalam pilihan material yang sederhana dan alami, teknik yang menampilkan tanda-tanda buatan tangan atau penuaan, dan dalam cara ruang-ruang disusun untuk memperlihatkan keindahan dalam kesederhanaan dan ketenangan. Misalnya, dalam seni keramik Jepang, potongan yang tidak sempurna atau yang mengalami retakan seringkali lebih dihargai daripada yang sempurna, karena retakan tersebut dianggap menambah karakter dan kedalaman estetis.

image

Konsep wabi-sabi juga menawarkan perspektif yang berharga dalam kehidupan pribadi dan profesional, mengajarkan kita untuk menerima dan menghargai ketidaksempurnaan dalam diri sendiri dan dalam pekerjaan kita. Dengan menerapkan prinsip ini, kita bisa belajar untuk melepaskan tekanan untuk selalu tampil sempurna, mengakui bahwa kesalahan dan kegagalan merupakan bagian dari proses belajar dan pertumbuhan. Ini membantu kita untuk lebih bersimpati dan bersabar baik dengan diri sendiri maupun dengan orang lain, memelihara lingkungan yang lebih otentik dan mendukung.

Lebih jauh lagi, wabi-sabi mendorong kita untuk menemukan kepuasan dalam momen saat ini, menikmati hal-hal sederhana dalam kehidupan, dan menghargai hubungan yang kita bangun dengan orang lain dan dengan lingkungan alam sekitar kita. Ini adalah pengingat bahwa kebahagiaan sering kali ditemukan tidak dalam mengejar kesempurnaan atau akumulasi barang, melainkan dalam menghargai apa yang kita miliki di sini dan sekarang, bahkan jika itu tidak sempurna.

Kesimpulannya, wabi-sabi menawarkan pandangan dunia yang kaya dan mendalam, mengajak kita untuk memeluk dan merayakan ketidaksempurnaan, kefanaan, dan kesederhanaan. Dengan mengadopsi prinsip ini dalam kehidupan kita, kita bisa belajar untuk hidup lebih autentik, menghargai keindahan dalam semua aspek kehidupan, dan menemukan kedamaian dalam penerimaan terhadap alam semesta yang terus berubah. Wabi-sabi bukan hanya estetika; itu adalah cara hidup yang memperkaya pengalaman manusia dengan keanggunan yang tenang dan kebijaksanaan yang mendalam.

Hara Hachi Bu


Menerapkan prinsip Hara Hachi Bu dalam konteks profesional dapat membuka wawasan baru tentang cara kita mengelola kerja, ambisi, dan produktivitas. Meskipun aslinya adalah konsep yang berfokus pada konsumsi makanan, filosofi ini dapat diperluas untuk mencakup cara kita mendekati pekerjaan dan tugas sehari-hari. Di sini, Hara Hachi Bu menjadi metafora untuk mencari keseimbangan, mencegah kelelahan, dan memprioritaskan keberlanjutan dalam etos kerja.

Dalam kehidupan profesional, konsep Hara Hachi Bu, yang bermakna “makan hingga 80% kenyang”, dapat diinterpretasikan sebagai usaha untuk berkomitmen pada pekerjaan hingga batas yang sehat—tidak terlalu kurang sehingga tanggung jawab diabaikan, dan tidak terlalu banyak sehingga menyebabkan kelelahan. Prinsip ini mengajarkan kita pentingnya mengenali batas-batas kita dan beroperasi dalam kapasitas yang memungkinkan pemulihan, pertumbuhan, dan produktivitas berkelanjutan.

Mengadopsi Hara Hachi Bu dalam pekerjaan berarti mengakui bahwa terus menerus berusaha untuk 100% output—atau lebih—dapat berkontribusi pada stres dan kelelahan.

Dengan menargetkan 80% dari kapasitas kita, kita memberi diri kita ruang untuk bernapas, inovasi, dan kreativitas. Ini mendorong pemikiran jangka panjang, membantu mencegah burnout, dan memungkinkan kita untuk tetap bersemangat dan terlibat dalam pekerjaan kita.

Penekananya adalah bekerja berdasarkan Prioritas dan Fokus dengan memperhatikan Keseimbangan dan Kesejahteraan dalam rangka meraih Keberlanjutan dan Pertumbuhan Jangka Panjang

Prinsip ini juga mendorong kita untuk memprioritaskan tugas dan proyek dengan lebih efektif, mengidentifikasi apa yang benar-benar penting dan mengalokasikan energi kita secara strategis. Dalam dunia yang sering kali memuji multitasking dan kesibukan sebagai simbol kesuksesan, Hara Hachi Bu menawarkan perspektif alternatif: bahwa ada nilai dalam melakukan lebih sedikit, tapi dengan lebih fokus dan kualitas yang lebih tinggi.

Secara keseluruhan, mengadopsi filosofi Hara Hachi Bu dalam kehidupan profesional mendukung gagasan bahwa keseimbangan antara kerja dan kehidupan pribadi adalah kunci untuk kesejahteraan dan keberlanjutan. Ini adalah pengingat bahwa kita juga perlu “mengisi ulang” dan menghargai aspek kehidupan lainnya—keluarga, hobi, kesehatan, dan perawatan diri—yang memberikan makna dan konteks bagi pekerjaan kita.

Pada akhirnya, menerapkan Hara Hachi Bu dalam konteks profesional berarti mengadopsi pendekatan yang lebih berkelanjutan terhadap pekerjaan. Dengan mengakui dan menghormati batas-batas kita, kita bisa mempertahankan tingkat energi dan antusiasme yang diperlukan untuk pertumbuhan dan keberhasilan jangka panjang. Ini juga membuka ruang untuk refleksi dan evaluasi, memungkinkan kita untuk secara teratur menyesuaikan tujuan dan metode kerja kita untuk mencerminkan apa yang kita pelajari tentang diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita.

Dalam esensinya, mengintegrasikan prinsip Hara Hachi Bu ke dalam kehidupan profesional bukan hanya tentang mengurangi—ini tentang mengoptimalkan. Ini tentang menemukan kekuatan dalam moderasi, menghargai kualitas di atas kuantitas, dan membangun fondasi untuk keberlanjutan, kepuasan, dan kesuksesan yang benar-benar berarti.

Kaizen


Kaizen, sebuah prinsip yang mendalam dari Jepang, mengajarkan kita tentang kekuatan perubahan dan peningkatan berkelanjutan. Dalam bahasa Jepang, “Kai” berarti perubahan, dan “Zen” berarti baik, bersama-sama membentuk konsep peningkatan yang berkelanjutan.

Meskipun kaizen sering dikaitkan dengan lingkungan industri dan bisnis, esensinya berakar pada ide bahwa perubahan kecil dan bertahap dapat menghasilkan hasil yang signifikan dan berdampak dalam setiap aspek kehidupan.

Di jantung kaizen terdapat keyakinan bahwa tidak ada proses yang sempurna dan selalu ada ruang untuk perbaikan. Ini mendorong mentalitas yang terus menerus mencari cara untuk meningkatkan, baik itu dalam efisiensi kerja, kualitas produk, atau dalam rutinitas sehari-hari seseorang. Kaizen mendukung ide bahwa semua orang di sebuah organisasi, tidak peduli posisi mereka, memiliki kontribusi berharga untuk membuat proses kerja lebih efisien dan efektif.

Selalu melakukan perubahan-perubahan kecil untuk menjadi lebih baik

Dalam praktiknya, kaizen diterapkan melalui serangkaian langkah kecil yang konsisten. Proses ini dimulai dengan identifikasi area yang memerlukan perbaikan, diikuti dengan pengembangan dan implementasi solusi. Solusi tersebut kemudian dievaluasi, dan berdasarkan hasilnya, perubahan lebih lanjut diusulkan dan siklus peningkatan berkelanjutan dimulai lagi. Ini mengharuskan keterlibatan aktif dari semua anggota tim dan komitmen terhadap proses perbaikan berkelanjutan.

Dalam kehidupan pribadi, kaizen juga dapat diterapkan dalam peningkatan diri dan pengembangan pribadi. Mengadopsi prinsip kaizen berarti menerapkan perubahan kecil dalam kebiasaan sehari-hari yang dapat membawa kita lebih dekat ke tujuan pribadi kita, apakah itu kesehatan, belajar keterampilan baru, atau meningkatkan hubungan interpersonal. Dengan fokus pada perbaikan berkelanjutan, kita dapat menghindari rasa kewalahan yang sering kali datang dengan mencoba membuat perubahan besar sekaligus.

Salah satu kekuatan terbesar dari kaizen adalah keberlanjutannya. Karena fokus pada perubahan kecil, metode ini mengurangi risiko perubahan yang gagal karena terlalu ambisius atau tidak realistis. Ini juga memungkinkan individu dan tim untuk menyesuaikan dan memperbaiki solusi secara bertahap, yang mengarah pada hasil yang lebih tahan lama dan efektif dalam jangka panjang.

Kaizen, dengan filosofinya tentang perubahan dan peningkatan berkelanjutan, menawarkan pandangan yang berharga tentang bagaimana individu dan organisasi dapat terus berkembang dan beradaptasi. Melalui penerapan perubahan kecil dan bertahap, kaizen tidak hanya memperbaiki proses dan produk tetapi juga memperkuat budaya kerja yang positif dan mendorong pertumbuhan pribadi. Dalam dunia yang selalu berubah, kaizen mengajarkan kita nilai adaptasi, ketekunan, dan peningkatan berkelanjutan sebagai kunci untuk mencapai keunggulan.

1 Like